Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

KH Hasyim Asy’ari Tidak Punya Guru dari Kaum Habib Ba’alawi

MBAH HASYIM TIDAK MEMPUNYAI GURU KLAN HABIB BA’ALWI

Penulis: Imaduddin Utsman Al-Bantani
Hari ini popular (syuhrah dan istifadlah) di kalangan sebagian masyarakat, bahwa Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari (Mbah Hasyim) mempunyai guru dari kalangan Habib Ba’alwi yaitu Ahmad bin Hasan Al-Athas, Husen Al-Habsyi dan Alawi bin Ahmad Assegaf. Bahkan para kibin (pendukung nasab Habib Baalwi) menggunakan narasi itu untuk menakut-nakuti umat Islam Indonesia bahwa jika mereka tidak mengakui nasab Habib Ba’alwi sebagai cucu Nabi Muhammad SAW berarti mereka telah su’ul adab kepada Mbah Hasyim karena Mbah Hasyim adalah murid dari tiga Habaib Ba’alwi tersebut.

Pertanyaanya: Benarkah Mbah Hasyim mempunyai guru dari kalangan Habaib Ba’alwi? Sejak kapan informasi itu muncul? Dari mana cerita itu berasal? Adakah sumber primer yang bisa menjadi rujukan? Empat pertanyaan itulah yang akan kita carikan jawabannya dalam tulisan ini.

Klaim bahwa Mbah Hasyim Asy’ari mempunyai tiga guru dari Habib Ba’alwi adalah sebuah klaim hari ini dari peristiwa sejarah masa lalu. Untuk memverifikasi kebenarannya, kita tidak bisa Kembali ke masa lalu seacara fisik. Namun masa lalu, bukanlah masa yang berdiri sendiri. Ia adalah bagian yang tidak terpisahkan dan masa kini. Apa-apa yang tercipta di hari ini adalah kelanjutan dan kesinambungan dari peristiwa-peristiwa masa lalu. Ada proses-proses yang logis yang bisa dipelajari dari apa yang terjadi hari ini yang harus terkait dengan masa lalu. Misalnya: jika di depan rumah kita ada sebuah pohon kelapa yang sudah berumur 30 tahun maka klaim bahwa seminggu yang lalu pohon kelapa itu tidak ada di depan rumah kita adalah sesuatu yang tidak masuk akal yang sulit untuk dipercayai. Begitupula klaim seseorang bahwa ia di tahun 1985 bertemu dengan Gubernur Makkah yang sekaligus juga keturunan Nabi Muhammad SAW, Syarif Aunurrafiq, di Makkah, harus dibantah Ketika telah diketahui bahwa Syarif Aunurrafiq telah wafat di tahun 1905.

Untuk memvalidasi klaim bahwa Mbah Hasyim Asy’ari mempunyai guru dari klan Habib Ba’alwi bisa dilakukan dengan melakukan metode historis yaitu pertama dengan heuristic yaitu mengumpulkan sumber-sumber yang tersedia baik primer maupun sekunder dari Riwayat hidup Mbah Hasyim Asy’ari; kemudian kedua: kritisasi sumber, yaitu dengan menguji orisinalitas sumber-sumber dan validitasnya. Kita pilah mana sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan mana yang tidak; kemudian ketiga: interpretasi sumber, yaitu kita olah informasi-informasi yang ada dalam sumber-sumber itu secara logis dan verfikatif. Jika informasi yang ada dalam sumber-sumber itu logis dan verifikatif maka proposisi yang ada dalam sumber itu bisa diterima, sebaliknya, jika tidak logis dan tidak verifikatif maka sumber itu merupakan sumber pabrikan yang patut dicurigai sebagai bagian dari upaya cipta sejarah dari sebuah klaim yang dimaksud.

