Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

     

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Menilai orang murtad syirik bagaimana hukumnya?

Menilai orang murtad syirik bagaimana hukumnya?

2A. Kemarin saya dan istri saya membicarakan seorang teman yang sering sekali menuliskan hal-hal liberal dan kami membahas bagaimana teman tersebut memberikan pernyataan-pernyataan yang mendukung LGBT. Saya berkata bahwa LGBT adalah dosa besar, istri saya menanggapi dengan kalimat ‘dan pendukungnya disebut murtad’. Dia memaksudkan bila seseorang menghalalkan LGBT, tidak memaksudkan pada satu orang tertentu. Saya mengiyakan. Kami beranggapan keharaman LGBT diketahui semua orang.
Apakah termasuk dosa takfir?

JAWABAN

2a. Menghukumi orang lain murtad dilarang dalam Islam. Hukumnya haram. Tapi tidak berakibat murtad. Baca detail: Mengkafirkan sesama muslim

Sikap menghukumi dan menghakimi orang lain syirik (musyrik) atau murtad biasanya karena pelaku adalah pengikut aliran Wahabi Salafi. Baik sengaja atau tidak sengaja. Yang dimaksud tidak sengaja adalah membaca artikel atau tontonan video kelompok Wahabi Salafi. Penyebab mudah mensyirikkan dan memurtadkan orang antara lain karena doktrin Wahab 10 pembatal keislaman dan tauhid uluhiyah rububiyah.

Baca detail 10 Peembatal Islam versi Wahabi (yg salah):
10 Pembatal Keislaman : Syirik
10 Pembatal Keislaman : tawasul
10 Pembatal Keislaman : 3 s/d 10

Baca detail konsep akidah Wahabi Uluhiyah rububiyah yg salah
Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah 1 : Bedanya dg tauhid Aswaja
Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah 2 : Kesalahan konsepnya
Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah 3 : Letak kesalahan doktrin Wahabi menurut ulama Aswaja
Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah 4: Yang tidak ikut akidah Wahabi dianggap syirik, ini akar takfiri dan terorisme

LINTASAN HATI MENTALAK ISTRI

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

1A. Apakah benar bahwa ketepatan waktu antara lintasan dengan suara yang tidak membentuk kata, mutlak tidak berdampak?

1B. Apakah benar bahwa gerakan bibir dan/atau lidah yang tidak membentuk kata, dan tidak ada suara pita suara dan tidak ada suara berbisik juga, mutlak tidak berdampak?

1C. Bila sedang membicarakan suatu subjek kemudian ada lintasan jahat/racun yang tidak diucapkan, dan lintasan tersebut terjadi saat tidak sedang mengucapkan apa-apa, namun kemudian meneruskan membicarakan subjek tersebut, bagaimana hukumnya?

1D. Bila menghadapi lintasan murtad atau kufur, yang kemudian segera di lawan, namun memerlukan waktu yang agak lama hingga lintasan tersebut benar-benar hening, bagaimana hukumnya?

1E. Bila menghadapi lintasan kufur yang segera dilawan, namun rasa grogi nya agak lama mengganggu, bagaimana hukumnya?

1F. Bagaimana hukumnya bila saat membaca sebuah kata yang termasuk kata sharih/kinayah ada lintasan yang tidak diucapkan?

1G. Bagaimana hukumnya bila kata sharih diucapkan dalam konteks aman, namun penunjuk/petunjuk konteksnya tidak diucapkan sama sekali oleh siapapun? Misalnya konteksnya berupa suatu kejadian, atau sesuatu yang berada dalam sebuah artikel yang dibaca. Misalnya artikel tentang sesuatu yang terjadi pada orang lain dan diceritakan di sebuah artikel.

1H. Bagaimana hukumnya bila kata sharih diucapkan dalam konteks aman, namun penunjuk/petunjuk konteksnya diucapkan dalam kalimat yang diucapkan beberapa kalimat sebelum kata tersebut diucapkan?

1I. Bila saya lupa menaruh tanda tanya pada kalimat-kalimat tanya yang yang saya tuliskan, apakah konteks bercerita tetap berlaku?

1J. Beberapa kali saat berbicara, saat saya mengucapkan suatu kata/kalimat, ada lintasan was-was yang mencoba memelintir ucapan saya seakan yang saya maksudkan adalah sesuatu yang lain yang tentunya saya tidak maksudkan dan tidak mau terjadi. Bagaimana hukumnya?

2B. Kami (saya dan istri saya) memiliki seorang teman homoseksual. Saat kami mengetahui bahwa dia seorang homoseksual, kami hanya berkomentar ‘oh…’. Tentunya kami mengharamkan LGBT dan membenci perbuatannya. Namun kami masih berteman dengannya. Bagaimana hukumnya?

