Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

     

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Cara menghapus taklik talak

Cara menghapus taklik talak

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yang terhormat,
Dewan Pengasuh dan Majelis Fatwa
Pondok Pesantren Al-Khoirot, Malang

Dengan Hormat,

1A. Berkaitan dengan pertanyaan yang saya tanyakan pada konsultasi sebelumnya, berkaitan dengan lafadz muallaq yang dicabut, Sempat butuh waktu bagi saya untuk menginternalisasikan rasa aman bahwa lafadz yang sudah dihapus tersebut sudah terhapus dan tidak akan berdampak lagi sesudah dinyatakan lafadz tersebut dicabut. Pertanyaan saya adalah apakah lafadz tersebut dinyatakan terhapus begitu dicabut secara lisan? Apakah was-was yang terus mengganggu tersebut ada pengaruh apapun kah

JAWABAN

1a. Ya, terhapus setelah dinyatakan dihapus baik secara lisan atau perbuatan. Dihapus dengan perbuatan yaitu dengan, misalnya, adanya ijin suami pada istri atas perbuatan yang semula dilarang. Misalnya, istri dilarang pergi ke luar negeri atau akan dicerai. Lalu, beberapa saat kemudian suami membolehkan, maka ini dianggap menghapus. Baca detail: Mencabut Talak Muallaq (Taklik)

Was-was soal ini tidak ada pengaruh apapun.

RAGU APA TAKLIK TALAK BISA DICABUT

1B. Ketika saya masih berusaha menginternalisasikan rasa aman tersebut dengan berdebat melawan was-was yang membisikkan ketakutan pada saya, saya sempat mengatakan pada diri saya sendiri, yang maksudnya “kondisi nya pun tidak ada, ada progress pada usaha sembuh dari was-was nya.”. Namun sejak penyakit was-was ini memarah beberapa bulan yang lalu, saya sering terbalik-balik saat melintaskan suatu kalimat, atau saat bicara, Sehingga kalimat lintasan tadi pun kemarin terbalik-balik penempatan kata ‘ada/tidak ada nya’. Apakah berpengaruh apapun?

2A. Saya sering menggunakan pseudonym saat menulis /bekerja (saya menggunakan nama Harry Yuen atau Kuan Yuen), walaupun saya selalu mengakui ayah saya adalah ayah saya. Sehingga sebagian besar orang yang berhubungan saya dalam pekerjaan saya mengenal saya dengan nama pseudonym tersebut. Dalam keseharian pun saya sering di sapa/menyebut diri dengan nama tersebut, bila tidak menggunakan versi singkat nama asli saya yang panjang sekali. Bagaimana hukumnya?

2B. Saya diminta oleh seorang klien untuk membuat portofolio pekerjaan saya untuk mendapatkan pekerjaan berikutnya. Karena saya biasa mengerjakan pekerjaan saya dengan istri saya, saya menuliskan nama di portofolio tersebut (sebagai nama bendera) sebagai Harry Yuen and Wife. Bagaimana hukumnya? Apakah ada dampak apapun pada pernikahan saya?

2C. Kemarin saat menuliskan portofolio tersebut, saya diserang kecemasan tentang hal yang saya tanyakan di pertanyaan 2B, dalam keadaan takut saya melintaskan kalimat ‘Siapa pun Harry itu, dia (istri saya) tetap istri saya)’. Tapi kemudian saya takut karena saya sudah menuliskan nama tersebut sebagai bendera di portofolio saya. Saya tidak bermaksud menyebut bahwa Harry Yuen tersebut adalah orang lain, karena saat menuliskan nama Harry Yuen tersebut saya merujuk/menunjuk pada diri saya sendiri. Saya hanya sedang dalam keadaan takut karena tidak mengerti hukumnya. Bagaimana hukumnya?

2D. Saat menulskan portofolio tersebut saya menuliskan penjelasan mengenai seorang teman yang sering bekerja dengan kami. Pada tulisan tersebut saya menyebut kata ‘former’ yang kemudian saya perbaiki menjadi ‘formerly’ (dalam konteks menjelaskan jabatan teman tersebut sebelumnya). Saya sudah melintaskan dalam diri saya bahwa kata formerly tersebut merujuk pada teman saya, bukan pada saya. Kalaupun digunakan, saya itu ‘formerly’ nya dari pekerjaan-pekerjaan sebelumnya. Namun ada lintasan jahat yang berusaha mengaitkan kata tersebut pada hal lain yang saya takutkan. Bagaimana hukumnya?

