Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

     

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Hukum Transaksi Valuta Asing antar Negara

Hukum Transaksi Valuta Asing antar Negara

Hukum Transaksi Valuta Asing antar Negara via transfer bank yang tidak langsung cair. Masih menunggu beberapa jam atau hari baru masuk apakah termasuk riba nasi’ah?

Assalamualaikum Wr Wb

Pak Ustad,
Perkenalkan nama saya Rendy, saya ingin bertanya bab Muamalah.

Bisnis saya adalah jasa bayar/transfer/beli produk dari Tiongkok

Alurnya adalah sebagai berikut :
Alurnya ada 2 tipe :

Tipe 1 :
Customer —-> Kami —– > Penyedia Yuan —- > Seller yang ada di China

– Customer request untuk dibayarkan transaksi ke seller melalui platform/website kami. Ada juga customer yang requestnya manual via whatsapp.

– Customer menyetor uang rupiahnya ke rekening kami. Tagihan seller adalah dalam mata uang Yuan, namun sudah dikonversi otomatis di sistem menjadi rupiah.

– Setelah Uang Customer kami terima, customer mendapat slip tanda terima dari sistem. Lalu kami menghubungi penyedia mata Uang Yuan untuk mentransfer uangnya ke seller/marketplace yang ada di China (lintas negara).

– Kami transfer rupiah ke penyedia Yuan, Lalu penyedia yuan transfer ke seller/marketplace yang ada di china.

Biasanya untuk proses transfer penyedia yuan ke rekening Seller yang ada di China itu butuh waktu beberapa jam untuk masuk. Jadi tidak bisa langsung masuk. Misal kami transfer rupiahnya pukul 12.00, tapi yuanya baru masuk pukul 15.00.

Tipe 2 :
Customer —-> Kami —– > Penyedia Yuan –>Rek Bank Kami yang di China — > Seller yang ada di China
Untuk tipe 2 ini alurnya hampir sama dengan tipe 1, bedanya dari penyedia yuan, uang Yuan nya di transfer ke rekening kami yang ada di China terlebih dahulu, baru didistribusikan ke beberapa seller.

Catatan :
Lokasi Customer & Kami : di Indonesia
Lokasi Penyedia Yuan : Ada yang Di China, ada juga yang di Indonesia
Lokasi Seller/Marketplace : di China

Pertanyaanya :
Apakah alur transaksi kami diatas termasuk dalam kategori Riba Nasiah?
mengingat bahwa ada penundaan, mata uang Yuan nya tidak langsung masuk ke rekening china dikarenakan ada waktu proses.

Apakah alur kami ini bisa di qiaskan seperti TKI yang kirim uang dari luar negeri ke Indonesia yang juga tidak langsung sampai uangnya, karena biasa untuk transfer international bank juga butuh waktu beberapa hari untuk sampai di negera tujuan.

Kalau semisal termasuk Riba Nasiah, mohon bimbinganya alur yang bisa digunakan supaya tidak terkena riba nasiah.

Jazakallah Khairan Katsiran

Wasalam

JAWABAN

Karena Anda hanya menanyakan apakah transaksi tersebut termasuk riba nasi’ah atau tidak, maka jawaban kami akan dibatasi pada soal itu saja.

Mata uang dianggap barang ribawi sama dengan emas

Pertama, pembayaran yang dilakukan telah melibatkan dua mata uang yang berbeda. Sehingga di sini berlaku hukum sharf atau transaksi antar dua mata uang asing. Syarat prinsip dalam transaksi semacam itu adalah adanya taqabud atau yadan bi yadin atau tunai/kontan.
Nabi bersabda:

الذهب بالذهب، والفضة بالفضة يداً بيد، مثلا بمثل والفضل ربا، فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم إذا كان يداً بيد. رواه مسلم.

Artinya: Emas ditukar emas. Perak ditukar perak secara kontan dan sama. Kelebihan dari itu dianggap riba. Apabila jenisnya berbeda, maka bertransaksilah sesuka kalian asalkan kontan.

Hadis di atas dalam konteks tukar menukar valutas asing ada tiga pengertian:

a) Dalam segi jual beli mata uang yang sama jenisnya, seperti rupiah dengan rupiah, maka harus sama persis nilainya. Misalnya, uang 50.000 harus ditukar dengan 50.000. Kalau ditukar dengan 55.000 maka kelebihan yang 5.000 adalah riba fadhol (riba karena ada kelebihan).

b) Dalam segi jual beli mata uang yang tidak sama jenisnya, seperti rupiah dengan dolar AS, maka boleh tidak sama asalkan sama-sama rela. Misalnya 1 dolar AS ditukar dengan 15.000 rupiah.

