Hukum Sholawat Batra
HUKUM SHOLAWAT BATRA / PUTUS / TIDAK MENYEBUT KELUARGA NABI
Assalamualaikum
Pak ustadz, sy ingin bertanya ttg hukum sholawat batra atau sholawat buntung alias terputus karena tidak menyebutkan keluarga nabi muhammad saw
Sy baca di salah satu web, bahwa
Ibnu Hajar Dalam Ash-Shawaiq Al-Muhriqah 87, bab 11 berkata bahwa Nabi saw bersabda: “Janganlah kalian bershalawat kepadaku dengan shalawat batra’. Kemudian sahabat bertanya: “Apakah shalawat batra’ itu wahai Nabi? Kemudian Nabi saw menjawab: “Kalian hanya mengucapkan: “Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad.”. ﺍﻟﻠّﻬﻢ ﺻﻞِّ ﻋﻠﻰ ﻣﺤﻤّﺪ
Akan tetapi hendaknya kalian mengucapkan: Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad : ﺍﻟﻠّﻬﻢ ﺻﻞّ ﻋﻠﻰ ﻣﺤﻤّﺪ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻝ ﻣﺤﻤّﺪ
Pertanyaan:
Lalu bagaimana hukumnya demgan sholawat jibril? Shollallahu ‘alaa Muhammad ? Apakah juga tidak boleh di jadikan dzikir?
JAWABAN
Pertama, perlu diketahui bahwa hadits terkait shalat batra’ itu adalah hadits dhaif. Al-Sakhawi dalam kitab Al-Qaul Al-Badi’ fi Al-Sholat ala Al-Habib Al-Syafi’, hlm. 121, menyatakan:
ويروى عنه صلى الله عليه وسلم – مما لم أقف على إسناده – : ( لا تصلوا علي الصلاة البتراء . قالوا : وما الصلاة البتراء يا رسول الله ؟ قال : تقولون اللهم صل على محمد ، وتمسكون ، بل قولوا : اللهم صل على محمد وعلى آل محمد ) أخرجه أبو سعد في شرف المصطفى
Artinya: Diriwayatkan dari Rasulullah sebuah hadits yang sanadnya tidak sampai para Nabi yaitu hadits tentang sholawat batra’ yang diriwayatkan oleh Abu Sa’d dalam Syarof Al-Mustofa.
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Al-Shawa’iq Al-Muhriqah, hlm. 2/430, menyatakan hadits ini dhaif karena memakai ungkapan “yurwa” (diriwayatkan) tanpa merujuk pada kitab-kitab Sunnah.
Syaikh Usman dalam kitab Kasyaf Al-Jani fi Al-Radd ala Al-Tijani, hlml. 59-60, menyatakan:
ما أجرأ التيجاني على الكذب ! وقد رجعت إلى كتب التفسير ، فلم أجد أحدا ذكر هذا الحديث ، أما الصلاة البتراء فهي من كذبات التيجاني ، ولم يذكرها أحد من المفسرين الذين رجعت إلى كتبهم ، وهم الطبري ، وابن العربي ، والقرطبي ، والنسفي ، والشوكاني ، وابن الجوزي ، وابن تيمية ، وابن عطية ، والنسائي ، والسيوطي
Artinya: Tijani berbohong. Aku telah meneliti berbagai kitab tafsir, tapi tidak aku dapatkan seorangpun (ulama tafsir) yang menyebutkan hadits ini. Sholawat Batra’ adalah bagian dari kebohongan Tijani. Tidak ada satupun ahli tafsir yang aku teliti kitabnya yang menyebutkan hadits ini dalam kitab mereka seperti Tabari, Ibnu Arabi, Qurtubi, Nasafi, Syaukani, Ibnul Jauzi, Ibni Taimiyah, Ibnu Atiyah, Nasai, dan Suyuti.
HUKUM MEMBACA SHALAWAT ITU SUNNAH
Membaca shalawat di luar shalat adalah sunnah. Dan tidak ada hadits yang menyatakan harus selalu menyertakan kata “alihi”.
Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj, hlm. 1/27, menyatakan:
إنها – يعني الصلاة على الآل – مستحبة عليهم بالنص
Artinya: Membaca shalawat beserta keluarga Nabi itu sunnah (tidak wajib).
Al-Ibadi dalam Hawasyi Tuhfatul Muhtaj, hlm. 1/27, menyatakan:
ترك الصلاة على الآل والصحب : لا حرج في ذلك ولا كراهة
Artinya: Meninggalkan ucapan ali dan sahbi saat membaca shalawat itu tidak apa-apa juga tidak makruh.
Dalam Ahkam Al-Quran, hlm. 1/73, disebutkan Imam Syafi’i berkata:
إني لأحب أن يدخل مع آل محمد صلى الله عليه وسلم أزواجه وذريته ; حتى يكون قد أتى ما روي عن النبي صلى الله عليه وسلم
Artinya: Aku menghukumi sunnah pengucapan shalawat disertai dengan penyebutan keluarga, istri dan keturunan (alihi, azwajihi, dzurriyatihi).
Intinya, membaca alihi saat membaca shalawat adalah sunnah. Baik dilakukan sebagai bentuk kesempurnaan shalawat, boleh juga ditinggalkan dengan tetap mendapat keutamaan shalawat.
Baca detail: Sholawat Nabi
WAS-WAS MURTAD
Assalamu’alaykum ustadz,
Saya ingin bertanya… saya mengalami penyakit was was yg sudah parah… banyak sekali was was yg terjadi pada saya… sampe saat emosi dengan was2 tsb kata2 murtad pun timbul di pikiran saya… saya takut telah mengucap kata2 tersebut antra saya sadar/tidak… kmudian saya terus mengulang2 ingtan tsb dan berasa mulut saya mnfikuti kata2 tsb… apa saya berdosa besar atas itu ustadz? Apa perlu mengucap syahadat kembali?
Selain itujuga sering muncul klimat2 yg nengarah ke kekufuran
Saya sudah mencoba mengabaikannya, tetapi saya selalu merasa berdosa besar kpd Allah… Bagaimana cara mengatasinya ustadz? Terima kasih..
JAWABAN
Pertama, kami tidak mendapat penjelasan ucapan murtad seperti apa yang ada di fikiran anda. Sebab belum tentu yang kata anda berakibat murtad itu berakibat murtad benaran secara hukum syariah. Apapun itu, selagi ucapan tersebut masih menjadi lintasan hati, maka itu dimaafkan. Nabi bersabda dalam hadis sahih riwayat Bukhari dan Muslim:
إن الله تجاوز لأمتي عما وسوست أو حدثت به أنفسها ما لم تعمل به أو تكلم.
Artinya: Allah memaafkan umatku atas was-was atau lintasan hati selagi dia tidak melakukannya atau tidak mengucapkannya. Baca detail: Lintasan Hati Ingin Murtad