Kafarat Jimak Bulan Ramadan Dengan Makanan Mentah?
KAFARAT JIMAK BULAN RAMADAN BOLEHKAH DENGAN MAKANAN MENTAH?
Assalamualaikum ustad.Maaf saya mau bertanya.
Bagaimana cara membayar fidyah karena jima disiang hari bulan ramadhan apakah harus dengan makanan jadi atau bisa dengan makanan mentah beserta lauknya.
Karena jika dengan makanan yg sudah masak ,maka.porsi yang dimasak dari 1mudx60orang, porsinya bisa lebih untuk dimakan 60orang.
Terimakasih ustad.
JAWABAN
Suami istri yang melakukan hubungan intim pada siang hari bulan puasa Ramadan wajib membayar kafarat apabila terpenuhi syarat yaitu hubungan intim dilakukan saat keduanya melaksanakan puasa. Apabila saat melakukan hubungan badan sudah batal puasanya atau memang sengaja tidak puasa, maka tidak ada kewajiban untuk membayar kafarat. Hanya wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan. Baca detail: Kafarat bagi Pelaku Jimak di Bulan Ramadan
Adapun bagi orang yang sedang puasa lalu melakukan jimak di siang hari Ramadan tanpa membatalkan puasanya lebih dulu, maka ia (a) wajib meng-qadha puasanya; dan (b) membayar kaffarah/denda berupa: (i) memerdekakan budak perempuan yang muslim; atau (ii) puasa 2 bulan berturut-turut; atau (iii) memberi makan 60 orang miskin/fakir masing-masing 1 (satu) mud atau 6.75 ons.
Ketiga pilihan di atas dalam skala prioritas. Artinya, kalau mampu kafarat yang pertama, maka tidak boleh memilih kafarat kedua, dst.
Namun menurut Ibnu Qudamah (ulama madzhab Hanbali) dalam Al-Mughni, hlm. 3/30, ketiga bentuk kafarat bersifat pilihan yang boleh dipilih salahsatunya.
وعن أحمد رواية أخرى ، أنها على التخيير بين العتق والصيام والإطعام ، وبأيها كفر أجزأه . وهو رواية عن مالك ; لما روى مالك وابن جريج ، عن الزهري ، عن حميد بن عبد الرحمن ، عن أبي هريرة ، { أن رجلا أفطر في رمضان فأمره رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يكفر بعتق رقبة ، أو صيام شهرين متتابعين ، أو إطعام ستين مسكينا } . رواه مسلم و ( أو ) حرف تخيير . ولأنها تجب بالمخالفة ، فكانت على التخيير ، ككفارة اليمين .
Artinya: Dari Ahmad bin Hanbal (madzhab Hanbali) terdapat riwayat lain yang menyatakan bahwa pelaku kafarat boleh memilih antara memerdekakan budak, puasa 2 bulan dan memberi makan fakir miskin. Dengan apapun ia membayar kafarat maka itu sah. Ini juga salah satu pendapat Imam Malik. Berdasarkan riwayat dari Malik bin Anas (madzhab Maliki) dan Ibnu Juraij dari Zuhri dari Humaid bin Abdirrahman dari Abu Hurairah: Bahwa seorang lelaki tidak puasa di bulan Ramadan (karena jimak) lalu Nabi memerintahkannya untuk membayar kafarat dengan memerdekakan budak atau puasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin (Hadits Riwayat Muslim). Kata “أو” (atau) adalah berfungsi takhyir (boleh memilih). Selain itu kafarat itu wajib sebab adanya pelanggaran maka sifatnya adalah memilih sebagaimana kafarat sumpah. Baca detail: Hukum Nadzar
MEMBERI MAKAN ORANG MISKIN DENGAN MAKANAN MENTAH ATAU MASAK?
Apabila memang mampunya hanya membayar kafarat yang ketiga, yaitu memberi makan 60 orang miskin/fakir masing-masing 1 (satu) mud atau sekitar 7.5 ons atau 750 gram, maka apakah dengan memberi makanan mentah atau yang dimasak?
