Hukum Laki-laki Memakai Kalung
Hukum Laki-laki Memakai Kalung
HUKUM MEMAKAI KALUNG DAN GAJI PEGAWAI YAYASAN ANAK YATIM
Assalamu’alaikum Warahmatullah
begini ustadz, saya mau tanya, saya sedang bingung mengenai masalah gaji (uang) dari pekerjaan saya.
saya kerja di rumah sebagai pengrajin kalung jenitri, awalnya saya ngga peduli yang penting ada kegiatan, ada kerjaan, cuma setelah dipikir kalung kan dilarang buat lelaki, terus ini dijualnya ke non muslim, saya mikirnya kalau kalungnya nanti dipakai non muslim (hindu / budha ) buat ibadah gitu, lalu uang yang sudah saya terima selama ini apakah haram / halal / bagaimana karena ada keraguan ?
kemudian saya ditawari untuk ikut membantu di yayasan panti asuhan di tempat saya, saya mau karena itu baik membantu anak yatim hanya saja saya ragu apabila nanti dikasih upah (yang kemungkinan uang sumbangan / donasi) apakah hukumnya halal (boleh) asal secukupnya / haram (dilarang), saya ragu ragu ?
mohon jawabannya.
terimakasih
Wassalamu’alaikum Warahmatullah
JAWABAN
1. a. Hukum kalung bagi laki-laki ulama berbeda pendapat. Mayoritas menyatakan haram karena dianggap serupa dengan perempuan. Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 4/331, menyatakan:
قَالَ أَصْحَابُنَا يَجُوزُ لِلرَّجُلِ خَاتَمُ الْفِضَّةِ بِالْاِجْمَاعِ وَأَمَّا مَا سِوَاهُ مِنْ حُلِيِّ الْفِضَّةِ كَالسِّوَارِ وَالْمُدَمْلَجِ وَالطَّوْقِ وَنَحْوِهَا فَقَطَعَ الْجُمْهُورُ بِتَحْرِيمِهَا
Artinya: Para ulama dari kalangan madzhab kami (madzhab syafii) berkata, boleh bagi laki-laki memakai cincin yang terbuat dari perak sesuai dengan ijma` para ulama. Adapun selainnya yaitu perhiasan yang dibuat dari perak seperti gelang tangan, gelang yang dipakai di antara siku dan bahu, kalung, dan sejenisnya maka mayoritas ulama menentapkan keharamannya”. (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, tahqiq: Muhammad Bakhith Muthi’i, Jeddah-Maktabah al-Irsyad, juz, 4, h. 331)
Istilah “mayoritas mengharamkan” artinya, ada sebagian ulama yang membolehkan kalung perak di pakai laki-laki.
Letak perbedaan pendapat ulama ini karena perbedaan dari segi sebabnya: apakah pemakaian kalung itu termasuk perilaku yang menyerupai dengan perempuan atau tidak. Karena kalau menyerupai berarti diharamkan berdasarkan sebuah hadits sahih riwayat Bukhari Nabi bersabda:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
Artinya: Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki
Apabila demikian, maka barang jualan anda tergolong jualan yang masih dibolehkan. Apalagi kalau dipakai untuk nonmuslim. Apabila dibolehkan, maka halal hasil penjualan dari barang tersebut. Baca juga: http://www.alkhoirot.net/2015/12/hukum-tindik-hidung-bibir-alis-telinga.html
2. Mengambil atau menerima upah dari yayasan anak yatim dibolehkan asal tidak melebihi gaji yang standar berlaku. Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj, hlm. 5/186, menyatakan:
( فرع ) ليس للولي أخذ شيء من مال موليه إن كان غنيا مطلقا فإن كان فقيرا وانقطع بسببه عن كسبه أخذ قدر نفقته عند الرافعي ورجح المصنف أنه يأخذ الأقل منها ومن أجرة مثله وإذا أيسر لم يلزمه بدل ما أخذه .
Artinya: Tidak boleh secara mutlak bagi wali (orang yang mengurus anak yatim) untuk mengambil harta anak yang diurus apabila ia kaya. Apabila miskin dan tidak punya pekerjaan karena tugas ini maka ia boleh mengambil harta anak yatim itu sekedar nafkahnya menurut Imam Rofi’i. Mushannif mengunggulkan pendapat yang menyatakan bahwa wali hendaknya mengambil jumlah paling sedikit dari kebutuhannya dan dari upah standar (ujroh misil). Apabila wali kaya (beberapa waktu kemudian) maka tidak wajib baginya mengganti uang yang diambilnya.
