Perbuatan yang dikira murtad ternyata tidak
Perbuatan yang dikira murtad ternyata tidak
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Yang terhormat,
Dewan Pengasuh dan Majelis Fatwa
Pondok Pesantren Al-Khoirot, Malang
Dengan Hormat,
1A. Kemarin, kepanikan saya berlangsung seharian. Bisa dikatakan terjadi tanpa alasan. Karenanya saya sempat sangat lama takut berbicara apapun. Pada suatu titik, saya mencoba memaksakan diri bicara. Sebagai keterangan, saya sedang mengurus pencairan warisan. Sehingga saya berkata pada istri, “Senin, si Uni (kakak saya) pulang, kita bisa urus lagi suratnya.”
Seketika itu juga, ada lintasan yang menyebutkan seakan kata ‘surat’ tersebut mengacu pada sesuatu yang lain, dan seakan kalimat tersebut na’udzubillahi mindzalik bisa berdampak pada pernikahan kami.
Yang saya maksud dengan surat tersebut adalah surat ahli waris.
Apakah kalimat tersebut berdampak hukum?
1B. a) Satu kali lagi, di malam hari, saya berkata, “Enak punya anak, si [nama anak saya]. Dewasa sekali, “[kata sharih] (dari ngamuknya).
Kata di dalam tanda (…) tidak sempat saya ucapkan, dan kata sharih tersebut juga terucap hanya satu suku kata pertama (dua huruf), karena saya kaget dan takut dengan apa yang saya ucapkan.
Saya tahu, kalimat ini dalam konteks aman. Namun apakah kenyataan saya tidak menyelesaikan kalimat malah membuatnya berdampak?
b) Saya sempat ‘blank’ saat menulis ‘kata sharih’. Apakah berdampak?
1C. Apakah menggunakan kata ‘detached’ saat menggambarkan karakter istri berdampak hukumkah?
1D. Apakah menggunakan kata release pada objek album lagu, pernyataan bisnis, atau sejenisnya, otomatis tidak berdampak?
Apakah kata ‘sakit’ termasuk kata kinayah. Bila diucapkan pada saat ada sakit fisik, apakah benar mutlak tidak berdampak?
1E. a) Sudah tiga kali saya berucap “Aku mencabut semua talak muallaq yang pernah sata ucapkan.” Apakah otomatis tidak ada lagi lafadz muallaq yang pernah saya ucapkan yang bisa berdampak, baik yang teringat maupun tidak?
b) saya sempat salah menuliskan huruf ‘m’ (tertulis huruf ‘n’) pada kata ‘mencabut’. Apakah ada dampaknya?
1F. Apakah gumaman yang tidak membentuk kata, suara pita suara yang tidak membentuk kata, atau tidak ada artinya, seperti ‘mmmm’, ‘mhh’, atau ‘yeih’ mutlak tidak berdampak?
1G. Apakah mengucapkan kata sakit, saat sedang mengalami gangguan kesehatan, atau memang sedang merasakan sajit fisik, bisa berdampak? Entah kenapa saya selalu ketakutan mengucapkan kata ini.
1H. a) Apakah benar sengaja memasang lagu atau film, sengaja membaca sesuatu, mengklik headline berita, sengaja membaca tautan di linimasa, atau tindakan sejenis pada sesuatu yang ada lafadz sharih/kinayah nya mutlak tidak berdampak? Atau harus diniatkan tidak berdampak?
b) Bagaimana dengan mengomentari lagu, film, atau bacaan (buku, novel, berita) apakah otomatis berada pada konteks aman? Atau harus diniatkan berada pada konteks aman?
1I. Apakah benar, (dari yang saya tangkap dari beberapa fatwa Al Khoirot) bahwa menghapus email, notifikasi, menutup menu digital, menjawab pertanyaan yang diajukan software/aplikasi, mengklik tautan online shop, atau tautan berita/newsfeed, menjawab pertanyaan online shop, dan sejenisnya mutlak tidak berdampak karena otomatis berada pada konteks aman? Atau harus diniatkan untuk berada pada konteks aman?