Mbah Hasyim lahir pada tahun 1871 M. dan wafat pada tahun 1947 M. Manusia mulia ini hidup selama kurang lebih 76 tahun. Dalam rentang tahun itulah peristiwa sejarah sosok Mbah Hasyim Asy’ari terjadi. Dalam meneliti sebuah tokoh sejarah, pertama kita harus membuktikan bahwa tokoh ini benar-benar adalah sosok historis. Cara embuktikannya adalah dengan sumber primer berupa tulisan tanganya sendiri ketika ia masih hidup, atau reportase media massa di masanya atau tulisan orang yang semasa dengannya. Untuk sarat-sarat ini, dapat disimpulkan dan dipastikan secara ilmiyah bahwa Mbah Hasyim adalah sosok historis karena ia mempunyai tulisan berupa kitab-kitab dalam Bahasa Arab seperti kitab Risalah Ahlissunnah Waljama’ah dan kitab Adabul Alim wal Muta’allim; adapula buku biografi yang ditulis orang lain yang mengaku bertemu dengan dirinya, yang hari ini masih kita bisa baca, seperti buku biografi Mbah Hasyim karya Akarhanaf yang ditulis tahun 1948 M.; ada juga berupa surat-surat duka cita atas wafatnya beliau tahun 1947 yang masih terarsipkan rapi yang disampaikan oleh Jenderal Sudirman, Yusdi Ghozali: Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PII), Kibagus: Pengurus Besar Muhammadiyah, Bung Tomo: Ketua Umum BPRI, dalam surat duka cita wafatnya Mbah Hasyim itu, Bung Tomo di antaranya menyatakan: “Kesucian serta iman Al-Marhum Ramanda Kiai Hasyim Asy’ari tetap Bersama perjuangan kita! (Akarhanaf, lampiran, 1948)
Setelah kita memastikan secara ilmiyah bahwa sosok Mbah Hasyim Asy’ari adalah sosok historis di masa lalu, maka Langkah berikutnya kita buktikan segala klaim historis hari ini dengan metode historis di atas. Dalam hal ini kita akan buktikan klaim historis bahwa Mbah Hasyim mempunyai tiga guru seorang Habib Ba’alwi.

Tahapan pertama kita telusuri adakah satu sumber primer yang bisa kita jadikan referensi bahwa Mbah Hasyim mempunyai tiga guru dari klan Habib Baalwi seperti yang sekarang beredar. Sumber primer yang paling kuat adalah sumber yang ditulis oleh Mbah Hasyim sendiri berupa pengakuan bahwa ia mempunyai guru orang-orang yang berasal dari klan di Tarim itu . Atau adakah tulisan orang lain yang satu masa dengan Mbah Hasyim ketika belajar yang bercerita tentang itu, misalnya ayahnya menulis bahwa Ketika Mbah Hasyim masih berumur 5 tahun ia dititipkan belajar mengaji Al-Quran kepada seorang Habib. Jawabannya semua itu tidak ada.

Penulis tidak menemukan satu sumber primer-pun yang bisa dijadikan referensi akan klaim bahwa Mbah Hasyim mempunyai guru dari kalangan Habib Ba’alwi. Penulis tidak menemukan Mbah Hasyim pernah menulis bahwa ia belajar kepada seorang Habib, padahal ia banyak menulis kitab dalam Bahasa Arab.

Buku biografi tertua yang mengulas sejarah hidup Mbah Hasyim adalah buku “Hadratusyaikh K.H. Hasyim Asy’ari Bapak Umat Islam Indonesia” yang ditulis oleh anak Mbah Hasyim sendiri yaitu Abdul Karim Hasyim yang dikenal dengan nama Akarhanaf yang merupakan akronim dari Abdul Karim Hasyim-Nafiqah. Dalam buku tersebut tidak disebutkan bahwa Mbah Hasyim mempunyai guru seorang Habib Ba’alwi. Buku ini selesai ditulis pada tahun 1948, satu tahun setelah wafatnya Mbah Hasyim. Akarhanaf lahir tahun 1919 ketika menulis biografi Mbah Hasyim itu ia sudah dewasa berumur 29 tahun. Ia juga mempunyai kedekatan khsusus dengan Mbah Hasyim karena ia adalah putra sekaligus murid Mbah Hasyim, tentunya banyak informasi yang ia bisa terima dari Mbah Hasyim. Kendati demikian, Akarhanaf sama sekali tidak menyebut bahwa Mbah Hasyim mempunyai guru seorang Habib Ba’alwi.

Lalu Ketika Mbah Hasyim tidak menulis bahwa ia mempunyai tiga guru dari klan Habib Ba’alwi dan sumber sekunder tertua tentang biografinya tidak menyebut ia mempunyai tiga guru dari Ba’alwi maka sejak kapan beredar narasi bahwa Mbah Hasyim mempunyai guru tiga orang Ba’alwi?