Baca juga:
– Batas Status Anak Yatim
– Memakan Harta Anak Yatim
UCAPAN TALAK TANPA NIAT CERAIKAN ISTRI
1.assalamualaikum wr wb.pak kyai mau tanya kalo mengucapkan kata kata talak tapi maksudnya bukan untuk menceraikan istri ap hukumnya? dan apakah sama maksud dengan niat itu?
2. lalu apa yang di maksud hadits ini?
وَمَتَى لَمْ تَتَوَافَرْ شَرَائِطُهُ فَإِنَّ الطَّلاَقَ لاَ يَقَعُ، كَمَا لَوْ أَجْرَاهُ عَلَى قَلْبِهِ دُونَ أَنْ يَتَلَفَّظَ بِهِ إِسْمَاعًا لِنَفْسِهِ أَوْ بِحَرَكَةِ لِسَانِهِ
Artinya: Apabila syarat-syaratnya tidak terpenuhi, maka talak tidak terjadi. Seperti suami menyatakan talak dalam hati tanpa mengucapkan (melafalkan) yang bisa didengar oleh dirinya sendiri atau dengan gerakan lisannya.
A.penjelasan lisanya, itu maksudya hanya gerakan lidah saja apa gerakan bibir ?
B.bagaimana jika mengucapkan talak tapi tidak bersuara dan di dengar diri sendiri pun tidak?
tolong di jelaskan pak yai
matur ksuwun,terimakasih
wassalamualaikum wr wb
JAWABAN
1. Kurang jelas apa yang anda maksudkan. Namun kalau maksudnya itu adalah anda memakai kata ‘talak’ untuk bercerita tentang orang lain yang bercerai atau dalam konteks seorang guru yang mengajar tentang masalah talak, maka jawabnya adalah tidak terjadi talak. Baca detail: Bercerita Talak
2. Pertama, kutipan itu bukan dari hadits tapi berasal dari keterangan dari kitab Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah (Ensiklopedi Fiqih). Adapun maksudnya sbb:
2.a. Maksudnya, ucapan lisan atau perkataan yang bisa didengar secara jelas oleh telingan yang mengucapkan.
2.b. Tidak terjadi talak kalau tidak bisa didengar oleh diri sendiri. Baca detail: Cerai dalam Islam
NIKAH PAKSA, APAKAH DOSA KALAU MENOLAK?
Assalamu’alaikum wr.wb
Saya mau bertanya.
Ada seorang anak perempuan yang tidak setuju di jodohkan oleh orang tuanya , dia sudah menolak dengan berbagai cara tetapi tetap tidak bisa karena sudah terjadi pembicaraan antar keluarga / lamaran. Akhirnya anak tersbut terpaksa setuju dengan niat berbakti kepada orang tua, tetapi ternyata dia tetap tidak bisa menerima suaminya tersebut. Setelah 1 bulan lebih menikah belum terjadi ” hubungan badan ” pada pasangan tersebut.
Pertanyaan saya,
1.) Apakah dosa jika sang wanita tersebut meminta cerai ( bersedia mengembalikan maharnya ) dia sudah menyerah dengan pernikahannya , karena hatinya yang tetap saja tidak bisa menerima meskipun dia sudah berusaha.
2.) Jika sudah meminta cerai tetapi sang suami tidak mau menguruskan surat cerai di pengadilan agama & sudah berpisah rumah, apakah boleh sang istri kembali tholabul ilmi di pesantren sebelum dia mengurus sendiri surat cerainya di pengadilan?
Terimakasih sebelumnya,
Wassalamu’alaikum wr.wb
JAWABAN
1. Tidak berdosa. Tidak mencintai suami bisa menjadi alasan untuk meminta cerai. Baca detail: Istri Minta Cerai karena Tidak Cinta
2. Cerai secara agama bisa sah dengan ucapan lisan suami. Maka, mintalah suami untuk mengatakan “Aku cerai kamu” sebagai tanda dia sudah menceraikan anda. Kalau itu sudah diucapkan, maka anda sudah menjadi manusia bebas tidak lagi terikat hubungan suami-istri. Dan anda bisa mondok untuk mencari ilmu. Setelah itu, anda dan keluarga anda bisa mengurus gugat cerai ke pengadilan agama sebagai formalitasnya agar kelak bisa menikah lagi dengan pria lain. Baca detail: Cerai dalam Islam