Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

     

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Mendiamkan perbuatan haram yang dilakukan orang

Mendiamkan perbuatan haram yang dilakukan orang

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yang terhormat,
Dewan Pengasuh dan Majelis Fatwa
Pondok Pesantren Al-Khoirot, Malang

8A. Kakak kedua saya seorang perempuan dan tidak menikah. Dia bekerja di sebuah BUMN. Selama dua tahun dia bekerja di Malaysia seorang diri. Saat saya mengetahui hukum perempuan pergi tanpa mahram/perempuan yang dipercaya, saya tidak memberi tahu dia, karena saya tidak tahu harus bagaimana memberi tahu dia tentang hal tersebut, karena saya orang awam.
Apakah saya sudah menghalalkan hal haram?

1. Sudah tiga hari ini serangan was-was memuncak lagi, sesudah sebelumnya aaya lumayan membaik. Hari ini saya sampai takut berbicara apapun. Namun berturut-turut terjadi tiga lintasan yang membuat saya khawatir:

1A. Tepat saat terlintas bayangan tanggapan istri saya seandainya saya kalah oleh was-was dan cukup bodoh untuk mengucapkan kalimat yang saya tidak mau mengucapkannya, saya menjawab pertanyaan anak saya dengan kalimat “that’s right.” Apakah berdampak?

1B. Beberapa menit kemudian, saya mengucapkan “Thank you ya, Da.” pada kakak laki-laki saya. Saya tidak yakin, tapi saya takut andai bayangan tersebut masih ada. Apakah berdampak?

1C. Sebelum kejadian 1A. Saya bermaksud menekan tombol ‘cancel’ pada menu layanan ponsel di hp. Sebelumnya saya sempat mengingatkan diri bahwa kata ini merujuk pada menu ponsel. Tapi saat jari saya bergerak, ada lintasan samar (tidak jelas kalimatnya) yang membuat jari saya terangkat lagi. Saya pernah diberi tahu bahwa hal seperti ini tidak berdampak. Boleh saya tahu apakah kejadian ini juga tidak berdampak? Apakah perbedaan menekan tombol dengan tulisan dalam subyek ini?

2. Kemarin juga saya ketakutan dengan tiga kalimat:

2A. Saya mengatakan pada anak saya: “Remember, we have to love Allah. (We have to) love Allah more than anything. Saya lupa apakah kalimat di dalam tanda kurung saya ucapkan atau tidak. Apakah saya benar bahwa kalimat ini mutlak tidak berdampak?

2B. Saya sempat bercerita pada istri saya dengan kalimat “…(jeda napas) kel…(tidak selesai karena saya terkejut… namun saya ulangi) keluar dari mobil,(nama kakak saya) ga bisa jalan.”
Apakah konteks bercerita tetap berlaku walau ada kata yang tidak selesai dan diucapkan sesudah jeda?

2C. Tadi siang saya mengajari anak saya membaca. Tepat sesudah mengeja kata ‘Buanglah’ pada kalimat ‘Buanglah sampah pada tempatnya’. Saya sempat ketakutan. Namun saya mengingatkan diri bahwa ini termasuk konteks aman yang mutlak tidak berdampak. Apakah saya benar?

3. Sesudah shalat Ashar, saya berdo’a dengan berbisik. “Ya Allah selamatkan pernikahan (ku/kami). Tetapkan pernikahan kami, ya Allah.” Maksud saya meminta Allah menjaga dan melanggengkan pernikahan kami. Biasanya, karena sering takut, saya seringnya berdoa dalam hati, tapi tadi saya tidak sengaja berbisik. Apakah ada dampak hukumnya?

4. Beberapa bulan lalu, saat saya di puncak penyakit was-was, saya sering bersyahadat saat ada lintasan yang membuat saya ketakutan. Istri saya pernah mencoba menenangkan saya dengan mengingatkan saya denganyang an mengatakan bahwa lintasan/pikiran yang tidak diucapkan bukan dosa. Tiba-tiba saya teringat sekarang baha dia sempat berkata bahwa bahkan dia kadang (di dalam pikirannya, tidak terucap) marah pada Allah. Saya harap saya salah, dan saya mencoba berhusnudzan bahwa yang dia maksud hanya betupa lintasan. Saya tahu bila sedang merasa mengalami keadaan yang dia rasa sulit, istri saya selalu menyalahkan dirinya sendiri, dan menganggap bahwa apapun yang Allah berikan adalah yang terbaik. Namun memang dia pernah bercerita kadang dia terpikir mengapa dia mengalami sesuatu, atau mengapa bernasib tertentu, dengan nada agak mengeluh. Tapi setau saya saat itu dia sedang mencari kekurangannya sendiri saat bertanya.
Walau rajin belajar dari kitab tafsir Al-Misbah, istri saya awam agama, karena berasal dari keluarga yang sangat awam agama.

4A. Apakah istri saya melakukan kekufuran?

4B. Bila saya menyelidiki masalah ini pada istri saya, apakah lintasan ini (bila saya na’udzubillah tidak salah ingat) menjadi kekufuran bila ia ceritakan?