Ternyata cerita bahwa Mbah Hasyim mempunyai guru tiga orang Baalwi itu bermula dari buku seorang Ba’alwi Bernama Muhammad Asad Syahab. Asad Syahab menulis buku kecil berbahasa Arab sejumlah 57 halaman berjudul “Al-Allamah Muhammad Hasyim Asy’ari” diterbitkan oleh penerbit Darushadiq tahun 1971. Dalam buku itu ia menyebutkan bahwa di antara nama-nama guru Mbah Hasyim Asy’ari ada tiga orang klan Baalwi yaitu Ahmad Hasan al-Athas, Husen al-Habsyi dan Alwi bin Ahmad Assegaf (lihat h. 24). Inilah buku pertama yang menyebut bahwa Mbah Hasyim mempunyai guru dari klan Habib Baalwi yang tidak disebut oleh penulis sebelumnya. Penyebutan yang dilakukan Asad Syahab itu tidak menyertakan referensi apapun yang dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan di antara nama-nama itu adalah nama orang yang tidak ada di Makkah Ketika Mbah Hasyim ada di Makkah.

Ahmad bin Hasan al-Athas yang disebut oleh Asad Syahab sebagai guru Mbah Hasyim adalah orang yang berasal dari Huraidah Yaman yang pergi ke Makkah pada tahun 1274 dan pulang ke Huraidah pada tahun 1279 H. (lihat Alwi bin Tahir, Uqudul Almas, j.1 h. 11). Sedangkan, Mbah Hasyim berada di Makkah dalam rentang waktu tahun 1308-1316 (lihat Akarhanaf, 1948 h. 25-28). Bagaimana dua orang yang tidak pernah bertemu kemudian menjadi guru dan murid? Jelas informasi Asad Syahab adalah informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini sesuai dengan kebiasaan leluhur Baalwi yaitu Ali al-Sakran (w.1895H.) yang menulis dalam kitabnya “Al-Burqah al-Musyiqah” bahwa leluhur keluarga Bafadal adalah murid keluarga Baalwi di masa lalu tanpa referensi. Patut diduga pennyebutan duan ama lainnya oleh Asad Syahab juga tidak berbasis data dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.

Setelah penyebutan tiga nama Baalwi sebagai guru Mbah Hasyim oleh Asad Syahab maka kemudian banyaklah penulis biografi Mbah Hasyim yang mengambil darinya tanpa Analisa tajam dan mendalam.

Di bawah ini beberapa buku yang membahas Mbah Hasyim Asy’ari dalam bahasa Indonesia yang menyebut nama guru-gurunya tapi tidak menyebut Mbah Hasyim mempunyai guru dari klan Baalwi, dengan urutan tahun:

Pertama: Buku “Hadratusyaikh KH. Hasyim Asyari Bapak Umat Islam Indonesia”, karya Akarhanaf ditulis tahun 1948, dicetak ulang oleh penerbit Pustaka Tebuireng tahun 2018. Dalam buku ini ditulis guru-guru dan pesantren Mbah Hasyim yaitu: Kiai Asy’ari (ayah), Pesantren Wonokoyo, Pesantren Probolinggo, Pesantren Plangitan, Pesantren Terenggalis, Pesantren Madura (dibaca: Mbah Kholil Bangkalan), Kiai Ya’qub di Pesantren Siwalan Panji tahun 1891 (lihat h. 15). Perhatikan dalam buku ini sama-sekali tidak disebut nama-nama Ba’alwi sebagai guru Mbah Hasyim.

Kedua buku “Sejarah pujangga Islam Syekh Nawawi Al-Banteni Indonesia” karya Chaidar (Sayyid Chaidar Dahlan), murid Mbah Hasyim Asy’ari dari Lasem dan cicit Syaikh Zaini Dahlan Makkah, diterbitkan oleh CV. Sarana Utama Jakarta tahun 1978. Di dalam buku ini disebutkan bahwa murid Syekh Nawawi di antaranya adalah Mbah Hasyim Asy’ari. Penulis buku ini, Chaidar, adalah santri Mbah Hasyim di Tebuireng, ia menulis:

“Pada tiap-tiap waktu Ashar Almarhum K.H. Hasyim Asy’ari mengajarkan kitab Fathul Qarib kepada murid-muridnya. Dalam setiap memberikan ulasan-ulasannya beliau selalu menyisipkan di sana-sini sejarah hidup dan perjuangan gurunya, syekh Nawawi al-Banteni. Mereka yang mendengarkan memang tekun dan asyik termasuk penulis buku ini, namun bagi orang yang menceritakan (k.H. Hasyim Asy’ari), dalam menyampaikan cerita-cerita itu tentu tergenang air mata terharu, karena bangga.” (lihat. H. 6).

