Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

     

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Hukum Muslim Membangun Gereja

Hukum Muslim Membangun Gereja

Hukum Muslim Membangun Gereja vihara kuil kelenteng, dll. Baik sebagai tukang, kuli bangungan, kontraktor, pemasok alat bangunan, dsb. Apakah berdosa, makruh atau mubah?

Hukum tukang dan kuli Muslim Membangun Gereja dan tempat ibadah non-Islam lainnya

Assalamu’alaikum ustadz,

gereja adalah tempat orang berkumpul untuk menyekutukan Allah..

Bagaimana hukum kuli bangunan yang membangun gereja?

Apakah dia dihukumi musyrik dan murtad karena telah membantu dalam kemusyrikan?

JAWABAN

Ulama mazhab empat berbeda pendapat tentang hukum tukang bangunan, kuli dan kontraktor muslim yang membangun gereja atau tempat ibadah non-muslim lainnya. Antara haram dan boleh. Namun tidak ada yang menyatakan atau menghukumi musyrik atau murtad.

URAIAN

Pendapat yang Membolehkan: Mazhab Hanafi

Pertama, pendapat yang membolehkan. Mazhab Hanafi menyatakan boleh bagi muslim yang jadi kuli, tukang bangunan, kontraktor atau arsitektur atau siapapun yang berkontribusi dalam pembangunan tempat ibadah non-muslim seperti gereja, vihara, kuil, kelenteng, dll.

Ibnu Najim Al-Hanafi dalam kitab Al-Bahr Ar-Ra’iq Syarh Kanz ad-Daqa’iq, hlm. 8/231, menyatakan:

وَفِي التَّتَارْخَانِيَّة: وَلَوْ أَجَّرَ الْمُسْلِمُ نَفْسَهُ لِذِمِّيٍّ لِيَعْمَلَ فِي الْكَنِيسَةِ فَلَا بَأْسَ بِهِ

Artinya: Di dalam Al-Fatawa At-Tatarkhaniyah (kitab kumpulan fatwa mazhab Hanafi karya Syeikh Alim bin Al-‘Ala Ad-Dahlawi): Jika seorang muslim menyewakan (menjual jasa) dirinya kepada seorang dzimmi untuk bekerja di sinagoge, maka tidak apa-apa.

Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, hlm. 4/688, menjelaskan:

يَجُوْزُ لِلشَّخْصِ عِنْدَ أَبِيْ حَنِيْفَةَ أَنْ يُؤْجِرَ نَفْسَهُ أَوْ سَيَّارَتَهُ أَوْ دَابَّتَهُ بِأَجْرٍ لِتَعْمِيْرِ كَنِيْسَةٍ، أَوْ لِحَمْلِ خَمْرِ ذِمِّيٍّ، لَا لِعَصْرِهَا لِأَنَّهُ لَا مَعْصِيَّةَ فِي الْفِعْلِ عَيْنِهِ.

Artinya: Boleh bagi seseorang menurut Imam Abu Hanifah untuk menyewakan dirinya, mobilnya, atau tunggangannya dengan upah untuk membangun sinagog atau membawa khamar (miras) milik kafir dzimmi, bukan untuk memeras anggur (untuk dijadikan khamr), karena tidak ada kemaksiatan dalam substansi pekerjaan itu.

Ibnu Abidin dalam Hasyiyah Ibnu Abidin, hlm. 6/710, menyatakan:

قال في الخانية: ولو آجر نفسه ليعمل في الكنيسة ويعمرها، لا بأس به، لأنه لا معصية في عين العمل

Artinya: Dalam kitab Al-Khaniyah dikatakan: Apabila seorang muslim menyewakan diri untuk bekerja di gereja dan membangun gereja, maka itu tidak apa-apa. Karena, tidak ada unsur maksiat (keharaman) dalam pekerjaan itu sendiri.

Dalil Al-Quran yang mendasari pendapat di atas adalah QS. Al-Hajj 22:40:

وَلَوْلَا دَفْعُ اللّٰهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَّصَلَوٰتٌ وَّمَسٰجِدُ يُذْكَرُ فِيْهَا اسْمُ اللّٰهِ كَثِيْرًاۗ

Artinya: Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja, sinagoge-sinagoge, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.

