Najis Anjing menurut Mazhab Empat
Madzhab yang empat yaitu mazhab Syafi’i, madzhab Hanafi, mazhab Maliki, dan madzhab Hanbali memiliki perbedaan pendapat tentang najisnya anjing sebagai berikut:
1. Tiga mazhab yaitu mazhab Syafi’i, Hanafi dan Hanbali sepakat bahwa anjing itu najis. Sedangkan madzhab Maliki menyatakan bahwa anjing yang hidup hukumnya suci.
2. Ketiga mazhab yang menyatakan najis berbeda pendapat tentang bagian mana dari tubuh anjing yang najis.
Yang najis dari anjing menurut ketiga mazhab
1. Menurut mazhab Syafi’i seluruh bagian anjing adalah najis baik badan, bulu, lendir, keringat dan air liurnya.
2. Madzhab Hanbali ada dua pendapat yaitu (a) anjing itu najis baik badannya, bulunya maupun air liurnya. Ini sama dengan pendapat mazhab Syafi’i; (b) Badan dan bulu anjing itu suci. Hanya air liurnya yang najis. Ini pendapat yang sama dengan pandangan mazhab Hanafi.
3. Madzhab Hanafi berpandangan bahwa badan dan bulu anjing itu suci. Sedang air liur anjing adalah najis.
Mazhab Maliki: anjing itu suci
Madzhab Maliki adalah satu-satunya mazhab yang berbeda dengan tiga mazhab yang lain. Mazhab Maliki berpendapat bahwa anjing yang hidup adalah suci baik badannya, bulunya maupun air liurnya. Adapun mencuci wadah yang bekas dijilat anjing maka hukumnya ta’abhudi (sunnah).
Argumen dari mazhab Maliki adalah karena hadis yang membahas tentang jilatan anjing di wadah itu sama sekali tidak menyebutkan atas najisnya anjing.
Baca juga: Cara menyucikan najis anjing
Dalil Hadis najisnya anjing
Dalil asal yang menjadi dasar atas najisnya anjing adalah hadis riwayat muttafaq alaih (Bukhari dan Muslim) sebagai berikut:
Hadis pertama:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ
Artinya: Apabila ada anjing yang menjilat wadah kalian maka basuhlah (dengan air) sebanyak tujuh kali salahsatunya dengan debu. (HR Muttafaq alaih).
Hadis kedua:
عن أبي هُريرةَ رَضِيَ اللهُ عنه قال: إنَّ رسولَ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال: ((إذا شَرِب الكلبُ في إناءِ أحَدِكم؛ فلْيَغسِلْه سَبعًا رواه البخاري (172) واللفظ له، ومسلم (279
Artinya: Apabila anjing minum di wadah kalian, maka basuhlah wadah itu tujuh kali.
Hadis ketiga:
عن أبي هُريرةَ رَضِيَ اللهُ عنه قال: قال رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: ((طُهورُ إناءِ أحَدِكم إذا وَلَغ فيه الكَلبُ: أنْ يَغسِلَه سَبْعَ مرَّاتٍ، أُولاهُنَّ بالتُّرابِ رواه مسلم (279).
Artinya: Sucinya wadah kalian apabila terjilat anjing adalah dengan membasuhnya tujuh kali (7x) salahsatunya dengan debu.
Referensi pandangan mazhab empat tentang anjing
Mazhab Syafi’i
Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 2/567, menyatakan:
مَذْهَبُنَا أَنَّ الْكِلَابَ كُلَّهَا نَجِسَةٌ؛ الْمُعَلَّمُ وَغَيْرُهُ، الصَّغِيرُ وَالْكَبِيرُاهـ.
Artinya: Mazhab kami (Syafi’iyah) adalah bahwa anjing itu semuanya najis. Baik anjing terlatih atau bukan. Besar atau kecil.
Intinya: mazhab Syafi’i menyatakan bahwa anjing adalah najis ain.
Mazhab Hanafi
Al-Hashkafi dalam Ad-Durrul Mukhtar, hlm. 1/208, menyatakan:
وَاعْلَمْ أَنَّهُ (لَيْسَ الْكَلْبُ بِنَجِسِ الْعَيْنِ) عِنْدَ الْإِمَامِ وَعَلَيْهِ الْفَتْوَى] اهـ
Artinya: Ketahuilah bahwa anjing itu bukan najis ain menurut Imam Abu Hanifah.
Dalam menjelaskan kalimat di atas Ibnu Abidin dalam Hasyiyah Ibnu Abidin menyatakan:
(قَوْلُهُ لَيْسَ الْكَلْبُ بِنَجِسِ الْعَيْنِ) بَلْ نَجَاسَتُهُ بِنَجَاسَةِ لَحْمِهِ وَدَمِهِ
Artinya: Yang dimaksud bahwa anjing itu bukan najis ain adalah bahwa najisnya itu karena najisnya daging dan darahnya.
Kesimpulan: menurut mazhab Hanafi, anjing itu suci kecuali air liurnya, kencingnya, keringatnya, sisa makanannya dan bagian basah yang lain.
Madzhab Hanbali
Al Bahuti dalam Kasyaful Qina’, hlm. 1/195, menyatakan:
وَسُؤْرُ الْحَيَوَانِ النَّجِسِ) كَالْكَلْبِ وَالْبَغْلِ وَالْحِمَارِ عَلَى الْقَوْلِ بِنَجَاسَتِهِمَا (نَجِسٌ) أَمَّا الشَّرَابُ فَلِأَنَّهُ مَائِعٌ لَاقَى النَّجَاسَةَ، وَأَمَّا الطَّعَامُ فَلِنَجَاسَةِ رِيقِهَا الْمُلَاقِي لَهُ اهـ.
Artinya: Sisa makanan hewan najis seperti anjing, bagal, keledai adalah najis menurut pendapat yang menajiskan bagal dan keledai. Adapun minuman, karena ia benda cair yang bertemu najis. Sedangkan makanan, karena najisnya liurnya yang bertemu / bersentuhan dengannya.
Intinya: mazhab Hanbali sama dengan mazhab Syafi’i yang menganggap bahwa anjing itu najis ain.
Mazhab Maliki
Sahnun dalam Al-Mudawwanah Al-Kubro, hlm. 1/116, menyatakan:
” قَالَ ابْنُ الْقَاسِمِ وَقَالَ مَالِكٌ: لَا بَأْسَ بِلُعَابِ الْكَلْبِ يُصِيبُ الثَّوْبَ، وَقَالَهُ رَبِيعَةُ. وَقَالَ ابْنُ شِهَابٍ: لَا بَأْسَ إذَا اُضْطُرِرْتَ إلَى سُؤْرِ الْكَلْبِ أَنْ يُتَوَضَّأَ بِهِ، وَقَالَ مَالِكٌ: يُؤْكَلُ صَيْدُهُ؛ فَكَيْفَ يُكْرَهُ لُعَابُهُ؟ اهـ.
Artinya: Tidak masalah dengan liur anjing yang mengena baju. Ibnu Syihab berkata: Tidak apa-apa apabila engkau terpaksa pada bekas makanan anjing untuk berwudhu dengannya. Malik berkata: Hasil buruan anjing boleh dimakan. Bagaimana bisa air luarnya dibenci?
Intinya: menurut mazhab Maliki anjing itu suci begitu juga semua bagian tubuhnya yang basah.
Baca: Cara konsultasi
Satu pemikiran pada “Najis Anjing menurut Mazhab Empat”