Dari buku ini kita mendapatkan sumber dari orang yang bertemu Mbah Hasyim bahwa Mbah Hasyim mengaku ia berguru kepada Syaikh Nawawi al-Bantani. Tetapi buku ini tidak memberikan informasi Mbah Hasyim mempunyai guru dari Ba’alwi.

Ketiga buku “Kiayi Haji Hasyim Asy’ari Riwayat Hidup dan Pengabdiannya” karya Heru Sukardi, diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 1980. Dalam buku tersebut dikatakan Mbah Hasyim berguru kepada Kiai usman (Pesantren ngGedang, kakek dari Ibunya), Kiai Asy’ari (Pesantren Keras, ayahnya), Pesantren Wonokoyo Jombang, Pesantren Probolinggo, Pesantren Palangitan di Babad, Pesantren Terenggalis, Kiai Khalil Bangkalan, Pesantren Madura, Kiai Ya’qub Pesantren Siwalan Panji (lihat h. 28-33 dan 65). Dalam buku ini-pun tidak disebutkan bahwa Mbah Hasyim Asy’ari mempunyai guru dari Baalwi.

Keempat Buku “Ikhtisar Biografi Hadratusyaikh KH. Hasyim Asy’ari 1871-1947” ditulis oleh Latifatul Khuluq, Rijal Mumazziq Z, Hamzah Sahal dan Ali Usman. Diterbitkan oleh LTN NU tahun 2023. Dalam buku ini disebutkan nama-nama guru dan pesantren Mbah Hasyim yaitu: Pesantren Wonokoyo, Pesantren Langitan, Pesantren Trenggilis, Pesantren Kademangan Bangkalan Madura, Kiai Yaqub di Pesantren Siwalan Panji, Syekh Mahfudz Termas, Syekh Ahmad Khatib, Syekh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Syatha, Syaikh Dagistani (h. 23-28). Buku ini walau ditulis belakangan tidak menyebut nama Baalwi sebagai guru-guru Mbah Hasyim. Agaknya para penulis dari Lembaga resmi PBNU ini enggan mengutip dari Asad Syahab yang tidak berlandaskan referensi itu.

Adapun buku yang menyebut nama Baalwi sebagai guru Mbah Hasyim di antaranya adalah buku karya Muhammad Rifai dengan judul “K.H. Hasyim Asy’ari Biografi Singkat 1871-1947”. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Garasi tahun 2009. Dalam buku ini disebutkan nama dua orang Baalwi yaitu Husen Al-Habsyi dan Alwi bin Ahmad al-Saqqaf yang disebut sebagai guru Mbah Hasyim (lihat h. 23). Muhammad Rifai mengatakan bahwa dua nama Baalwi sebagai guru Mbah Hasyim itu ia dapatkan dari buku karya Kiai Aziz Masyhuri yang berjudul “99 Kiai Karismatik Indonesia”. Pertanyaannya: dari mana Kiai Aziz Masyhuri mendapatkan informasi itu? Jawabannya adalah : Kiai Aziz Masyhuri mendapatkan informasi itu dari buku karya Asad Syahab Baalwi di atas.

Jika ada pertanyaan: darimana penulis bisa seyakin itu padahal hanya membaca kutipan dan tidak merujuk langsung kepada buku Kiai Aziz Masyhuri? Jawabannya dari rangkaian teks yang dinarasikan oleh Kiai Aziz itu sangat mirip dengan rangkaian teks Asad Syahab Ba’alwi. Perhatikan rangkaian teks Kiai Aziz yang dikutip oleh Muhammad Rifa’i:

“Selain belajar, selama di Makkah, beliau termasuk orang yang rajin menghadiri majelis-majelis pengajaran al-Haram al-Syarif dan selalu mengikuti pengajian Al-‘Allamah Sayyid Alawi bin Ahmad Al-Saqqaf dan Sayyed Huseini Al-Habsy Al-Mufti. Selain itu, beliau juga sering berkunjung ke rumah kedua gurunya ini” (Muhammad Rifa’I, h. 23).