3. Beberapa tahun yang lalu, saat kami (saya dan istri saya) belum mengetahui mengenai lafadz kinayah, dan hanya mengetahui satu kata sharih, saya pernah menjawab candaan istri saya dengan sebuah kalimat yang saya rasa termasuk lafadz kinayah. Saya yakin tidak memiliki niat aneh-aneh saat mengucapkan lafadz tersebut. Memang selama dua hari saya sempat khawatir apakah saya ada terbetik sesuatu saat itu, namun kemudian saya yakin tidak ada niat aneh-aneh baik saat itu maupun kapan pun.
Saya juga tidak ingat apakah lafadz tersebut berupa insya’ atau tidak.

3A. Bagaimana hukumnya dengan kenyataan bahwa saya tidak tahu saat itu yang diucapkan saat itu adalah lafadz kinayah?

3B. Apakah saya benar bahwa bila ada keraguan tentang kondisi internal saat sebuah lafadz diucapkan seharusnya dianggap tidak ada niat aneh-aneh?

3C. Apakah seharusnya saya mencoba mengingat kondisi internal saya saat itu atau langsung dianggap tidak ada dampak?

4. Sama seperti pada pertanyaan no. 3, yaitu kejadian yang terjadi pada saat saya dan istri saya tidak mengetahui mengenai lafadz kinayah, saya pernah beberapa kali mengatakan hal-hal yang termasuk lafadz kinayah, seperti, “Mungkin aku tidak cukup baik buat/untuk kamu.” atau ‘Mungkin aku ga cukup baik buat jadi suami kamu.”
Pada kejadian-kejadian ini saya yakin saya tidak ada niat, saya merasakan rendah diri saja saat istri saya marah pada saya.
Bagaimana hukumnya? Apakah termasuk berandai-andai?

5. Kadang saat ingin menenangkan istri saya bila dia sedang marah besar, saya (rasanya) pernah beberapa kali berkata, ‘let me kiss you/let me hold you for the last time.” Saya tahu saya tidak ada niat aneh-aneh, karena saya justru berusaha agar dia tidak marah lagi dan mau bertahan bersama saya. Bagaimana hukumnya?

6. Dikarenakan suatu kejadian yang traumatic, saya sering takut saat mengucap hamdalah, sehingga kemarin saat menjawab pertanyaan seseorang apakah anak saya sudah lebih lancar berbahasa Indonesia, saya menjawab dengan hamdalah, dan saat itu juga punggung saya dingin karena rasa takut. Bagaimana hukumnya?

7. Saya menceritakan pada istri saya bagaimana saya dibesarkan oleh ayah ibu saya (almarhum dan almarhumah) dengan rasa takut, sehingga saya mudah khawatir. Apakah saya termasuk sudah membuka aib orang tua? Saat itu saya sedang meminta istri saya mengingatkan saya bahwa hanya karena saya tenang bukan berarti saya tidak serius.

8A. Dulu (saat usia saya antara 13 – 16) pernah ada yang menceritakan pada saya bahwa pahala berhubungan intim dengan istri setara pahala membunuh satu orang yahudi dalam perang. Sehingga kadang saya dan beberapa orang teman bercanda menyebut hubungan intim dengan istri dengan frase ‘membunuh yahudi’. Kami tidak tahu bahwa hal tersebut bisa termasuk dosa. Bagaimana hukumnya?

8B, Dulu (kurang lebih kisaran waktu yang sama) juga karena mengingat hadits yang mengatakan bahwa pandangan pertama pada yang tidak boleh dilihat tidak berdosa, kadang saya dan beberapa teman bercanda dengan kalimat, ‘jangan sampai ngedip.’ Kami juga tidak tahu hal tersebut termasuk dosa, bahkan mungkin dosa besar. Bagaimana hukumnya?

9A. Saya sempat ketakutan tiap mengucapkan kata ‘kalau’, ‘bila’, atau ‘if’, dan sebangsa nya, padahal saya tahu persis saya tidak mengucapkan apapun yang termasuk sesuatu yang bisa berdampak. Namun ketakutan tersebut sering sekali datang. Bagaimana saya harus bertindak?

9B. Saya juga sering ketakutan saat menyuruh/melarang melakukan sesuatu, atau bahkan mengatakan preferensi saya. Padahal saya tidak mengucapkan sesuatu yang termasuk ‘akibat.’ Bagaimana saya harus bertindak?

10. Karena tidak tahu hukumnya, saya pernah bekerja di Bursa Berjangka sebagai trader Forex. Saat itu saya pikir mata uang bisa disamakan dengan ‘saham negara’, sehingga saya pikir hukumnya sama dengan bursa saham. Setelah sebuah kerugian yang cukup besar, saya tidak mau lagi bekerja sebagai trader meskipun account saya dikelola oleh seorang teman. Saat itu saya berkata ‘saya mengharamkan diri dari bertransaksi (forex).’
Baru kemudian (setelah lama sekali) saya tahu bahwa hukum transaksi berjangka adalah haram.
Bagaimana hukum ucapan saya?