Ulama berpendapat keduanya sama-sama sah. Walaupun hukum asalnya adalah bahan mentah. Dr. Abdullah al-Faqih, musyrif dan mufti Syabakah Islamiyah menyatakan:
فإطعام ستين مسكيناً في الكفارات يكون بإعطاء كل مسكين نصف صاع من قمح أو تمر أو رز، أو غير ذلك من قوت البلد. ويكون ذلك غير مطبوح، ولو طبخت طعاماً لستين مسكيناً وجمعتهم عليه أجزأك ذلك
Artinya: Memberi makan 60 orang miskin dalam kafarat adalah dengan memberikan setiap orang miskin setengah sha’ qumh, kurma, beras atau makanan pokok lainnya. Itu semua dalam bentuk mentahnya. Sendainya makanan itu dimasak untuk 60 orang miskin maka itu juga sah. Baca detail: Puasa Ramadhan
JUMLAH KAFARAT
Adapun jumlah kafarat adalah 1 mud untuk setiap 1 orang miskin yang jumlah total adalah 60 mud atau 15 sha’. Al-Baghawi dalam Syarh Al-Sunnah, hlm. 6/285, berkata:
وفيه دلالة من حيث الظاهر أن طعام الكفارة مُدُّ لكل مسكين لا يجوز أقل منه ولا يجب أكثر لأن خمسة عشر صاعاً إذا قسمت بين ستين مسكيناً يخص كل واحد منهم مُدٌّ وإلى هذا ذهب الأوزاعي ومالك والشافعي وأحمد.
Artinya: Hadits di atas menunjukkan dari segi zhahirnya bahwa makanan kafarat itu satu mud bagi setiap orang miskin.
UKURAN MUD
Terdapat perbedaan ulama terkait ukuran 1 mud dalam ukuran modern seperti gram, ons dan kilogram. Menurut madzhab Syafi’i dan Hanbali, 1 mud sama dengan 508.6 gram. Madzhab Maliki berpendapat 1 mud sama dengan 506.6 gram. Sedangkan madzhab Hanafi menyatakan 1 mud sama dengan 1072 gram atau 1 kilo lebih 72 gram. Baca detail: Ukuran Muda dalam Gram dan Kilo
CARA MENGATASI WAS-WAS NAJIS
Saya mau tanya tentang fiqih.
1. -saat saya cebok saya mengguyur dari atas dan basuhannya menyiprat kemana2(apakah sama sperti mungguyur najis dan menyiprat?),hukum cipratan air tersebut bagaimana ustad?
Karena tidak mungkin membasuh tanpa menyiprat..
-dari kecil saya sering menahan kencing sampai sekarang juga masih sering,akibat nya terkadang saya kalau kecing tidak tuntas(meskipun kencing duduk)dan keluar kencing lagi saat sholat atau saat duduk.sering saya bingung harus menghukumi apa?apakah benar keluar atau tidak saya tidak tahu karena CD saya masih basah karena habis mandi/kencing..
(Bolehkah dihukumi suci seperti yg dikatakan imam syafi’i:”najis yg tidak terlihat boleh dihukumi suci”,karena saya ber mazhab syafi’i)
-bolehkah saya bertanya bagaimana cara menghilangkan was2 najis yg saya alami..?
Karena ini sangat mengganggu hidup saya…
Terima kasih ustad…
Mohon maaf bila ada salah kata…
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..
JAWABAN
1. Ya, cipratan yang sedikit dan tidak kasat mata dimaafkan. Baca detail: Air Cipratan Najis
2. Kalau anda sering mengalami keraguan seperti itu, ini tanda anda sedang menderita penyakit was-was. Was-was dalam bentuk apun hukumnya dilarang. Untuk mengobati penyakit perasaan was-was adalah dengan mengabaikannya. Anggap tidak ada. Dalam kitab Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, hlm. 14/233, diterangkan:
إن كان موسوسا فلا يلتفت للوسواس لأنه يقع في الحرج ، والحرج منفي في الشريعة ، بل يمضي على ما غلب في نفسه . تخفيفا عنه وقطعا للوسواس
Artinya: apabila was-was maka hendaknya dia tidak mempedulikan was-wasnya itu karena dia tengah mengalami sesuatu yang dilarang dalam syariah. Hendaknya dia meneruskan perbuatan yang dia yakini sendiri untuk meringankan dia dan memutus was-wasnya.
Baca juga: Mengatasi Was-was Wudhu