1J. Apakah benar terinterupsi saat menulis pertanyaan tentang subyek-subyek yang ditanyakan tidak mengubah konteks bertanya pada tulisan yang belum dikirimkan?
2. Apakah menyampaikan isi lintasan syirik/murtad pada guru/ahli untuk bertanya dan mendapatkan fatwa ternasuk ‘mengatakan atau melakukan’ yang bisa berdampak kemurtadan? Yang saya ketahui lintasan dimaafkan selama tidak disampaikan atau dilakukan. Tapi bagaimana hukumnya bila dimaksudkan untuk ditanyakan hukumnya, murtad atau tidak?
3. Saya pernah diberi tahu tentang teori seorang matematikawan ‘Murphy’s Law’ yang bunyinya kurang lebih, “Anything that could go wrong, would go wrong.”
Saya menyebut teori tersebut sebagai bukti bahwa Allah Maha Penolong, dan manusia tidak akan selamat tanpa pertolongan Allah.
Apakah saya berdosa berucap demikian?
4. Saya, istri, dan keluarga besar selalu mengakui keharaman khamr dan babi. Tapi kami umumnya berpikir bahwa keharaman tersebut adalah untuk muslim. Sehingga kadang ada terucap “…buat dia kan ga papa”, saat membicarakan seorang nonmuslim dalam hubungannya dengan barang-barang haram tersebut.
Apakah kami berbuat kemurtadan?
5. Saat mendisiplinkan anak sulung saya, saya sempat berkata “Anak yang tidak sopan pada orang tuanya dan tidak menghormati orang tuanya disebut durhaka. Allah membenci anak durhaka, dan anak durhaka ditempatkan Allah di neraka.” Namun di saat yang sama, saya ingat dalam hati, anak yang belum akil baligh dosa nya tidak dicatat. Hal ini baru saya sampaikan pada anak saya sekitar 1-2 jam kemudian.
Apakah saya berbuat dosa? Separah apakah?
6. Dulu saya secara rancu berpikir bahwa sepupu adalah mahram. Istri saya yang sebenarnya tahu bahwa sepupu bukan mahram, jadi ikut salah berpikir. (Istri saya jadi berpikir dia yang salah, padahal dia benar).
Akibatnya, saya tidak pernah merasa salah saat memeluk dan mencium sepupu dan anak-anak mereka.
Bahkan saya pernah memijati sepupu yang sakit.
Sebenarnya ibu saya, walau masih rancu juga, pernah memberi tahu saya bahwa sepupu dari ibu bukan mahram. (Almarhumah berpikir sepupu dari Bapak termasuk mahram, karena beliau tidak tahu bahwa sepupu dari Bapak pun bukan mahram). Tapi saya terlupa total, dan tampaknya seluruh keluarga juga terlupa total, sehingga selalu saling memperlakukan antara sepupu seperti antar saudara kandung. Dengan ipar pun, seringnya berlaku tanpa teringat bahwa mereka bukan mahram. Istri saya sering memperlakukan kakak laki-laki saya seperti layaknya kakak sendiri.
Apakah saya dan istri sudah berbuat murtad? Kami tidak ada maksud mengubah-ubah hukum Allah
7A. Dulu saat usia anta 18 – 21, saya belajar filsafat barat, dan akibatnya banyak memiliki pikiran rancu, di antaranya menebak-nebak keberadaan jiwa dan hubungannya dengan tubuh. Karena saya sangat awam agama, banyak dugaan-dugaan saya yang tidak sesuai ajaran Islam. Apakah termasuk kemurtadan?
7B. Saya ingat berkata “Alam semesta ini berada dalam kekuasaan Allah.”
Kemarin tiba-tiba saya khawatir bahwa saya pernah mengutarakan hipotesis yang berupa kalimat di atas yang tidak menyebut kata ‘kekuasaan’.
Setahu saya bila memang saya melakukan pengutaraan begitu, hal tersebut kekufuran.
Namun istri saya (yang sejak jaman kuliah terpaksa mendengar dugaan-dugaan rancu saya) berkata saya tidak pernah segila itu.
