Hukum cairan keputihan wanita
Hukum cairan keputihan wanita
Assalaamu’aikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Saya mau bertanya..
1. Saya sering mengalami keputihan tapi tidak selalu keluar setiap saat. Terkadang setiap akan shalat keluar keputihan, saya bersihkan, nanti setelah wudhu bisa keluar lagi, terlebih saat gerakan shalat rukuk dan sujud bisa keluar, kadang berjalan menuju tempat shalatpun bisa keluar. Saya sampai mengulang-ulang wudhu. Kadang keluarnya tidak terasa, setelah shalat saya cek ada cairan keputihan itu. Tapi tidak setiap akan shalat seperti itu. Bolehkah saya menggunakan pendapat yang menyatakan keputihan tidak membatalkan wudhu, tapi itu keputihan tidak keluar terus menerus, atau mohon solusi yang lain?
2. Ketika akan shalat saya selalu merasa ragu akan kebersihan kaki saya, jadi sebelum wudhu saya selalu menyikatnya dan itu sebenarnya memberatkan bagi saya, karena saya bisa lama membersihkannya, takutnya ada yang menghalangi sampainya air ke kulit. Dan kalau shalat diluar rumah jadi was-was takut kalau kakinya belum bersih, masih ada yang menghalangi. Juga ragu kalau ada yang menghalangi di tangan, di wajah, dan bagian wudhu lainnya, mohon solusinya saya harus bagaimana?
3. Bagaimana jika salah membaca takbiratul ihram saat shalat berjamaah, apakah shalat harus diulang?
Terimakasih atas jawabannya
JAWABAN
1. Pertama, keputihan (dalam bahasa fikih disebut rutubat al-farji) hukum najis atau sucinya ada tiga pendapat menurut mazhab Syafi’i.
1. Keputihan hukumnya najis secara mutlak
Pendapat pertama, najis secara mutlak karena cairan ini keluar dari tempat najis. Ini salah satu pendapat Imam Syafi’i. Sebagaimana dikutip oleh Al-Syirazi dalam Al-Muhadzab, hlm. 2/588,:
أما رطوبة فرج المرأة فالمنصوص أنها نجسة ; لأنها رطوبة متولدة في محل النجاسة فكانت نجسة
Artinya: Cairan keputihan perempuan hukumnya menurut nash Imam Syafi’i adalah najis karena cairan ini keluar pada tempat najis maka statusnya najis.
2. Keputihan itu suci dan najis
Pendapat kedua dirinci. Ini pendapat yang dinukil Darul Ifta Al-Urduniyah dari Ba Alawi dalam kitab Bughiyah Al-Mustarsyidin, hlm. 53 yang disimpulkan sbb:
– إذا خرجت هذه الإفرازات من ظاهر الفرج: فهي طاهرة، ولا تنقض الوضوء.
2- أما إذا خرجت من باطن الفرج: فهي طاهرة أيضا، ولكنها تنقض الوضوء، فيجب على المرأة أن تتوضأ كلما نزلت عليها هذه الإفرازات الخارجة من الباطن، ولا يجب عليها غسلها عن ثيابها، إلا إذا تأكدت أن هذه الإفرازات قد نزلت عليها من عمق الرحم، كالسائل الذي ينزل عند الولادة: فهذا نجس يجب غسله من الثياب.
3- أما إذا شكت المرأة ولم تعرف إن كانت هذه الإفرازات خرجت من ظاهر الفرج أم من باطنه: ففي هذه الحالة حكمها الطهارة، ولا تفسد الوضوء؛ لأن اليقين لا يزول بالشك.
وننبه هنا إلى أن ظاهر الفرج هو الذي يظهر عند قعود المرأة لقضاء الحاجة، وأما باطنه فهو ما وراء ذلك. هذا حاصل ما يقرره فقهاؤنا
Artinya: a) apabila cairan keputihan ini keluar dari bagian luar vagina maka suci dan tidak membatalkan wudhu; b) apabila keluar dari bagian dalam vagina hukumnya najis dan membatalkan wudhu. Maka, wajib bagi wanita untuk berwudhu setiap kali cairan keputihan keluar dari vagina bagian dalam. Tidak wajib bagi wanita tsb mencuci/membasuh cairan itu dari bajunya kecuali apabila yakin bahwa cairan itu betul-betul berasal dari bagian dalam rahim seperti cairan yang keluar saat melahirkan. Dalam kasus ini maka hukumnya najis dan wajib membasuh cairan itu dari baju. c) Apabila ragu atau tidak tahu apakah cairan itu keluar dari vaginana luar atau dalam, maka dalam kasus ini hukumnya suci dan tidak membatalkan wudhu. Karena yakin tidak hilang oleh keraguan. Yang dimaksud bagian luar adalah bagian yang tampak saat wanita duduk untuk BAB (buang air besar) atau kencing. Sedangkan bagian dalam vagina adalah bagian yang tidak terlihat saat perempuan duduk untuk BAB atau kencing.
