Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

     

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Hukum Bekas Basuhan Najis Kencing

BEKAS BASUHAN NAJIS KENCING

assalaamu’alaikum

ustadz, saya ada was was terkait air bekas basuhan kencing pagi tadi, karena pada saat basuhan membersihkan kencing, ada
air yg terciprat/yang jatuh dari bekas basuhan/siraman kecing dari kemaluan ada yang terkena lantai,

saya membasuh kemaluan untuk mensucikan dari najis kencing dengan cara beberapakali siram/basuhan, rata rata minimal 3 kali basuhan/siram (insyaAllah saya yakin akan hal ini), cuman saya ragu dan lupa terkait air yg terciprat di lantai tadi apakah dari berasal percikan dari basuhan/siraman yg pertama (yg mutanajis) atau kah dari siraman/basuhan yg kedua/ketiga (yg suci) (sekali lagi saya menyiram kemaluan habis kencing rata rata minimal 3 kali basuhan/siram (insyaAllah saya yakin akan hal ini),

pertanyaan,
bagaimana status air percikan tersebut dilantai tersebut secara hukum fiqh mazhab syafi’i, apakah suci atau najis???????karena saya lupa
atau tidak tau/ragu/was was dan tidak yakin itu dari air jatuhan siraman yang pertama atau kah dari siraman yg kedua atau ketiga?????saya khawatir lantai rumah saya bernajis ustadz

JAWABAN

Pertama, perlu diketahui bahwa percikan najis kencing, bukan bekas basuhan kencing, itu hukumnya dimakfu (dimaafkan, hampir sama dg suci) apabila sedikit. Baca detail: Percikan Kencing Najis yang Dimakfu

Dari penjelasan di atas itu sebenarnya sudah cukup bagi anda untuk tidak was-was najis dalam soal ini.

Kedua, adapun basuhan bekas najis kencing yang terjadi pada anda hukumnya suci karena ada kemungkinan itu bekas air basuhan yang kedua atau ketiga. Di mana status basuhan kedua dan ketiga sifatnya menghilangkan najis hukmiyahnya. Sehingga bekas air basuhannya itu suci. Baca detail: Najis dan Cara Menyucikan

Imam Nawawi dalam kitab Roudotut Tolibin wa Umdatul Muftin, hlm. 1/34, menyatakan:

وَإِنْ كَانَ دُونَهُمَا، فَثَلَاثَةُ أَقْوَالٍ. وَقِيلَ: أَوْجُهٍ. أَظْهَرُهَا: وَهُوَ الْجَدِيدُ، أَنَّ حُكْمَهَا حُكْمُ الْمَحَلِّ بَعْدَ الْغَسْلِ، إِنْ كَانَ نَجِسًا بَعْدُ، فَنَجِسَةٌ. وَإِلَّا، فَطَاهِرَةٌ غَيْرُ مُطَهِّرَةٍ. وَالثَّانِي: – وَهُوَ الْقَدِيمُ – حُكْمُهَا حُكْمُهَا قَبْلَ الْغَسْلِ، فَيَكُونُ مُطَهِّرَةً. وَالثَّالِثُ: وَهُوَ مُخَرَّجٌ مِنْ رَفْعِ الْحَدَثِ، حُكْمُهَا حُكْمُ الْمَحَلِّ قَبْلَ الْغَسْلِ، فَيَكُونُ نَجِسَةً.

Artinya: Apabila basuhan air (bekas membasuh najis) itu kurang dua kulah, maka ada tiga pendapat atau lebih. Yang paling zhahir adalah pendapat qaul jadid yang menyatakan bahwa hukumnya sama dengan hukum tempat setelah dibasuh: apabila tempatnya masih najis setelah dibasuh maka airnya najis apabila tempatnya suci setelah dibasuh maka suci tapi tidak menyucikan. Kedua, pendapat qaul qadim, hukum air sama dengan hukum sebelum dijadikan basuhan yakni menyucikan. Ketiga, dikeluarkan dari menghilangkan hadas yakni hukumnya sama dengan hukum tempat sebelum dibasuh yakni najis.

Dari kutipan Imam Nawawi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
a) seandainya basuhan yang memercik itu adalah basuhan kedua dan ketiga, maka air basuhan suci menurut pendapat qaul jadid. Ini pendapat paling sahih.

b) seandainya basuhan yang memercik itu adalah basuhan pertama, maka ia tetap suci mengikuti pendapat Imam Syafi’i dalam qaul jadid.

Demikian, semoga anda tidak lagi menderita was-was soal ini. Amin.

WAS-WAS NAJIS ANJING KARENA BERTEDUH DI RUMAH PEMILIK ANJING

Saya mau bertanya, beberapa hari yang lalu Saya dan teman Saya terjebak hujan. Karena itu Saya terpaksa untuk berteduh disuatu ruko bersama teman saya.

Kebetulan pemilik ruko tersebut memelihara anjing. Kami sebelumnya tidak tahu kalau didalam ruko ada anjing. Selepas dari situ saya terus kepikiran apakah saya terkena secara tidak langsung. Karena saya memang merasa tidak tersentuh anjing.

Yang menjadi kekhawatiran saya adalah teman saya, karena saya khawatir menyinggung perasaannya. Saya tidak menanyakannya secara langsung. Tapi dia pernah bilang kalo saat dia diruko dia “bersender dipinggung ruko, punggung, kaki dan tangannya merasakan kalau ada yang gerak dibelakang pintu dan saat dia melihat kebelakang dia melihat ada anjing fan lompat”.

Kurang lebih seperti itu. Saya tidak berani menanyakan detail kejadian apakah dia kena najis atau tidak, karena saya takut menyinggung perasaannya. Lantas saya berpikir apakah dia kena najis atau tidak.

Saya jadi was was karena setelah dari ruko kami sempat makan bersama. Saya takut tertular najis. Tapi saya tahu kalo teman saya orangnya ngerti Agama dan dari sikapnya waktu itu seperti dia tidak merasa terkena najis.

Jadi apa yang harus saya lakukan. Karena saya curiga apakah saya tertular najis atau tidak. Jadi apa yang saya harus lakukan.

JAWABAN

Tidak ada yg perlu anda lakukan. Rasa ragu terkena najis itu tidak dianggap dalam hukum Islam. Suatu benda suci itu tetap dianggap suci sampai terbukti nyata ada benda najis yang mengenainya. Dan itu tidak terjadi pada anda. Dalam kaidah fikih ada dua kaidah penting: pertama, “Keyakinan tidak hilang karena keraguan” status suci pada tubuh dan pakaian anda tidak berubah oleh adanya keraguan yang anda rasakan. Kedua, “Hukum asal adalah tetapnya status sesuatu” artinya apabila ada perkara yang hukum asalnya suci, lalu timbul keraguan apakah suci atau najis tanpa ada bukti maka hukumnya kembali pada hukum asal yakni suci. Baca detail: Kaidah Fikih

Baca juga: Menyentuh Non-Muslim Ragu Najis Anjing

Kembali ke Atas