Yang manakah yang harus saya pegang? Apakah saya berbuat kufur? Saat itu saya sangat awam agama, dan banyak terbawa kekacauan filsafat barat.
8A.Seperti saya sampaikan pada konsultasi sebelumnya, dahulu umumnya saya dan istri saya tidak ingat haram-halalnya pacaran, hingga saya beberapa kali menulis cerita yang ada adegan pacaran di dalamnya, dan para tokohnya berpakaian tidak sesuai syariat. Bahkan saya pernah menuliskan adegan muqaddimah zina (walau saya tahu dan mengakui keharamannya).
Kami juga pernah terlibat dalam pembuatan komik di mana dua hal tersebut digambarkan (pacaran dan aurat yang terbuka) dan mendesain maskot produk berupa gambar seseorang dengan aurat terbuka. Bahkan merancang dan memproduksi seragam pegawai yang tidak sesuai tuntunan syariat. Seragam yang pernah kami berikan pada pegawai kami pun saat masih memiliki toko tidak sesuai syariat.
Apakah termasuk berbuat dosa atau sudah termasuk menghalalkan hal haram?
8B. Umumnya saat membaca atau menonton sesuatu yang ada adegan khalwat yang haram, berciuman, berpelukan, atau muqaddimah zina yang lebih atau di mana ada aurat terbuka, pikiran kami tidak berpikir tentang halal-haram. Apakah masih termasuk berbuat dosa, atau sudah termasuk menghalalkan hal haram?
Seperti saya sampaikan kami sering lupa mengenai halal-haramnya, walau bila diingatkan kami selalui mengakui keharaman hal haram, dan selalu ingat bahwa zina dan muqaddimah zina, serta pornografi adalah haram
9A. a) Istri saya masih bersiap memakai pakaian yang sesuai syariat. Sering dia bertanya, saat mengenakan pakaian yang tidak sesuai syariat, atau bermaksud membeli, apakah dia boleh/pantas mengenakan sesuatu, atau apakah terlihat bAgus. Apakah tindakan saya membolehkan atau mengiyakan termasuk menghalalkan hal haram?
b) Karena salah tulis, kata ‘istri’ di pertanyaan poin 9Aa di atas sempat terulis dengan huruf ‘o’ diujungnya, dalam hati saya sempat tertawa. Dan saat menulis kata ‘diujungnya’ sempat ada lintasan takut bahwa kata tersebut bisa berdampak karena merujuk pada sesuatu. Semakin banyak yang saya tulis, makin banyak membuat saya takut. Apakah ada yang berdampak? Atau karena konteks cerita itu otomatis, tidak ada yang bisa berdampak?
9B. Saat melihat acara fashion di televisi (atau melihat baju di mall/toko/majalah dsb) saya daan istri sering mengomentari ‘bagus’ (bahkan kadang saya menyuruh membeli) padahal baju tersebut tidak sesuai syariat. Kami mengetahui kewajiban menutup aurat, tapi tidak teringat dan tidak disebutkan.
Apakah termasuk berdosa atau sudah ternasuk menghalalkan hal haram?
9C. Beberapa hari terakhir ini, sering ada lintasan yang menghalalkan sesuatu yang haram, walau tidak saya ucapkan, saat saya menonton sesuatu yang memang ada hal garam di dalamnya. Misal saat menonton iklan anime/film.
Lintasan tersebut segera saya bantah. Apakah termasuk kekufuran?
10A. Kadang, saat membaca sesuatu yang blasphemic, atau sesuatu yang termasuk ucapan syirik/murtad, kalimat tersebut terlintas dalam hati sebagai ingatan. Apakah menyebabkan kemurtadan?
10B. Dulu, saya sering membaca novel fantasi atau menonton film fantasi. Terkadang logika, perasaan, dan pola pikir terlarut ke dalam pola pikir film/novel tersebut, yang kadang bertentangan dengan agama. Misalnya dalam film Dragon Ball, yang bercerita ada naga yang keluar saat ada tujuh bola yang dikumpulkan dan naga tersebut ‘bisa mengabulkan permintaan’, atau pada Pirates of Carribean di mana ada orang-orang yang kena kutuk akibat mencuri emas terkutuk, sehingga tidak bisa mati sampai seluruh emasnya dikumpulkan.
