Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Cara Menyucikan Najis Hukmiyah

CARA MENYUCIKAN NAJIS HUKMIYAH

Salam, Ustadz..
Mengenai Cara Menyucikan Najis Hukmiyah sudah dijawab oleh Ustadz beberapa bulan lalu, dan itu cukup jelas. Tapi saya ada pertanyaan lagi, saya pernah dengar seorang Kyai (background madzhab dan kitab kajiannya sama) menerangkan bahwa cara menyucikan najis hukmiyah itu kita pegang segayung air di tangan dan pegang lap di tangan yang lainnya, ketika air dialirkan pada najis itu harus langsung dilap, lalu siram lagi najisnya, langsung lap lagi, begitu seterusnya sampai paling 3x. Jadi jangan dibiarkan air siraman itu menggenang di atas najis hukmiyah tadi. Pertanyaannya ;
1. Bagaimana tanggapan Ustadz Alkhoirot mengenai pendapat itu ?
2. Referensi air bekas siraman najis hukmiyah itu boleh menggenang dan tidak najis itu dalam apa ya ?
3. Apakah najis ‘ainiyyah ketika ain najisnya dihilangkan, pakai lap basah (misalnya) tempat yang basah itu harus kering dengan sendirinya atau bisa dikeringkan oleh kita pakai lap kering ?

Terima kasih Ustadz atas jawabannya, Barokallahufiikum..

JAWABAN

1. Cara itu tidak benar. Najis hukmiyah itu cukup dialiri satu kali siraman air. Itu artinya air bekas siraman itu suci hanya saja tidak menyucikan. Sebagaimana air bekas dipakai berwudhu. Keduanya sama-sama disebut air mustakmal. Baca detail: Hukum Air Suci Terkena Bekas Wudhu

2. Di semua kitab fikih madzhab Syafi’i pasti ada. Di bab air suci tapi tidak menyucikan. Misalnya dari kitab Fathul Qarib berikut tentang: 4 Macam Air

Silahkan lihat jenis air ketiga (c). Di situ dijelaskan tentang air mustakmal atau air suci yang tidak bisa menyucikan antara lain: “air yang sudah digunakan untuk menghilangkan najis.”

Imam Nawawi dalam kitab Roudotut Tolibin, hlm. 1/28, menjelaskan definisi dan cara menghilangkan najis hukmiyah secara lebih tegas sbb:


فَالْحُكْمِيَّةُ: هِيَ الَّتِي تَيَقَّنَ وُجُودَهَا وَلَا تُحَسُّ، كَالْبَوْلِ إِذَا جَفَّ عَلَى الْمَحَلِّ وَلَمْ يُوجَدْ لَهُ رَائِحَةٌ وَلَا أَثَرٌ، فَيَكْفِي إِجْرَاءُ الْمَاءِ عَلَى مَحَلِّهَا مَرَّةً، وَيُسَنُّ ثَانِيَةً، وَثَالِثَةً

Artinya: Najis hukmiyah adalah najis yang diyakini adanya tapi tidak terlihat. Seperti kencing apabila kering dan tidak ada lagi bau dan bekasnya. Cara menghilangkannya adalah dengan mengalirkan air pada tempat najis satu kali. Sunnah mengalirkan dua kali atau tiga kali.

3. Najis ainiyah yang dihilangkan pakai lap basah, maka statusnya tetap najis. Karena lap basah itu bukan air suci yg menyucikan. Jadi cara menghilangkan najis ainiyah ada dua tahap: pertama, hilangkan benda najisnya (sehingga menjadi najis hukmiyah); kedua, siram satu kali dengan air suci dan menyucikan. Baca detail: Najis dan Cara Menyucikan

Imam Nawawi dalam kitab Roudotut Tolibin, hlm. 1/28, menjelaskan cara menghilangkan najis ainiyah secara detail sbb:


وَأَمَّا الْعَيْنِيَّةُ: فَلَا بُدَّ مِنْ مُحَاوَلَةِ إِزَالَةِ مَا وُجِدَ مِنْهَا مِنْ طَعْمٍ، وَلَوْنٍ، وَرِيحٍ، فَإِنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَبَقِيَ طَعْمٌ، لَمْ يَطْهُرْ، وَإِنْ بَقِيَ اللَّوْنُ وَحْدَهُ وَهُوَ سَهْلُ الْإِزَالَةِ، لَمْ يَطْهُرْ. وَإِنْ كَانَ عُسْرُهَا، كَدَمِ الْحَيْضِ يُصِيبُ الثَّوْبَ، وَرُبَّمَا لَا يَزُولُ بَعْدَ الْمُبَالَغَةِ، وَالِاسْتِعَانَةِ بِالْحَتِّ وَالْقَرْصِ، طَهُرَ. وَفِيهِ وَجْهٌ شَاذٌّ أَنَّهُ لَا يَطْهُرُ، وَالْحَتُّ وَالْقَرْصُ لَيْسَا بِشَرْطٍ، بَلْ مُسْتَحَبَّانِ عِنْدَ الْجُمْهُورِ، وَقِيلَ: هُمَا شَرْطٌ، وَإِنْ بَقِيَتِ الرَّائِحَةُ وَحْدَهَا وَهِيَ عَسِرَةُ الْإِزَالَةِ، كَرَائِحَةِ الْخَمْرِ، فَقَوْلَانِ. وَقِيلَ: وَجْهَانِ. أَظْهَرُهُمَا يَطْهُرُ. وَإِنْ بَقِيَ اللَّوْنُ وَالرَّائِحَةُ مَعًا، لَمْ يَطْهُرْ عَلَى الصَّحِيحِ، ثُمَّ الصَّحِيحُ الَّذِي قَالَهُ الْجُمْهُورُ، إِنَّ مَا حَكَمْنَا بِطَهَارَتِهِ مَعَ بَقَاءِ لَوْنٍ أَوْ رَائِحَةٍ، فَهُوَ طَاهِرٌ حَقِيقَةً، وَيُحْتَمَلُ أَنَّهُ نَجِسٌ مَعْفُوٌّ عَنْهُ