2E. Ayah saya tidak pernah mengaku sebagai orang Tionghoa, namun untuk alasan yang menurut saya kuat, saya mencurigai bahwa keluarga ayah saya sebenarnya setengah tionghoa, sehingga saya sering mengaku sebagai keturunan tionghoa, apakah ada hukumnya? Bagaimana hukumnya?

3A. Saat mengingat-ingat kapan kami mengerjakan sebuah proyek, istri saya bertanya, “Kita menikah tahun berapa?” Saya ketakutan, karena bagaimanapun kami masih dan insyaAllah selamanya dalam keadaan menikah. Tapi saya mengerti maksud dia adalah menanyakan waktu akad nikahnya, dan saya menyebutkan tahun (hanya angka tahun saja) saat kami melaksanakan akad nikah. Bagaimana hukumnya?

3B. Saat berbicara tentang menghubungi seorang teman istri saya, dia menyuruh saya yang menghubungi dan dia berkata “bilang (kamu) temen aku.” Saya protes dan berkata “Koq temen, (aku) suami mu.” Istri saya langsung minta maaf, karena dia salah ucap.Kata-kata dalam tanda kurung tidak diucapkan, karena sudah saling mengerti. Bagaimana hukumnya?

3C. Saat sakit, istri saya pernah berkata bahwa ‘tidak ada yang mengurus anak-anak dan memasak.’ Saya menjawab, ‘Aku bisa ngurus anak-anak, walaupun aku ga terlalu bisa masak.’ Kemudian ada rasa takut yang menyisip. Bagaimana hukumnya?

3D. Saya sering ketakutan bila menyebut istri saya dengan kata-kata ‘istri ku’, atau ‘ibu kamu/kalian’ (saat bicara dengan anak, baik dalam bahasa Indonesia ataupun Inggris), padahal yang saya maksudkan jelas adalah istri saya, Dini, bila saya tidak menyebut nama atau panggilannya. Bahkan saya sempat ketakutan saat menggunakan pet name (seperti Love dsb) saat berbicara dengan dia sendiri. Saya tidak memaksudkan orang lain. Bagaimana hukumnya?

4A. Saya sempat salah (murni tidak sengaja) menyebut, “taqlid yang ga boleh itu taqlid sama yang ga berhak memberi hukum.” Cepat-cepat saya perbaiki menjadi “yang ga berhak memberi pandangan hukum.” Yang saya ingat yang berhak memberi hukum hanya Allah. Bagaimana hukumnya?

4B. Saya juga sempat (entah kenapa, mungkin lupa) menyebut ‘ada di (Al) Qur’an.’ saat berkata ‘perang itu tipu muslihat.”, cepat-cepat saya koreksi dengan, ‘eh ada di hadits.’. Saat itu saya sedang membicarakan strategi pesan dalam branding. Saya katakan bahwa berbohong dalam perang termasuk tiga jenis bohong yang diperbolehkan, namun cepat-cepat saya tambahkan bahwa dalam bisnis tidak boleh bohong sama sekali. Bagaimana hukumnya? Sebagai konsultan, kami terbiasa menerapkan (persepsi) ilmu strategi militer dalam strategi bisnis, tapi kami sangat menghindari berbohong.

5. Secara setengah bergurau, kami sering berkata bahwa ‘marketer itu susah masuk surga, karena sering membohongi orang banyak.’ Kami sendiri selalu tidak mau berbohong, bahkan membenci usaha menimbulkan kesan yang berbeda dari kenyataan walau tidak menyatakan sesuatu yang benar-benar bohong. Bagaimana hukumnya?

6A. Klien saya meminta saya untuk menuliskan sebuah nama tempat di materi marketing yang kami rancang, bahwa materi tersebut bisa didapatkan di tempat tersebut. Masalahnya tempat tersebut menjual khamr. Dalam materi marketing tersebut tidak ada promosi khamr sehalus apa pun, karena saya sudah menyatakan dengan tegas bahwa saya tidak mau berurusan dengan khamr sekecil apapun. Bagaimana hukumnya?

6B. Saya menangani desain materi marketing sebuah kawasan wisata keluarga. Yang saya promosikan semuanya tidak berkaitan dengan khamr, walau salah satu layanannya adalah SPA, namun saya tidak mencurigai sama sekali (walau mungkin ada) praktik khalwat atau persentuhan laki-laki dan perempuan yang termasuk haram. Namun di kawasan tersebut, ada sebuah hotel yang setahu saya menyediakan khamr, dan saya ikut mempromosikan hotel tersebut. Saya masih berusaha mencari proyek yang tidak berkaitan dengan khamr sama sekali, Bagaimana hukumnya?