Logika dan perasaan terbawa alur cerita tersebut. Namun tentu saja, secara hakiki tidak mempercayai apapun yang tidak sesuai agama Islam.
Apakah termasuk kemurtadan?
11. Bagaimana hukumnya bila keputihan istri saya keluar saat sedang shalat. Apakah shalatnya harus diulang?
12A. Bolehkah menulis cerita fabel dengan menempatkan satu tokoh makhluk sebagai tokoh jahat, untuk merepresentasikan jenis orang tertentu, atau pola pikir tertentu. Misalnya menjadikan tikus tokoh jahat.
Saya khawatir, karena bagaimana pun, binatang kan tunduk pada apa yang Allah jadikan mereka kerjakan?
12B. Cicak/tokek macam apakah yang kita disunnahkan membunuhnya? Boleh mohon penjelasan?
JAWABAN
1a. Tidak berdampak.
1ba. Tidak berdampak.
1bb. Tidak berdampak.
1c. Tidak berdampak.
1d. Tidak berdampak secara mutlak.
1ea. Ya.
1eb. Tidak berdampak.
1f. Mutlak tidak ada dampak.
1g. Tidak berdampak secara mutlak.
1ha. Mutlak tidak ada dampak.
1hb. Ya, mutlak aman.
1i. Mutlak aman.
1j. Benar.
2. Tidak murtad. Bertanya merupakan pengecualian.
3. Tidak berdosa.
4. Tidak murtad. Itu benar. Halal dan haram hanya bagi muslim. Sebagaimana shalat itu hanya wajib bagi orang mukalaf. Syarat mukalaf adalah Islam, baligh, berakal sehat. Baca detail: Syarat Wajib Shalat
5. Tidak berdosa apabila kata ‘anak durhaka’ dimaknai secara umum. Yang berarti yang dimaksud adalah anak yang sudah akil baligh. Kalau berkata seperti itu dikhususkan untuk anak yang belum baligh, maka tidak apa-apa apabila karena lupa hukumnya. Kalau disengaja, maka hukumnya dosa karena bohong. Baca detail: Bohong dalam Islam
6. Dimaafkan kalau tidak disengaja. Namun sebaiknya mencari tahu terlebih dahulu terkait hukum yang belum diketahui. Baca detail: Hukum Melakukan Perkara Haram karena Tidak Tahu
7a. Tidak.
7b. Kalimat “Alam semesta ini berada dalam kekuasaan Allah” itu benar.
8a. Berbuat dosa. Bukan menghalalkan hal haram.
8b. Dosa. Tidak termasuk menghalalkan yang haram.
9a. Tidak termasuk, kecuali dibarengi dengan anggap bahwa itu halal. Perlu diketahui, bahwa pakaian syar’i itu prinsipnya adalah menutup aurat (selain wajah dan telapak tangan bagi wanita). Adapun modelnya, ulama berbeda pendapat.
9b. Dilihat dulu. Kalau untuk dipakai di depan suami tidak masalah. Atau dipakai di muka umum tapi diberi baju rangkap yang menutup aurat maka tidak apa-apa. Kalau dipakai dalam keadaan terbuka aurat di depan umum, maka berdosa.
9c. Tidak termasuk kekufuran. Iklan anime/film hukum asalnya adalah halal. Kecuali apabila ada gambar yang mengumbar dan menstimulasi syahwat. Baca detail: Hukum Gambar
10a. Tidak.
10b. Tidak. Baca detail: Hukum Menulis Cerita Fiksi
11. Ya, harus diulang shalatnya. Segala hal yang keluar dari kemaluan depan atau belakang itu membatalkan wudhu. Dan otomatis membatalkan shalat. Baca detail: Cara Wudhu dan Mandi Wajib
12a. Tidak ada larangan membuat cerita fiksi kecuali apabila unsur ceritanya mengandung kisah yang dapat menyesatkan orang dan bertentangan secara langsung dengan syariah. Baca detail: Hukum Menulis Cerita Fiksi