Noda Tidak Bisa Hilang saat Wudhu Mandi
NODA TAK BISA HILANG SAAT WUDHU DAN MANDI: APAKAH SAH?
Assalamu’alaikum
Pak ustadz, saya mau bertanya.
1.saat selesai mandi wajib yang berselang 2-3 hari bahkan 1 minggu, baru teringat bahwa ada bagian badan yang belum terbasuh dengan air. Berapa lama jeda waktu tidak muwalah yang dioerbolehkan ? Apakah mandinya harus diulang atau hanya harus membasuh bagian yang belum terbasuh saja ?
2.jika hanya membasuh bagian yang belum terbasuh saja, apakah harus berniat lagi atau hanya dibasuh saja ? Jika berniat, apakah niatnya ? (jika ada dalilnya bisa tolong sertakan biar saya terhindar dari was-was)
3.telapak kaki sering terlihat kotor karena sering menginjak tanah, setelah disikat masih ada noda tanahnya. Apakah hal itu menjadi penghalang air saat wudhu dan mandi wajib ?
4.apakah bekas luka yang sudah mengering atau biasa disebut koreng menjadi penghalang air merata pada kulit ? Jika iya, apakah harus dikerik ? Jika tidak, apakah koreng yang bisa dikerik jika tidak dikerik tidak mengapa ?
5.terkait masalah tidak muwalah dalam mandi wajib. Jika tidak disayriatkan untuk berniat lagi saat mengetahui ada bagian yang belum terbasuh, berarti dibolehkan membasuhnya saat mandi biasa ? Apakah juga tetap harus dilintaskan niat ? Jika harus, bagaimana niatnya ?
6.apa beda mandi wajib, janabah, junub ? Apakah niat seperti ini benar ? “aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar fardhu (wajib) karena Allat Ta’ala”, saya sering berniat mandi wajib seperti ini.
Saya sering was-was ketika ada bagian yang luoa terbasuh pak ustadz, seringkali saya putus asa karena saya berniat dengan niatan yang saya buat sendiri, sering saya kewalahan untuk berniatnya. Setelah saya cari di internet ternyata tidak usah dengan niat. Untuk klarifikasi, makanya saya tanyakan pada pak ustadz. Mohon jawaban yang sejelas-jelasnya agar saya tidak bid’ah dan tidak was-was lagi. Karena saya sering sehabis mandi wajib kelupaan pada bagian tertentu yang belum terbasuh dan jedanya juga cukup lama ada bisa sampai 1 minggu baru teringat lagi.
JAWABAN
1. Tidak perlu diulang, cukup membasuh bagian yang belum terbasuh. Baca detail: Mandi Wajib Tidak Merata
Namun, apabila ingatan ada pada bagian badan yang belum terbasuh itu masih berupa asumsi, maka tidak perlu melakukan apa-apa karena asumsi itu tidak dianggap dan hukum mandinya tetap sah. Sebagaimana kaidah fikih menyatakan: “Hukum sesuatu adalah kembali pada hukum asalnya” (الأصل بقاء ما كان علي ما كان). Dan kaidah fikih “Keyakinan tidak hilang karena keraguan” (اليقين لا يزول بالشك)
2. Tidak perlu berniat lagi. Karena niat mandi dan wudhu itu cukup di awal perbuatan dan tidak sah niat diucapkan di pertengahan perbuatan. Baca detail: https://www.konsultasisyariah.in/2015/02/kapan-niat-diucapkan.html
3. Apabila setelah disikat tidak bisa hilang, berarti noda tanahnya itu tidak berupa benda padat. Dalam hal ini, tidak menjadi penghalang. Itu sama dengan bekas warna inai (pacar, hena), pena, dll yang tidak harus dibuang. Imam Syafi’i dalam Al-Umm, hlm. 1/44, menyatakan:
وإن كان عليه علك و شيء ثخين فيمنع الماء أن يصل إلى الجلد لم يُجْزِهِ وضوءُهُ ذلك العضوَ حتى يُزيلَ عنه ذلك ، أو يُزيلَ منه ما يعلم أن الماء قد ماسَّ معه الجلدَ كُلَّه ، لا حائل دونه ” انتهى .
Artinya: Apabila pada tubuh (anggota wudhu) terdapat karet dan sesuatu yang tebal / padat sehingga mencegah air sampai ke kulit maka tidak sah wudhu kecuali setelah dihilangkan terlebih dahulu penghalang tersebut atau dihilangkan sesuatu yang diketahui bahwa air telah menyentuh kulit seluruhnya seandainya tidak ada penghalang.
Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 1/456, menyatakan:
إذا كان على بعض أعضائه شمع أو عجين أو حناء وأشباه ذلك فمنع وصول الماء إلى شيء من العضو لم تصح طهارته سواء أكثر ذلك أم قل , ولو بقي على اليد وغيرها أثر الحناء ولونه دون عينه أو أثر دهن مائع بحيث يمس الماء بشرة العضو ويجري عليها لكن لا يثبت : صحت طهارته
Artinya: Apabila pada sebagian anggota tubuh terdapat lilin atau adonan atau pacar/inai dan yang serupa yang mencegah sampainya air pada anggota tubuh, maka tidak sah bersucinya baik (penghalang itu) banyak atau sedikit. Apabila masih tersisa pada tangan dan lainnya bekas inai/pacar tapi bukan bendanya atau bekas minyak wangi yang cair namun air bisa sampai pada kulit anggota tubuh dan mengalir di atasnya hanya tidak menetap maka sah bersucinya (wudhu/mandi wajib).
4. Tidak harus dikerik. Baca detail: Mandi Wajib Tidak Merata
5. Ya bisa dan tidak perlu dilintaskan niat baru. Baca detail: https://www.konsultasisyariah.in/2015/02/kapan-niat-diucapkan.html
6. Niat seperti itu sudah benar dan sah. Baca detail: Cara Wudhu dan Mandi Wajib
HUKUM BASAHAN SETELAH ISTINJAK
Setelah saya selesai bab kemudian saya istinja dengan air, setelah itu saya lap dengan handuk pada bagian kemaluan dan bagian belakang. Pada bagian kemaluan saya lupa apakah bagian lubang juga saya lap atau tidak, setelah itu saya pasang celana dan waktu itu kaki saya dalam keadaan basah karena belum saya lap, sewaktu pasang celana otomatis celana menjadi sedikit basah karena kaki basah dan memang cara itu biasa saya pakai biar saya tidak was-was, lalu saat sudah terpasang, pada celana dibagian kemaluan seperti ada basahan namun saya tidak tau basahan apa, saat saya pasang celana basaha itu keluar tepat pada bagian kemaluan. baru ketahuannya pada saat sudah pasang celana tadi, bukan pada saat sudah lama setelah pasang celana, kalaunya sudah lama setelah istinja pasti saya berpikiran bahwa ada cairan yang keluar, namun ini pada saat memasang celana dengan keadaan kaki basah, nah namun pada bagian kemaluan saya lupa apakah bagian lubang sudah saya lap atau tidak.
Pertanyaannya.
1.basahan apakah yang berbekas pada celana saya sewaktu saya memasang celana itu ?
2.bolehkah saya menghukumi basahan itu tidak najis ? Karena saya lupa apakah lubang kemaluan saya sudah saya lap atau belum tadi, jadi saya berasumsi bahwa itu adalah basahan bekas cebok dan juga basahan itu tidak jelas basahan apa ?
JAWABAN
1. kemungkinan basahan dari kaki anda.
2. Boleh.