6C. Saya pernah juga menangani selama satu tahun proyek sebuah restoran yang di dalamnya menjual khamr sebagai salah satu produk (minoritas). Sebagian besar (hampir seluruhnya, tapi tidak semua) produk kafe tersebut adalah makanan/minuman halal, Saya tidak mau mempromosikan khamr tersebut, yang saya promosikan adalah kopi, makanan, dan pertunjukan musik jazz nya. Sepanjang proyek saya berusaha keras meyakinkan pemiliknya untuk tidak menjual khamr, namun sampai saya tidak mengerjakan proyek tersebut lagi, mereka masih menjual khamr.
a) Bagaimana hukum nya? Bagaimana hukum pendapatan saya?
b) Saya meyakinkan diri saya (waktu itu) bahwa pendapatan saya berasal langsung dari kantong pemiliknya, karena saat itu kafe tersebut belum menghasilkan keuntungan. Apakah pendapatan saya halal?

6D. Pada portofolio yang saya tulis, ada beberapa proyek di masa lalu yang saya tuliskan sebagai rekor pekerjaan, namun beberapa dari proyek-proyek tersebut melibatkan sesuatu yang tidak halal, seperti ada khamr atau waitress yang tidak sepenuhnya menutup aurat seperti rambut atau lengan. Bagaimana hukumnya? Apakah termasuk dosa mujaharah?
Saya tidak pernah mempromosikan khamr, namun memang saat mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tersebut saya tidak ingat bahwa memberi seragam yang tidak menutup aurat secara sepenuhnya adalah dosa, walau secara hakiki saya mengakui kewajiban menutup aurat.

7. Masih berhubungan dengan pertanyaan saya pada konsultasi sebelumnya, tentang termos air minum untuk anak saya, yang ada tulisan ‘bye-bye’ pada termos tersebut. a) Bagaimana hukumnya (tadinya saya tulis ‘Apakah ada…’) bila saya menyiapkan termos tersebut untuk digunakan oleh anak saya?
b) Apakah ada dampak hukumnya bila saya membeli sesuatu seperti termos tersebut (maksudnya bila ada kata-kata serupa)?
c) Kemarin saya sempat mengobrol dengan anak saya tentang membawa termos tersebut (dalam konteks menyuruh dia membawa bekal ke sekolah), bagaimana hukumnya?

8. Bagaimana hukumnya menggunakan kata sharih dalam konteks aman, namun penunjuk konteksnya tidak diucapkan secara verbal sama sekali karena sudah saling mengerti? Misalnya saat membicarakan makanan, atau saat memegang sebuah benda, atau yang dibicarakan otot, nafas, atau ketegangan, atau saat anak bertengkar. Kadang kami (saya dan istri saya) menggunakan kata-kata tersebut misalnya saat tidak disuruh menepi oleh polisi saat ada operasi razia, dalam kalimat, “kita…… terus, mungkin karena bawa anak-anak kecil.”
Bagaimana hukumnya?

9B. a) Saat saya dan istri masih sering bertengkar dulu, kadang saya mengucapkan sesuatu sebagai (memang maksud bertanya) sebagai pertanyaan, atau mengucapkan perandaian (tanpa maksud apa-apa, hanya simulasi), Saya tidak pernah menggunakan kata sharih. Kadang istri saya (entah sengaja atau tidak) menyalahartikan pertanyaan saya sebagai saran. Bagaimana hukumnya?
b) Sebelum sempat menuliskan kata ‘bertanya’ pada tulisan di dalam kurung pertama di poin 9Ba di atas, ada lintasan (saya yakin was-was syaithan) yang mengasosiasikan kata-kata sebelumnya dengan sesuatu yang tidak saya maksudkan. Bagaimana hukumnya?

10A. Bagaimana hukumnya menggunakan desain yang disebut bernuansa ‘zen’, atau memang mengambil filosofi ‘zen’ (dalam pengertian filosofi kesederhanaan dan keseimbangan ruang dan alam) yang tidak dimaksudkan untuk mengambil ajaran keagamaannya?

10B. Dulu saya sering membaca buku zen, untuk mempelajari filosofinya, namun saya tidak mengakui prinsip-prinsip keagamaannya, dan tetap melihat segala sesuatunya dari perspektif Islam, karena iman saya jelas iman Islam. Bagaimana hukumnya?

10C. Bagaimana hukumnya memainkan sebuah permainan (seperti game komputer/game handphone) yang ada ‘zen mode’ di dalamnya, dalam pengertian mode game yang tidak mengejar skor dan merupakan game penenang syaraf saja?