Baca juga: Cara niat dalam wudhu dan mandi wajib
3. Keputihan itu suci secara mutlak
Pendapat ketiga, keputihan hukumnya suci secara mutlak. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk Syarah Muhadzab, hlm. 2/588-589, menjelaskan:
رطوبة الفرج ماء أبيض متردد بين المذي والعرق ، فلهذا اختلف فيها ثم إن المصنف رحمه الله رجح هنا وفي التنبيه النجاسة ، ورجحه أيضا البندنيجي وقال البغوي والرافعي وغيرهما : الأصح : الطهارة
Artinya: Cairan keputihan hukumnya terjadi perbedaan di kalangan ulama mazhab Syafi’i. Pengarang kitab Al-Muhadzab cenderung mengunggulkan pendapat yang menyatakan najis. Begitu juga Al-Bandaniji. Sedangkan Al-Baghawi dan Al-Rafi’i menyatakan bahwa pendapat yang paling sahih adalah suci.
Kesimpulan: Kalau anda termasuk yang ragu apakah keputihan anda keluar dari bagian luar atau dalam vagina, maka bisa ikut pendapat di atas yakni hukum keputihan itu suci dan tidak membatalkan wudhu. Apalagi kalau tahu dan yakin itu keluar dari vagina bagian luar.
4. Da’imul hadas menurut mazhab Syafi’i dan Maliki
Namun, kalau anda yakin betul bahwa cairan keputihan anda berasal dari vagina bagian dalam, yang berarti membatalkan wudhu, sementara cairan itu keluar terus menerus sehingga kesulitan untuk shalat, maka dalam pandangan mazhab Syafi’i anda termasuk kelompok da’imul hadas atau orang yang terus menerus batal wudhu.
Dalam kondisi demikian, maka yang perlu anda lakukan cukup mudah, yaitu: a) saat waktu shalat tiba, bersihkan kemaluan dan tutup dengan kain; b) ambil wudhu; c) setelah itu lakukan shalat. Tidak masalah apabila setelah wudhu dan sebelum atau selama shalat cairan keputihan itu keluar. Harap dicatat bahwa wudhunya orang da’imul hadas hanya bisa dipakai untuk 1 kali shalat fardhu saja dan beberapa kali shalat sunnah. Baca detail: Shalat orang yang Beser (Selalu Kencing)
Solusi lain adalah pendapat mazhab Maliki, Ad-Dasuqi dalam Hasyiyah al-Dasuqi, hlm. 1/116-117, menyatakan:
أطلق المصنف في السلس فيشمل سلس البول والغائط والريح وغيره كالمني والمذي والودي، واعلم أن ما ذكره المصنف من التفصيل في السلس طريقة المغاربة وهي المشهورة في المذهب، وذهب العراقيون من أهل المذهب إلى أن السلس لا ينقض مطلقا، غاية الأمر أنه يستحب منه الوضوء إذا لم يلازم كل الزمان, فإن لازم كله فلا يستحب منه الوضوء” انتهى
Artinya: Da’imul hadas (yang selalu batal wudhu karena penyakit) itu meliputi beser kencing, buang air besar, keluar angin, dll seperti mani, madzi dan wadi. Penjelasan dari mushannif dalam soal ini adalah pendapat yang populer dalam mazhab (Maliki). Sementara itu, ahlul mazhab berpendapat bahwa beser itu (kencing atau keputihan, dll) tidak membatalkan wudhu secara mutlak. Namun sunnah berwudhu apabila besernya tidak terjadi sepanjang waktu. Apabila terjadi sepanjang waktu maka tidak sunnah berwudhu.Baca juga: Wanita Nifas, Haid, Istihadah
Hukum penganut mazhab Syafi’i mengikuti mazhab lain dalam hal tertentu
Adapun muslim yang biasa ikut mazhab Syafi’i lalu pindah ikut mazhab lain, seperti mazhab Hanafi, Maliki atau Hambali, dalam masalah tertentu maka itu dibolehkan apabila hal itu dianggap akan memberikan solusi kemudahan bagi dirinya. Menurut Syaikh Hasyim Asy’ari, ikut suatu mazhab itu tidak wajib dan boleh untuk ikut mazhab lain apabila diperlukan. Baca detail: Orang Awam Tidak Wajib Ikut Satu Madzhab
Ragu ada penghalang di anggota wudhu
2. Hukum asal dari tubuh manusia adalah suci. Dan dalam kondisi ragu, maka kembali ke hukum asal yaitu suci. Jadi, tidak perlu menggosok tubuh yang hendak dibasuh. Dalam soal takut ada yang menghalangi, maka itu sikap was-was yang berlebihan. Karena, yang dianggap menghalangi itu apabila yang nempel di tubuh berupa benda dan cukup besar. Sedangkan kalau kecil sekali tidak masalah. Baca detail: Tahi Mata saat Wudhu dan Mandi
Salah ucapan takbirotul ihrom
3. Takbirotul ihram hanya membaca Allahu akbar. Kalau salah yang tidak merubah makna tidak masalah. Tidak perlu diulang. Baca detail: Shalat 5 Waktu