11. Bila saya memasukkan ke dalam portofolio pekerjaan saya, rekor pekerjaan-pekerjaan saya pada proyek-proyek yang di dalamnya ada penjualan khamr dan atau aurat staf yang tidak tertutup secara benar, walaupun saya tidak terlibat/terkait sama sekali dengan penjualan/promosi khamr ataupun pengambilan keputusan desain seragam staf tersebut, bagaimana hukumnya?

12. Saya membaca bahwa NU menganggap rokok sebagai makruh. Saya adalah seorang perokok yang masih mencoba mengalihkan kebiasaan saya ke rokok elektronik. Pertanyaan saya mungkin agak aneh, bagaimana hukumnya membeli dan mengkonsumsi rokok bermerk Lucky Strike? Saya agak khawatir dengan merk tersebut. Saya percaya bahwa keberuntungan datang hanya dari Allah.

JAWABAN

1A. Benar, tidak berdampak.
1b. Tidak berdampak.
1c. Tidak ada dampak.
1d. Tidak ada dampak.
1e. Tidak ada hukumnya.
1f. tidak berdampak.
1g. Tidak berdampak.
1h. Tidak ada dampak.
1i. Ya tetap berlaku.
1j. Tidak ada hukumnya / tidak berdampak apapun.

2b. Tidak dilarang berteman dengan homoseksual selagi tidak berakibat negatif pada kita. Sebagaimana tidak dilarang berteman dengan orang kafir. Adakah dosa yang lebih besar dari kekafiran? Baca detail: Berteman dengan Orang Kafir

3a. Lafadz kinayah baru berdampak kalau dalam konteks sedang menceraikan istri. Misalnya, sedang bertengkar. Lalu suami berkata: “Pulang saja ke rumah orangtuamu!” Ini lafadz kinayah yang konteksnya menceraikan. Tapi karena ucapannya bermakna ambigu, maka diperlukan niat suami agar talaknya sah. Adapun lafad kinayah yang diucapkan di luar konteks menceraikan, maka tidak ada dampak sama sekali walaupun seandainya disertai niat. (ini sudah dijelaskan beberapa kali).

3b. Yang jelas kalau di luar konteks tidak berdampak apapun walaupun ada niat. Apalagi kalau tidak ada niat.

3c. Anggap tidak ada dampak.

4. Tidak berdampak.

5. Tidak berdampak.

6. Tidak berdampak. Hamdalah tidak ada kaitannya dengan dampak apapun (nikah atau keislaman).

7. Tidak termasuk membuka aib dalam konteks buruk, tetapi dengan tujuan belajar dari kesalahan masa lalu. Ini tidak apa-apa, karena anda cerita pada lingkungan internal. Baca detail: Hukum Ghibah

8A. Tidak dosa kalau bercanda soal itu, karena tidak dalam konotasi menghina. Lagipula, dan ini yang penting, hadis terkait soal ‘membunuh yahudi’ itu bukan hadis. Baca detail: http://www.piss-ktb.com/2015/03/3885-fiqih-munakahat-jima-malam-jumat_10.html

8b. Pandangan kepada wajah wanita itu tidak berdosa menurut mayoritas ulama madzhab empat karena wajah itu bukan termasuk aurat. Kecuali kalau syahwat, tentunya. Hanya madzhab Syafi’i yang menganggap bahwa wajah wanita itu walaupun bukan aurat tapi tidak boleh dipandang kecuali ada keperluan seperti jual beli dll.

9a. Abaikan saja ketakutan itu. Cara sembuh dari fobia adalah dengan melawan ketakutan tersebut.

9b. Ajaklah istri untuk membantu anda meyakinkan diri anda sendiri bahwa ketakutan anda itu tidak berdasar baik secara logika atau secara agama (beritahu istri kaidah-kaidah yang sudah kami berikan). Anda tidak bisa sembuh secara mandiri, harus ada orang yang mendampingi anda dalam soal ini. Dan istri adalah pendamping terbaik.

10. Hukum trading masih menjadi perdebatan kalangan ulama kontemporer antara haram dan halal. Jadi ucapan anda tidak berdampak apapun. Baca detail: Hukum Bursa Saham

11. Tidak masalah. Yang prinsip adalah jenis pekerjaan yang disebut dalam CV adalah pekerjaan halal.

12. Merek tidak ada pengaruhnya pada hukum apapun. Baca detail: Hukum Rokok

Tanya Islam pada ulama Aswaja, klik di sini.

Satu tanggapan pada “Menilai orang murtad syirik bagaimana hukumnya?

  1. Ping-balik: Paranoia Hukum Syariat - Islamiy.com

Komentar ditutup.

Kembali ke Atas