Hukum Memotret Patung, Apakah Sama Dengan Membuatnya?
HUKUM MEMOTRET PATUNG, APAKAH SAMA DENGAN MEMBUATNYA?
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Saya mau bertanya mengenai hukum memotret patung dalam Islam. Membuat patung itu kan dilarang dalam Islam. Lalu, dalam Islam, bagaimana hukumnya memotret objek berupa patung dan menyimpan foto tersebut? Apabila diharamkan, apakah ancamannya di hari kiamat adalah sama seperti membuat patung yaitu meniupkan ruh ke dalamnya?
Wassalam. Terima kasih.
JAWABAN
Hukum haramnya patung sudah jelas. Baca detail: Hukum Gambar
Namun terkait fotonya sebagian ulama menyatakan boleh karena berbeda hukumnya. Seperti haramnya melihat aurat lawan jenis secara langsung, namun boleh melihat melalui cermin atau bayangannya. Foto bisa dianalogikan dengan cermin dalam arti sama-sama bukan benda aslinya.
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, hlm. 7/192, menyatakan:
(إلَى عَوْرَةِ حُرَّةٍ) خَرَجَ مِثَالُهَا فَلَا يَحْرُمُ نَظَرُهُ فِي نَحْوِ مِرْآةٍ كَمَا أَفْتَى بِهِ غَيْرُ وَاحِدٍ وَيُؤَيِّدُهُ قَوْلُهُمْ لَوْ عَلَّقَ الطَّلَاقَ بِرُؤْيَتِهَا لَمْ يَحْنَثْ بِرُؤْيَةِ خَيَالِهَا فِي نَحْوِ مِرْآةٍ؛ لِأَنَّهُ لَمْ يَرَهَا وَمَحَلُّ ذَلِكَ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ حَيْثُ لَمْ يَخْشَ فِتْنَةً وَلَا شَهْوَةً وَلَيْسَ مِنْهَا الصَّوْتُ فَلَا يَحْرُمُ سَمَاعُهُ إلَّا إنْ خَشِيَ مِنْهُ فِتْنَةٌ وَكَذَا إنْ الْتَذَّ بِهِ كَمَا بَحَثَهُ الزَّرْكَشِي
Artinya: (haram memandang aurat wanita merdeka) dikecualikan bayangannya. Maka tidak haram memandangnya melalui cermin sebagaimana difatwakan oleh lebih dari satu ulama. Pandangan ini dikuatkan oleh argumen dalam masalah talak muallaq untuk tidak melihat istrinya itu tidak dianggap melanggar suampah dengan melihat istrinya melalui cermin karena tidak dianggap melihatnya (secara langsung). Letak kebolehan ini apabila tidak takut terjadinya fitnah dan syahwat. Termasuk tidak haram adalah suara perempuan. Tidak haram mendengar suara wanita kecuali apabila takut terjadi fitnah, atau merasa enak sebagaimana dibahas Al-Zarkasyi.
Al-Ramli dalam Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, hlm. 6/187, menyatakan:
(إلَى عَوْرَةِ حُرَّةٍ) خَرَجَ مِثَالُهَا فَلَا يَحْرُمُ نَظَرُهُ فِي نَحْوِ مِرْآةٍ كَمَا أَفْتَى بِهِ جَمْعٌ؛ لِأَنَّهُ لَمْ يَرَهَا وَلَيْسَ الصَّوْتُ مِنْهَا فَلَا يَحْرُمُ سَمَاعُهُ مَا لَمْ يَخَفْ مِنْهُ فِتْنَةً، وَكَذَا لَوْ الْتَذَّ بِهِ عَلَى مَا بَحَثَهُ الزَّرْكَشِيُّ،
القليوبي 3/209 والبجيرمي 3/372. وعبارتهم :
وَخَرَجَ بِهِ رُؤْيَةُ الصُّورَةِ فِي الْمَاءِ أَوْ فِي الْمِرْآةِ فَلَا يَحْرُمُ وَلَوْ مَعَ شَهْوَةٍ.