Tukar menukar mata uang harus taqabud (kontan, tunai)

c) Baik dalam kasus pertama maupun kedua, keduanya harus dilakukan secara kontan. Tidak boleh tunda. Kalau ditunda, maka hukumnya haram dan termasuk riba nasi’ah (riba karena menunda). Misalnya, A punya rupiah dan membeli dolar pada B dengan harga 15.000 rupiah dan dibayar setelah dua hari. Ini disebut riba nasi’ah karena tidak dibayar kontan atau langsung pada saat transaksi.

Imam Nawawi dalam Syarah Muslim hlm. 11/10, menjelaskan hadis di atas sbb:

وقد أجمع العلماء على تحريم بيع الذهب بالذهب أو بالفضة مؤجلاً، وكذلك الحنطة بالحنطة أو بالشعير، وكذلك كل شيئين اشتركا في علة الربا” “شرح النووي على مسلم”

Artinya: Ulama sepakat haramnya jual emas dengan emas atau emas dengan perak secara tunda. Begitu juga gandum dengan gandum atau dengan tepung. Begitu juga masing-masing dua hal itu yang ada kesamaan dalam segi ribanya.

Baca juga: Bayar hutang dari harta haram

Taqabud haqiqi dan taqabud hukmi

Kedua, apakah transaksi yang anda lakukan itu masuk kategori tunda (ajal/nasi’ah) atau tunai (taqabudh)? Jawabnya adalah ia termasuk taqabud. Sehingga tidak dianggap sebagai riba nasi’ah. Asalkan transaksi dilakukukan secara langsung. Artinya, saat transaksi kedua pihak menyatakan bahwa jenis transaksi adalah transaksi tunai/langsung. Bahwa sampainya uang ternyata pada prakteknya masih ada penundaan beberapa jam atau hari itu tidak masalah dan tidak menghilangkan status sebagai akad tunai.

Dalam istilah ulama fikih, transaksi yang anda lakukan termasuk dalam kategori taqabud hukmi atau serah terima langsung secara hukum. Walaupun tidak taqabud secara hakiki.

URAIAN

Pengertian Taqabud (kontan, tidak tunda)

Taqabud pada dasarnya adalah keadaan di mana kedua pihak bertemu dalam satu tempat (majlis) dan saling menerima kedua barang yang ditransaksikan sebelum keduanya berpisah. Namun demikian, secara implisit Imam Nawawi menjelaskan bahwa taqabut haqiqi itu tidak harus berbentuk adanya barang sejak awal sampai akhir transaksi. Bisa saja barang itu baru ada setelah transaksi dilakukan. Yang penting taqabut atau saling menerima barang itu dilakukan sebelum berpisah.

Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, hlm. 11/ 10, menjelaskan:

أما إذا باع ديناراً بدينار كلاهما في الذمة ثم أخرج كل واحد الدينار، أو بعث من أحضر له ديناراً من بيته وتقابضا في المجلس فيجوز بلا خلاف عند أصحابنا؛ لأن الشرط أن لا يتفرقا بلا قبض وقد حصل ولهذا قال صلى الله عليه وسلم في الرواية التي بعد هذه ولا تبيعوا شيئاً غائباً منها بناجز إلا يداً بيد” “شرح النووي على مسلم”

Artinya: Adapun apabila seseorang menjual dinar (emas) dengan dinar (emas) yang lain di mana kedua benda itu masih dalam tanggungan (tidak ada pada saat transaksi), lalu masing-masing mengeluarkan dinarnya; atau masing-masing mengutus orang yang mendatangkan dinar dari rumahnya lalu saling menerima di majlis transaksi maka itu boleh secara mutlak. Karena, syaratnya adalah kedua pihak tidak berpisah tanpa menerima barang. Sedangkan barangnya sudah ada pada saat itu. Oleh karena itu, Nabi bersabda dalam riwayat yang setelah ini: “Jangan kalian menjual sesuatu yang ghaib (tidak ada) dengan barang yang ada kecuali dengan yadan bi yadin (langsung).”

Transaksi antar bank internasional termasuk taqabud hukmi

Berkaitan ini, maka Majelis Fatwa Yordania dalam fatwa no. 3035, tanggal 28-01-2015 menyatakan:

ومع تطور البشرية ابتكرت وسائل حديثة للقيام بعمليات المعاوضة بشكل عام ومبادلة العملات بشكل خاص، مما يتعذر فيها القيام بالقبض الحقيقي، فكان الملجأ أن يقام القبض الحكمي مقام الحقيقي؛ رفعاً للحرج والمشقة عن الناس، فالقبض الحكمي هو قبض اعتباري يقوم مقام القبض الحقيقي، وله شواهد من كلام الفقهاء المعتبرين منها: مسألة استبدال الدين بالثمن ومسألة تصارف ما في الذمة؛

Artinya: Seiring perkembangan zaman, manusia berinovasi dengan teknologi modern untuk melakukan transaksi. Khususnya dalam hal pertukaran mata uang. Di mana pelaksanaan taqabut haqiqi menjadi sulit dilakukan. Dalam kondisi ini, maka taqabud hukmi dianggap sama dengan taqabut haqiqi untuk menghilangkan kesulitan bagi manusia. Taqabud hukmi adalah taqabud yang dianggap yang dianggap sama dengan taqabud haqiqi. Dan taqabut hukmi ini memiliki preseden dari pendapat para fuqaha antara lain: masalah penggantian hutang dengan harga dan masalah tukar menukar harta yang masih dalam tanggungan.