5. Waktu kami masih kuliah, istri saya pernah menceritakan bahwa dia suatu hari menemukan seorang penjual bis pir di dalam bis yang menjajakan dagangannya dengan mengatakan bahwa buah pir disebutkan dalam Al Qur’an, yaitu dalam kalimat ‘Alaa pir’auna.”
Kami berdua sempat mentertawakan kekurangajaran penjual buah ini. Saat itu kami tidak sadar hal tersebut adalah dosa besar.
Apakah berakibat kemurtadan?

6. Suatu saat seorang teman juga pernah bercerita bahwa kaum waria kadang menyebut orang sakit jiwa/psikopat dengan sebutan ‘orang sakinah’. Kami menganggapnya kurang ajar, namun saat itu kami tertawa. Kami tidak sadar bahwa hal ini mungkin termasuk kekufuran.

6A. Apakah kami sudah berbuat kemurtadan?

6B. Mungkin kami pernah menggunakan frase kurang ajar ini juga secara ironis saat menyebut penjahat psikopat atau bahkan waria. Apakah kami telah berbuat kemurtadan?

7. Maaf sedikit membuka aib keluarga. Kakak sulung saya lahir dua bulan sesudah orang tua saya menikah. Saya tahu dia anak ayah dan ibu saya. Ayah saya tidak pernah menyebut kakak sulung saya sebagai anak zina, dan dia mendaftarkan kakak sulung saya sebagai anaknya.
Apakah tindakan ayah saya menaftarkan kakak sulung saya di akta kelahiran dianggap ikrar? Apakah kakak saya bernasab pada ayah saya?

8B. Saat ini kantornya menempatkan dia di Jakarta. Sebenarnya dia berusaha untuk mendapatkan penempatan di kota tempat kami, saudara-saudaranya, tinggal, tapi tidak ada posisi yang tersedia. Di usianya sulit untuk mendapat pekerjaan lain, dan kami tidak mampu membiayai dia bila ia tidak bekerja. Saya juga belum meberi tahu dia soal hukum tersebut untuk alasan yang saya ceritakan di atas. Bagaimana hukumnya?

9. Berkaitan dengan pertanyaan nomor 1B (pendalaman) pada konsultasi sebelumnya. Sebelum saya ingatkan, istri saya sering memanggil gurynya yang bernama Pak Abdul Cholik tersebut tanpa nama Abdul nya karena dia sering tidak ingat/tidak sadar bahwa nama tersebut adalah nama Allah, dan terbawa cara orang disekitarnya memanggil guru tersebut. Apakah istri saya sudah melakukan kemurtadan?

Terima kasih banyak.

JAWABAN

8a. Tidak termasuk menghalalkan hal haram. Posisi anda menurut syariah adalah: memberitahu dia atau boleh diam. Ini prosedur sikap amar makruf nahi munkar. Baca detail: Hukum Amar Makruf Nahi Munkar

1a. Tidak berdampak.
1b. Tidak.
1c. Tidak berdampak. Seluruh perkara di luar konteks itu tidak ada dampaknya pada hukum perceraian secara mutlak. Baik kata sharih atau kinayah. Disertai niat atau tanpa niat. Ini sudah dijelaskan puluhan kali. Harap anda baca lagi berulang-ulang dan kalau bisa dicetak besar-besar dan ditempel di dinding (kalau perlu) agar menjadi pelindung bawah sadar anda saat pikiran terganggu.

2a. Benar, tidak berdampak secara mutlak.
2b. Ya. Yang pasti tidak ada dampak.
2c. Benar.

3. Tidak ada dampak.

4a. Tidak.
4b. Tidak karena dalam konteks bercerita dan udzur tidak tahu. Baca detail: Hukum Melakukan Perkara Haram karena Tidak Tahu

5. Tidak, karena tidak tahu.

6a. Tidak ada penyebab kekufuran dalam canda tersebut.
6b. Tidak. Baca detail: Penyebab Murtad

7. Pernikahan hamil zina itu sah hukumnya menurut madzhab Syafi’i dan Hanafi. Dan status anaknya tetap dinasabkan pada pria yang menikahi wanita hamil zina tersebut yang dalam kasus anda kebetulan ayah biologis si anak. Jadi, tindakaan ayah anda sudah benar. Kakak anda bernasab pada ayah anda. Baca detail: Menikahi Wanita Hamil Zina, Bolehkah?

8b. Tidak apa-apa bagi anda. Tapi memberi tahu itu lebih baik. Terlepas dari itu, walaupun hukumnya haram tapi kalau pekerjaan itu merupakan keharusan baginya untuk menafkahi dirinya, maka itu menjadi udzur yang dibolehkan dalam Islam. Dalam kaidah fikih disebut: “Darurat membolehkan perkara yang dilarang.” Kaidah ini oleh ulama disimpulkan dari QS Al-Baqarah 2:173 Baca detail: Kaidah Fikih

9. Tidak murtad, tapi berdosa (haram) karena khaliq itu nama khusus untuk Allah. Namun tidak murtad kecuali kalau menganggap halal. Baca detail: Memberi Nama yang Baik Bagi Anak

Kembali ke Atas