Pendapat yang haram atau makruh: selain mazhab Hanafi

Kedua, pendapat yang mengharamkan atau memakruhkan.

Imam Malik dalam Al-Mudawwanah Al-Kubro, hlm. 4/433, menyatakan haram:

“قلتُ: أرأيتَ الرجل أيجوز له أن يؤاجر نفسه في عمل كنيسة في قول مالك؟ قال: لا يحلُّ له؛ لأن مالكا قال: لا يؤاجر الرجل نفسه في شيء مما حرَّم الله. قال مالك: ولا يكري داره ولا يبيعها ممَّن يتَّخذها كنيسة.

Artinya: Aku (Sahnun) bertanya: Apa pendapat Anda (Imam Malik) terhadap seorang lelaki bolehkan dia menyewakan dirinya untuk bekerja membangun gereja menurut pendapat Malik? Ia (Malik) berkata: Tidak halal (alias haram). Karena Imam Malik berkata: Seseorang tidak boleh menyewakan dirinya pada sesuatu yang diharamkan Allah. Malik berkata: Tidak boleh menyewakan rumah, tidak menjualnya pada orang yang akan menjadikannya gereja.

Mazhab Hanbali menyatakan haram. Ibnu Taimiyah dalam Iqtidha Al-Shirat Al-Mustaqim, hlm. 1/244, menjelaskan:

وكذلك الإجارة لبناء كنيسة أو بيعة أو صومعة كالإجارة لكَتْب كتبهم المحرفة

Artinya: Begitu juga haram menyewakan diri untuk membangun gereja atau biara sebagaimana haramnya menyewakan diri untuk menulis kitab suci mereka yang sesat.

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, hlm. 6/38, menyatakan haram:

ولا على معصية كبيت النار والبيع والكنائس‏، وكتب التوراة والإنجيل لأن ذلك معصية، فإن هذه المواضع بنيت للكفر، وهذه الكتب مبدلة منسوخة،

Artinya: Haram untuk maksiat seperti rumah api (majusi), biara, gereja dan kitab-kitab taurat dan injil karena itu maksiat. Tempat-tempat ibadah ini dibangun untuk kekufuran sedangkan kitab-kitab ini sudah dirubah.

Imam Syafii dalam Al-Umm, hlm. 5/510, mengatakan makruh:

وَأَكْرَهُ لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَعْمَلَ بِنَاءً أَوْ نِجَارَةً أَوْ غَيْرَهُ فِي كَنَائِسِهِمْ الَّتِي لِصَلَوَاتِهِمْ

Artinya: Aku memakruhkan bagi seorang muslim yang bekerja membangun, menjadi tukang kayu, atau lainnya dalam gereja-gereja mereka yang digunakan untuk ibadah mereka.

Baca detail: Hukum Dokter Mengobati Pasien Lawan Jenis

Al-Khatib Asy-Syirbini (mazhab Syafi’i) dalam Al-Iqna’, hlm. 2/227, juga mengatakan makruh:

وَلَا يَنْبَغِي لِفَعَلَةِ الْمُسْلِمِينَ وَصُيَّاغِهِمْ أَنْ يَعْمَلُوا لِلْمُشْرِكِينَ كَنِيسَةً أَوْ صَلِيبًا

Artinya: Tidak seharusnya bagi para pekerja dan para tukang cetak emas/perak muslim untuk membuat sinagoge/gereja atau salib bagi orang-orang musyrik (menyekutukan Allah).

Taqiuddin As-Subki (mazhab Syafi’i) dalam Fatawa As-Subki, hlm. 4/175, menyatakan:

فإن بناء الكنيسة حرام بالإجماع، وكذا ترميمها

Artinya: Membangun gereja adalah haram secara ijmak begitu juga merenovasinya.

Baca juga: Hukum Bisnis dengan Non Muslim

Dalil nash yang mendasari pendapat kedua ini adalah QS Al-Maidah 5:2

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Artinya: Saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.

Baca juga: Hukum Wajib Sunnah Makruh Mubah

KESIMPULAN

1. Hukum berkontribusi dalam bentuk apapun atas pembangunan tempat ibadah atau percetakan kitab suci non-Islam terjadi khilafiyah (perbedaan ulama).

2. Tidak berakibat murtad. Bahkan jauh dari itu.

Cara konsultasi Islam

Kembali ke Atas