وزيادتهم : (ولو مع شهوة) فيها نظر كبير، وبها يستدل من جوز النظر إلى النساء بشهوة في التلفاز.. ولا يخفى ما فيه .. مع مخالفته لمعتمد المذهب
Baca detail: Hukum Memandang Wanita di TV dan Foto
JANJI MEMBERI ANAK YATIM DARI GAJI BULANAN
Assalamualaikum pak ustadz, saya ingin bertanya.
Misalnya ne pak ustadz, jika kita baru mulai bekerja dan kita mengatakan besok kalau kita gajian kita akan ngasih anak yatim, dan ternyata benar setelah gajian di bagikan ke beberapa anak yatim, tapi tidak terlalu banyak, maklum karena gaji tidak terlalu banyak.
Tetapi beberapa tahun kemudian gajinya turun,,, dan kita tidak memberi anak yatim lagi dengan alasan gajinya tidak cukup untuk keperluan sehari harinya.
Yang ingin saya tanyakan bagaimana hukumnya, mohon penjelasannya pak ustadz
JAWABAN
Itu disebut janji. Bukan nadzar. Menepati janji untuk memberikan sebagian gaji untuk anak yatim itu baik. Tentu saja menurut kemampuan. Karena dalam janji itu tidak menyebutkan jumlah minimal atau maksimal, maka bebas bagi anda untuk memberi berapapun. Baca detail: Hukum Janji
Adapun apabila saat ini gaji anda tidak mencukupi untuk hidup sehari-hari karena nilainya turun, maka tidak ada kewajiban bagi anda untuk melaksanakan janji tersebut. Karena kebutuhan diri sendiri itu harus didahulukan dibanding kebutuhan orang lain. Perlu diketahui bahwa janji itu beda dengan nadzar. Dalam kasus nadzar, apabila tidak menepati nadzar maka harus membayar kafarat. Sedangkan janji tidak ada kewajiban tersebut. Baca detail: Hukum Nadzar
TANDA KEMATIAN 100 HARI MENJELANG AJAL
Asallamualaikum pak ustadz saya mau bertanya, saya pernah mendengarkan ceramah dari mamah dedeh dan penceramah lainnya,klau ada tanda 100 hari menjelang ajal dan mereka bilang itu ulama yang mengatakan apa itu benar pak ustadz, kebetulan saya mengalami dingin dan gemetar pada waktu ashar dan itu membuat saya sangat ketakutan dan tidak tenang mohon dijawab pak ustadz apakah ada dalilnya mohon di jawab pak ustadz hidup saya jadi tidak tenang terima kasih pak ustadz
Asallamualaikum
JAWABAN
Itu tidak benar. Tidak ada yang tahu ajal seseorang selain Allah. Fokuslah untuk berbuat kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain. Selebihnya pasrahkan diri pada Allah. Baca detail: Tanda Kematian
HALAL HARAM BAGI HASIL DARI TABUNGAN
Assalamu’alaikum ….
Di kampung saya ada seorang sebut saja Bu T, Bu T mengumpulkan nasabah untuk nabung dengan sistem setoran tetap dan tiap minggu, saya termasuk nasabahnya, saya setor 50.000/minggu selama 42 Minggu, dan hasil yang saya peroleh 2.580.000 harusnya kalau 50.000 dikalikan 42 cuma 2.100.000, kata adik saya bagi hasil itu halal. akan tetapi Bu Tari ini uang dari nasabahnya itu dipinjamkan lagi kepada nasabah lain atau orang lain dengan tempo 3 bulan dan bunga pinjaman 10%. jadi uang lebih yang saya peroleh itu dari hasil bunga pinjaman itu. apakah uang lebih yang saya peroleh tersebut termasuk bagi hasil yang halal atau Riba yang haram??? .
kalau misal haram seandainya uang lebih tersebut saya sumbangkan ke orang miskin apa tidak masalah??? demikian pertanyaan dari saya. terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
JAWABAN
1. Menentukan keuntungan di muka atas tabungan/pinjaman yang diberikan termasuk riba menurut mayoritas ulama. Walaupun cara itu ada ulama yang membolehkan apabila dianggap sebagai bagi hasil. Baca detail: Hukum Bank Konvensional
2. Boleh disedekahkan pada orang miskin. Baca detail: Hukum Harta Syubhat dan Cara Membersihkan Harta Haram