Akademi Fikih Dunia (Majma’ Al-Fiqh Al-Islami Al-Dauli), no. 6/4/55, menyatakan:

من صور القبض الحكمي المعتبرة شرعاً وعرفاً: 1-القيد المصرفي لمبلغ من المال في حساب العميل في الحالات التالية: (أ) إذا أودع في حساب العميل مبلغ من المال مباشرة أو بحوالة مصرفية. (ب) إذا عقد العميل عقد صرف ناجز بينه وبين المصرف في حالة شراء عملة بعملة أخرى لحساب العميل. (ج) إذا اقتطع المصرف -بأمر العميل-مبلغاً من حساب له إلى الحساب آخر بعملة أخرى، في المصرف نفسه أو غيره، لصالح العميل أو لمستفيد آخر، وعلى المصارف مراعاة قواعد عقد الصرف في الشريعة الإِسلامية،

ويغتفر تأخير القيد المصرفي بالصورة التي يتمكن المستفيد بها من التسلم الفعلي للمُدد المتعارف عليها في أسواق التعامل، على أنه لا يجوز للمستفيد أن يتصرف في العملة خلال المدة المغتفرة، إلاَّ بعد أن يحصل أثر القيد المصرفي بإمكان التسلم الفعلي [أي أن التصرف لا يكون إلا بعد المدة المغتفرة، أما المبلغ فيدخل في حساب الطرفين مباشرة]. 2-تسلم الشيك إذا كان له رصيد قابل للسحب بالعملة المكتوب بها عند استيفائه وحجزه المصرف”.

Artinya: Salah satu bentuk taqabud hukmi yang dibolehkan secara syariah dan uruf adalah.
1. Masuknya sejumlah uang pada rekening pelaku dalam kondisi berikut:
a) Jika sejumlah uang disetorkan ke rekening pelanggan secara langsung atau melalui transfer bank; b) Jika pelanggan membuat kontrak pertukaran yang sah antara dia dan bank dalam hal pembelian mata uang dengan mata uang lain untuk akun pelanggan; c) Jika bank, atas perintah nasabah, memotong suatu jumlah dari satu rekening ke rekening lain dalam mata uang lain, di bank yang sama atau lain, untuk kepentingan nasabah atau penerima lain. Dibolehkan menunda entri bank dengan cara di mana penerima benar-benar dapat menerima persyaratan yang diterima di pasar transaksi. Namun, penerima tidak diperbolehkan untuk membuang mata uang selama periode yang diampuni (grace period), kecuali setelah efek entri bank terjadi dengan kemungkinan penerimaan yang sebenarnya. Artinya, pelepasan hanya setelah periode yang diampuni, dan jumlahnya dimasukkan ke dalam rekening kedua belah pihak secara langsung.

2. Menerima cek jika memiliki saldo yang dapat ditarik dalam mata uang yang tertulis pada saat diisi dan disita oleh bank.

Syarat sahnya taqabud hukmi

Majelis Fatwa Yordania selanjutnya menyimpulkan:

وعليه، فعقود الصرف وتداول العملات يشترط تحقق القبض فيها، لكن لا يشترط في القبض التسليم باليد بل يكتفى في حالات “التداول الالكتروني” بالتحويل للحساب المصرفي [القيد المصرفي] أو غير ذلك مما يعده الشرع والعرف قبضاً ناجزاً لا آجلاً. والله تعالى أعلم.

Artinya: Transaksi mata uang dan jual beli valuta asing itu dibolehkan dengan syarat terjadinya taqabud (kontan). Namun taqabud itu tidak disyaratkan harus diterima dengan tangan, melainkan bisa juga dengan transaksi elektronik dengan transfer antar rekening bank, dll, yang diakui secara syariah dan kebiasaan.

Kesimpulan:

Cara transaksi seperti yang anda gambarkan hukumnya boleh dan tidak termasuk riba nasi’ah karena sudah terjadi jual beli secara kontan secara hukum (taqabud hukmi) pada saat transaksi dilakukan. Dan taqabud hukmi hukumnya sama dengan taqabud hakiki. Wallahu a’lam.
Baca detail: Bisnis dalam Islam
Baca juga: Jual Beli Emas via Internet

Kembali ke Atas