Artinya: Najis ainiyah (najis yang terlihat benda najisnya) harus dihilangkan unsur najisnya berupa rasa, warna dan bau. Apabila itu sudah dilakukan lalu masih ada rasanya, maka masih tidak suci. Apabila masih ada warnanya saja, dan itu mudah dihilangkan, maka tidak suci. Apabila sulit menghilangkan warnanya, seperti darah haid yang mengenai baju yang terkadang tidak hilang setelah berusaha keras, dengan cara dikerok atau digosok, maka suci. Mengerok atau menggosok tidak disyaratkan tapi disunnahkan menurut jumhur ulama… Apabila masih tersisa baunya saja dan itu sulit dihilangkan seperti bau alkohol maka ada dua pendapat. Yang paling zhahir, suci. Apabila masih tersisa warna dan bau sekaligus maka tidak suci menurut pendapat yang sahih. Pendapat yang sahih yang dikatakan jumhur ulama adalah bahwa yang kami hukumi suci walaupun ada warna atau bau itu adalah suci secara hakiki atau dianggap najis yang makfu.

Cara menghilangkan najis ainiyah di baju

Imam Nawawi dalam kitab Roudotut Tolibin, hlm. 1/29, selanjutnya menguraikan:


وَقَدْ أَشَارَ إِلَيْهِ فِي (التَّتِمَّةِ) ثُمَّ بَعْدَ زَوَالِ الْعَيْنِ يُسَنُّ غَسْلُهُ، ثَانِيَةً، وَثَالِثَةً، وَلَا يُشْتَرَطُ فِي حُصُولِ الطَّهَارَةِ عَصْرُ الثَّوْبِ عَلَى الْأَصَحِّ، بِنَاءً عَلَى طَهَارَةِ الْغُسَالَةِ. وَإِنْ قُلْنَا بِالضَّعِيفِ: إِنَّ الْعَصْرَ شَرْطٌ، قَامَ مَقَامَهُ الْجَفَافُ عَلَى الْأَصَحِّ، لِأَنَّهُ أَبْلَغُ فِي زَوَالِ الْمَاءِ.

Artinya: Dalam kitab Tatimmah dikatakan: Setelah hilangnya benda najis maka sunnah membasuhnya yang kedua kali dan ketiga kali. Tidak disyaratkan untuk suci memeras baju menurut pendapat yang paling sahih berdasarkan pada sucinya ghusalah. Menurut pendapat yang menyatakan dhaif: memeras baju itu menjadi syarat yang sama dengan kering menurut pendapat yang paling sahih. Karena memeras baju itu lebih kuat dalam hilangnya air.

مَا ذَكَرْنَاهُ مِنْ طَهَارَةِ الْمَحَلِّ بِالْعَصْرِ أَوْ دُونَهُ: هُوَ فِيمَا إِذَا وَرَدَ الْمَاءُ عَلَى الْمَحَلِّ، أَمَّا إِذَا وَرَدَ الْمَاءُ الْمَحَلَّ النَّجِسَ، كَالثَّوْبِ يُغْمَسُ فِي إِجَّانَةٍ فِيهَا مَاءٌ وَيُغْسَلُ فِيهَا، فَفِيهِ وَجْهَانِ: الصَّحِيحُ الَّذِي قَالَهُ الْأَكْثَرُونَ: لَا يَطْهُرُ، وَقَالَ ابْنُ سُرَيْجٍ: يَطْهُرُ، وَلَوْ أَلْقَتْهُ الرِّيحُ فِيهِ وَالْمَاءُ دُونَ قُلَّتَيْنِ، نَجُسَ الْمَاءُ أَيْضًا بِلَا خِلَافٍ

Artinya: Sucinya tempat yang terkena najis dengan cara diperas atau tidak diperas itu dalam konteks apabila air mengalir ke tempat (yg terkena najis). Adapun apabila air datang ke tempat najis, seperti baju yang celup di wadah yang ada airnya dan dibasuh/dicuci di dalamnya maka ada dua pendapat: yang sahih sebagaimana pendapat kebanyakan ulama dan pendapat Ibnu Suraij: suci. Apabila angin membawa benda mutanajis itu ke wadah yang berisi air kurang dua kulah, maka airnya najis tanpa khilaf.

Baca juga: Percikan Kencing Najis yang Dimakfu

Cara Menyucikan Najis Hukmiyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke Atas