10D. Saya sering secara refleks menuliskan kata ‘zen’ tersebut dengan huruf awalan kapital (kadang terjadi juga saat menulis nama agama kafir lain) karena terbiasa menulis semua nama dengan huruf awalan kapital. Bagaimana hukumnya?

11. Saat mengajari anak saya tulisan beberapa ayat surat Al Fatihah dan Al Ikhlas, saya menuliskan ayat-ayat tersebut di secarik kertas. Agar tidak terkena kotor, saya segera menghapus kembali tulisan tersebut dengan penghapus begitu anak saya menyalinnya ke buku sekolahnya. Namun jejak pensilnya masih ada berupa goresan di kertas. Saya kemudian membakar kertas tersebut. Namun saya membakar dari sisi yang salah, sehingga saat kertas tersebut dan jejak tulisan tersebut belum terbakar, apinya sudah dekat sekali dengan jari-jari saya. Saya tidak kuat lagi memegang kertas tersebut, sehingga dalam keadaan api masih menyala, kertas tersebut saya jatuhkan ke asbak. Tidak ada najis di dalam asbak tersebut, namun memang ada abu rokok yang mengerak di dasar tutup kaleng yang saya jadikan asbak tersebut.
Bagaimana hukumnya?

12A. Bagaimana hukumnya bangkai cicak yang jatuh di air lebih dari 200 liter, tapi tidak mencapai 270 liter? Saya kadang bingung mesti mengambil yang mana untuk definisi air dua qullah.

12B. Saat istri saya shalat, kadang sajadahnya tidak tepat mengarah kiblat, bergeser beberapa derajat karena dia selalu kesulitan mengingat arah tepatnya. Bagaimana hukumnya

13. Apakah meminta fatwa (dan disebutkan pernyataan meminta fatwa) disamakan dengan konteks bertanya?

JAWABAN

1b. Tidak ada pengaruh apapun.

2a. Tidak masalah. Tidak ada pengaruh apapun memakai nama alias.
2b. Tidak ada dampak apapun.
2c. Tidak ada dampak.
2d. Tidak berdampak.
2e. Tidak ada hukumnya.

3a. Tidak ada pengaruh apapun.
3b. Tidak ada pengaruh.
3c. Tidak ada pengaruh.
3d. Tidak ada pengaruh.

4a. Tidak masalah. Hanya jawaban itu kurang tepat. Karena, hukum syariah itu memiliki tiga sumber yaitu Al-Quran, Hadits dan ijtihad ulama. Baca detail: Ijtihad

4b. Berbohong secara umum tidak boleh. Dan berdosa apabila melakukannya. Ada pengecualian di mana bohong dibolehkan yang intinya adalah apabila untuk kemaslahatan sesama manusia. Misalnya, suami berbohong bahwa istrinya cantik; berbohong pada penjahat yang hendak mencuri rumah seseorang, dst. Baca detail: Bohong dalam Islam

5. Berbohong itu berkata tidak sesuai realita yang ada. Hukum berbohong, di luar yang dibolehkan, adalah haram. Kalau anda tidak berbohong dalam usaha maka itu baik dan sangat diapresiasi oleh Islam. Baca detail: Bisnis dalam Islam

6a. Kalau hanya memberitahu tempat materi marketing, maka tidak masalah.

6b. Terkait wisata keluarga yang anda promosikan tidak masalah. Begitu juga, mempromosikan hotel dalam konteks untuk tempat penginapan itu juga tidak masalah. Karena, tujuan utama dari hotel adalah tempat menginap. Bahwa di hotel itu juga tersedia khamar itu soal lain. Selagi kita tidak mempromosikan khamarnya secara langsung, maka tidak masalah. Karena soal khamar itu di luar tanggung jawab anda, itu tanggung jawab manajemen hotel. Namun demikian, seandainya mempromosikan hotel yang tidak menyediakan khamar itu lebih baik kalau ada.

6ca. Tidak masalah. Sama dengan kasus hotel di atas, yang anda promosikan adalah barang halal, maka harta yang didapat adalah halal.

6cb. Halal.

