Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

     

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Hukum Darah Daging dan Kotoran Ikan

Hukum Darah Daging dan Kotoran Ikan
CARA MEMBERSIHKAN DARAH DAN KOTORAN DI DAGING DAN IKAN

Assalamualaikum.

Saya sering bingung cara membersihkan darah & kotoran hewan halal. Yang ingin saya tanyakan :

1. Daging hewan kurban umumnya dimasukkan ke kresek putih. Jika darah nya menempel di luar kresek lalu sisa daging disimpan di kulkas, apakah najis darahnya jadi menempel di kulkas? Karna yang masak itu ibu saya, dan terkadang orang tua saya kurang memperhatikan masalah najis darah sehingga setelah tangan beliau setelah tersentuh darah malah menyentuh benda lain dan tidak dibersihkan.

2. Apakah kotoran & darah udang najis? Di rumah makan sekitar laut biasanya dijual seafood. Tapi udangnya tidak dibersihkan kotorannya. Hanya darahnya yang dibersihkan. Itu bagaimana hukumnya? Jika udang laut saya tahu halal, tapi bagaimana jika udang air tawar?

3. Apakah saya berdosa membiarkan orang tua saya salah membersihkan najis yang benar? Jujur saya malas jika dimarahi saat memberitahu. Kadang orang tua menyangkal saran saya karna tidak mau ribet. Mungkin gengsi mereka lebih pengalaman. Tapi saya hanya memberitahu tentang agama walau saya juga harus mencari di internet. Cape hati saya. Ujungnya paati saya yang membatin. Saya tidak tahu apakah saya yang terlalu takut dengan najis yang tersebar atau memang aturan menyucikan najis seperti yang saya tahu

Terima kasih banyak.

JAWABAN

1. Darah pada daging termasuk darah yang dimaafkan. Jadi kalau dimasak tanpa dibasuh terlebih dahulu itu tidak masalah.

Imam Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’ ala Syarhil Muhadzab, hlm. 2/557, menyatakan:


قوله (فرع) مما تعم به البلوى الدم الباقي على اللحم وعظامه وقل من تعرض له من اصحابنا فقد ذكره أبو إسحق الثعلبي المفسر من اصحابنا ونقل عن جماعة كثيرة من التابعين انه لا بأس به ودليله المشقة في الاحتراز منه وصرح احمد واصحابه بان ما يبقى من الدم في اللحم معفو عنه ولو غلبت حمرة الدم في القدر لعسر الاحتراز منه وحكوه عن عائشة وعكرمة والثوري وابن عيينة وأبى يوسف واحمد واسحق وغيرهم واحتجت عائشة والمذكورون بقوله تعالي (الا أن يكون ميتة أو دما مسفوحا) قالوا فلم ينه عن كل دم بل عن المسفوح خاصة وهو السائل

Artinya, Sebagian hal yang umum terjadi adalah darah yang tersisa pada daging dan tulang hewan. Sedikit sekali ulama yang menjelaskan tentang hal ini dari para Ashab. Permasalahan ini dijelaskan oleh Abu Ishaq Ats-Tsa’labi, pakar tafsir dari golongan Ashabus Syafi’i, dan dinukil dari segolongan ulama tabi’in bahwa darah tersebut tidak perlu dipermasalahkan. Adapun dalilnya adalah sulitnya menghindari darah ini. Imam Ahmad dan para Ashab Ahmad menjelaskan bahwa darah yang menetap pada daging dihukumi ma’fu (dimaafkan), meskipun warna merah dari darah mendominasi pada cawan (untuk mewadahi daging). Ketentuan tersebut juga diceritakan dari Sayyidah A’isyah, ‘Ikrimah, Ats-Tsauri, Ibnu ‘Uyainah, Abu Yusuf, Imam Ahmad, Ishaq dan ulama-ulama yang lain. Sayyidah A’isyah RA dan para ulama tersebut mendalilkan ke-ma’fuan darah yang ada pada daging ini dengan ayat ‘Kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir’ para ulama berkata, ‘Allah tidak mencegah (mengonsumsi) semua jenis darah, tapi pada darah yang mengalir saja,’”

2. Kotoran ikan juga termasuk yang dimakfu.

Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in menegaskan.


وَنَقَلَ فِي الْجَوَاهِرِ عَنِ الْأَصْحَابِ لَا يَجُوْزُ أَكْلُ سَمَكٍ مُلِحَ وَلَمْ يُنْزَعْ مَا فِيْ جَوْفِهِ أَيْ مِنَ الْمُسْتَقْذَرَاتِ وَظَاهِرُهُ لَا فَرْقَ بَيْنَ كَبِيْرِهِ وَصَغِيْرِهِ لَكِنْ ذَكَرَ الشَّيْخَانِ جَوَازَ أَكْلِ الصَّغِيْرِ مَعَ مَا فِيْ جَوْفِهِ لِعُسْرِ تَنْقِيَّةِ مَا فِيْهِ

Artinya, “Al-Qamuli dalam kitab Al-Jawahir mengutip dari kalangan Syafi’i bahwa tidak diperbolehkan mengonsumsi ikan asin yang tidak dibersihkan kotoran-kotoran di dalamnya. Zhahir dari kutipan Al-Qamuli ini tidak membedakan antara ikan besar dan kecil. Tetapi dua guru besar madzhab Syafi’i (Al-Nawawi dan Ar-Rafi’i) menyebutkan, diperbolehkan mengonsumsi ikan kecil beserta kotoran di dalam perutnya, sebab sulitnya membersihkan kotoran tersebut.”

Ahmad bin Umar As-Syathiri dalam Syarah Bughyatul Mustarsyidin, hlm. 1/337, menegaskan.


وَقَدِ اتَّفَقَ ابْنَا حَجَرٍ وَزِيَادٍ وَ م ر وَغَيْرُهُمْ عَلَى طَهَارَةِ مَا فِيْ جَوْفِ السَّمَكِ الصَّغِيْرِ مِنَ الدَّمِ وَالرَّوْثِ وَجَوَازِ أَكْلِهِ مَعَهُ وَأَنَّهُ لَا يَنْجُسُ بِهِ الدُّهْنُ بَلْ جَرَى عَلَيْهِ م ر الْكَبِيْرَ أَيْضاً (قوله في الكبير أيضا) وَاعْتَمَدَ ابْنُ حَجَرٍ وَابْنُ زِيَادٍ عَدَمَ الْعَفْوِ عَمَّا فِيْ جَوْفِهِ مِنَ الرَّوْثِ لِعَدَمِ الْمَشَقَّةِ فِي إِخْرَاجِهِ إِذَا كَانَ كَبِيْراً.

Artinya, “Ibnu Hajar, Ibnu Ziyad dan Ar-Ramli sepakat sucinya (dalam arti ma’fu) darah dan kotoran ikan kecil dan diperbolehkan mengonsumsi ikan tersebut beserta darah dan kotorannya serta tidak dapat menajiskan minyak. Bahkan Ar-Ramli memberlakukan hukum tersebut untuk ikan besar juga. Sementara Ibnu hajar dan Ibnu Ziyad tidak menghukumi ma’fu kotoran ikan besar, sebab tidak ada masyaqqah (keberatan) dalam membersihkannya”.

3. Orang tua anda dalam soal darah daging dan kotoran ikan tidak salah. jadi tidak perlu dikoreksi.
Baca detail: Najis dan Cara Menyucikan

Kembali ke Atas