Bandingkan teks Rifai di atas dengan teks karya Asad Syahab Baalwi di bawah ini:

كان العلامة محمد هاشم أشعري من المداومين على حضور الدرس في الحرم الشريف وكان يلازم العلامة السيد علوي بن أحمد السقاف والسيد حسين الحبشي المفتي ؛ ويكثر من زيارتهما في البيت

Artinya: “Al-Allamah Muhammad Hashim Asy’ari adalah seorang yang rutin mengikuti pelajaran di Masjidil Haram dan beliau biasa menemani Al-Allamah Sayyid Alawi bin Ahmad Assegaf dan Sayyid Hussein Al-Habsyi, sang Mufti; dan beliau sering mengunjungi mereka di rumah” (lihat Muhammad Asad Syahab, h. 24).

Perhatikan dua ibarat yang kembar itu. Itu menunjukan sangat jelas bahwa informasi yang beredar di buku-buku yang membahas tentang Mbah Hasyim Asy’ari bahwa ia mempunyai guru tiga orang Baalwi adalah berasal dari berita yang diciptakan Ba’alwi tanpa ada referensi yang jelas. Jika ada yang mengatakan bahwa Asad Syihab pernah bertemu dengan Mbah Hasyim Asy’ari, oleh sebab itu bisa jadi ia telah mewawancarai Mbah Hasyim akan siapa saja guru-gurunya. Penulis menjawab: bukankah Akarhanaf juga bertemu dengan Mbah Hasyim, bahkan ia murid dan anaknya Mbah Hasyim, kenapa Akarhanaf tidak menyebutkan nama tiga Baalwi itu sebagai guru Mbah Hasyim. Dan, ini yang paling penting, jika kita menerima informasi dari Asad Syahab Baalwi bahwa Mbah Hasyim memiliki tiga guru dari Baalwi tersebut maka sama saja kita menuduh Mbah Hasyim berdusta karena Ahmad bin Hasan Al-Athas terbukti secara ilmiyah tidak berada di Makkah Ketika Mbah Hasyim berada di Makkah.

Dalam mukaddimah cetakan kitab “Adabul Alim wal Muta’allim” karya Mbah Hasyim tahun 1994, cucu Mbah Hasyim yang Bernama Gus Ishom hadziq mencantumkan nama-nama guru Mbah Hasyim, tetapi di dalamnya ia tidak menyebut satupun nama dari klan Ba’alwi. Nama-nama yang disebut oleh Gus Ishom sebagai guru Mbah Hasyim adalah: Kiai Asy’ari (ayah Mbah Hasyim), Pesantren Sona (?), Pesantren Siwalan, Pesantren langitan Tuban, Pesantren Bangkalan Mbah Khalil, Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Syekh Khatib al-Minangkabau, Syekh Syuaib bin Abdurrahman, Sayyid Abbas al-Maliki, Syekh Mahfudz Atturmusi (Gus Isham hadziq, Muqaddimah Adabul Alim wal Muta’allim, h. 4).

Perhatikan bagaimana seorang cucu Mbah Hasyim, Gus Isham Hadziq, tidak mencantumkan nama-nama Ba’alwi sebagai guru dari Mbah Hasyim padahal informasi tentang itu telah disebarkan oleh seorang Baalwi di tahun 1971. Penulis tidak mengatakan bahwa semua yang ada dalam buku biografi Mbah Hasyim karya Asad Syahab itu bohong, tentu ada saja yang sesuai fakta, seperti tentang seorang insinyur Belanda yang masuk Islam di tangan Mbah Hasyim, tetapi Ketika sudah terkait dengan kesejarahan klan Ba’alwi, missal tentang menyebut tokoh besar seperti Mbah Hasyim sebagai murid Ba’alwi, tulisan seorang Baalwi seperti Asad perlu diverifikasi yang dalam dan tuntas, karena telah terbukti berdasar kajian penulis tentang klan Ba’alwi, bahwa seseorang yang berasal klan Ba’alwi Ketika menulis sejarah yang terkait dengan klan mereka penuh dengan interpolasi dan kedustaan.

Kembali ke Atas