6d. Kalau salah satu yang dipromosikan ada khamar (di samping barang-barang halal yang lain), maka berarti ada unsur haram dalam gaji anda. Uang yang diperoleh dari promosi tersebut berarti bercampur halal dan haram. Atau disebut dengan harta syubhat. Baca detail: Hukum Harta Syubhat

Sedangkan terkait dengan memberi seragam yang tidak menutup aurat hukumnya haram dari segi itu, namun gaji konsultan sebagai pemasok tenaga kerja adalah halal selagi jenis pekerjaannya halal. Jadi, keduanya (baju terbuka aurat dan jenis pekerjaan) adalah dua hal yang berbeda dan beda juga hukumnya. Ini sama dengan jualan kosmetik dengan memakai penjaga toko yang terbuka aurat: hukum jualan kosmetik halal, sedangkan membiarkan penjaga toko membuka aurat adalah haram. Dalam hal ini harta pemilik toko dan gaji penjaga toko adalah halal. Namun, perbuatan penjaga toko yang membuka aurat adalah haram. Pemilik toko juga haram membiarkan penjaga toko tidak menutup aurat karena dia mampu berbuat itu (menyuruh penjaga toko membuka aurat). Ini mirip dengan masuk dan diterima masuk PNS dengan cara menyuap. Suapnya haram, tapi gaji PNS-nya halal. Baca detail: Hukum Masuk PNS karena Suap

7a. Tidak ada dampak.
7b. Tidak ada dampak.
7c. Tidak berdampak.

8. Sudah dikatakan sebelumnya (lihat kembali jawaban2 kami) ucapan sharih seperti talak dan cerai ataupun kinayah di luar konteks menceraikan istri itu tidak berdampak secara mutlak.
9A. a) Apakah kata ‘terserah’ di Indonesia termasuk kata sharih? Bagaimana hukumnya bila digunakan tidak untuk menjawab pertanyaan dengan kata sharih di dalamnya?
b) Saat menuliskan pertanyaan 9a di atas, saya teringat konsultasi yang saya baca di artikel konsultasi KSIA di mana kata tersebut digunakan oleh seseorang saat menjawab pertanyaan istrinya. Bagaimana hukumnya?

9aa. Kata ‘terserah’ bukan sharih. Kata sharih yang disepakati ulama hanya ada dua yaitu talak dan cerai. Sedangkan kata ‘pisah’ masih diperselisihkan ulama apakah sharih atau tidak. Baca detail: Kata Pisah: Sharih atau Kinayah?

9ab. Kalau diucapkan sebagai jawaban pertanyaan istri yang minta cerai, maka itu sama dengan mengiyakan. Dalam konteks ini, maka kata ‘terserah’ itu dianggap kinayah yang baru jatuh talak apabila disertai niat suami. Baca detail: Mengiyakan Permintaan Cerai Istri

9ba. Tidak ada dampak apapun.
9bb. Tidak berdampak.

10a. Tidak masalah. Baca detail: Halal Haram Serupa Orang Kafir

10b. Tidak apa-apa. Mengambil filosofi ajaran atau budaya lain tidak dilarang selagi tidak bertentangan secara diametral dengan prinsip ajaran Islam. Para filsuf muslim klasik banyak belajar dari filsafat plato dan aristoteles dll. Baca detail: Jihad dengan Pendidikan

Terkait hal ini, Nabi bersabda:

الكلمة الحكمة ضالة المؤمن فحيث وجدها فهو أحق بها.

Artinya: Kata hikmah (wisdom) itu barang hilangnya orang beriman. Di mana pun mukmin menemukannya, maka ia lebih berhak untuk memilikinya. (HR Tirmidzi, Ibnu Majah)

Hadits serupa riwayat Ibnu Hibban ada sedikit perbedaan redaksi:

الكلمة الحكمة ضالة المؤمن حيث وجدها جذبها.

Artinya: Kata hikmah adalah barang hilangnya orang-orang mukmin, di mana pun mukmin menemukannya, hendaknya dia mengambilnya.

10c. Tidak masalah.

10d. Boleh.

11. Tidak apa-apa. Yang tidak boleh meletakkan kertas yang ada kata Allah di tempat yang terhina secara sengaja seperti di lantai, dll.

12a. Tidak apa-apa apabila mengikuti pandangan yang menyatakan 2 qulah itu kurang dari 200 liter. Baca detail: Air Dua Kulah

12b. Tidak apa-apa tidak tepat menghadap kiblat. Yang penting tetap mengarah ke Barat bagi orang Indonesia. Baca detail: Kiblat

13. Ya, sama dengan bertanya atau bercerita dalam konteks rumah tangga dalam arti tidak berdampak apapun. Bertanya atau Meminta fatwa juga menjadi pengecualian bagi orang yang bertanya masalah aib dosa besar yang pernah dilakukannya di masa lalu yang hukum asalnya haram membuka aib namun dibolehkan apabila untuk bertanya ke ahlinya (rujukan pernah dijelaskan di konsulatasi sebelumnya).

Kembali ke Atas