Paranoia Hukum Syariat
Paranoia Hukum Syariat
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Yang terhormat,
Dewan Pengasuh dan Majelis Fatwa
Pondok Pesantren Al-Khoirot, Malang
Dengan Hormat,
1A. Dalam kitab Maratibul ‘Ijma, Imam Ibnu Hazm adz-Dzahiri menjelaskan ada tiga pendapat mengenai lafadz orang bodoh/orang awam. Apakah tiga pendapat tersebut menjelaskan tiga kondisi keawaman yang berbeda, atau merupakan tiga pendapat mengenai jenis keawaman yang sama?
1B. Dan apa yang dimaksud dengan ‘bila ada bukti’ pada pendapat ketiga? Apa yang diterima sebagai bukti tidak bermaksud mengadakan dampak?
1C. Apakah ketidak tahuan bahwa suatu kata termasuk kata sharih/kinayah, atau ketidak tahuan suatu kalimat bisa berdampak otomatis dihukumi dengan pendapat kedua, yaitu mutlak tidak ada dampak?
2. Pada konsultasi sebelumnya, saya bertanya tentang suatu keadaan ketika saya diserang gangguan bisikan bertubi-tubi di mana syaithan terus-terusan membisikkan kalimat sharih dan kinayah, sehingga saya dalam kekalutan melintaskan (bukan mengucapkan) pengharaman atas hal-hal yang tidak dihukumi haram dalam perkara ini. Bahkan saya sempat melintaskan “saya tidak mau lagi dibisiki kalimat-kalimat terkutuk itu.” Kemudian saya khawatir dengan lintasan-lintasan yang saya lintaskan sebagai bantahan/ungkapan kemarahan pada syaithan yang saya ucapkan karena khawatir dianggap mengubah-ubah hukum Allah. Saya kemudian melintaskan kaidah yang saya dapat dari pelajaran dan jawaban yang saya terima dari KSIA dan Majelis Fatwa PP Al-Khoirot, dan karena saya takut akan efek lintasan saya (yang melakukan pengharaman) saya bersyahadat, walau dalam keadaan ketakutan.
2A. Apakah syahadat saya dianggap saya berniat macam-macam dalam perkara pernikahan? Apakah keinginan saya memastikan keIslaman saya (dengan meluruskan pemikiran saya dan bersyahadat), saya dianggap membahayakan pernikahan saya?
2B. Apakah syahadat saya ada dampaknya pada pernikahankah?
2C. Dalam konsultasi sebelumnya, saya mendapat jawaban: Syahadat dalam konteks itu tidak ada pengaruh apapun. Karena ketakutan anda juga tidak ada dampak apapun. Apakah ada konteks di mana syahadat berpengaruh? Dalam konteks apakah?
3A. Kemarin istri saya mengomentari bahwa anak sulung kami mengingatkan nya pada dirinya sendiri saat ia masih kecil, yaitu banyak/suka tertawa dan cerah ceria. Dia bertanya bagaimana perangai saya saat masih kecil. Saya menjawab, “Saya mulai belajar ketawa waktu kita mulai berteman.” Segera saya mendapatkan serangan panik. Bagaimana juga, kami (saya dan istri saya, Dini) adalah pasangan suami istri, bukan hanya berteman. Apakah ada dampak hukum apapun?
3B. Bagaimana hukumnya, bila saat ingin menghibur istri mengatakan sesuatu seperti, “I’m your friend’, atau, “I’m not just your husband, I’m also your best friend.”?
3C. Istri saya mengalami serangan asma, dia berbaring untuk memulihkan kesehatan. Anak sulung saya berpikir istri saya menangis dan meminta saya mengecek istri saya. Saat saya masuk kamar, ternyata istri saya baik-baik saja. Yang saya tanyakan kemudian adalah, “Sesak?” tanpa pembukaan apapun. Seketika itu ada bisikan yang mencoba menterjemahkan secara jahat pertanyaan saya. Bagaimana hukumnya?
3D. Beberapa kali (sebenarnya sering sekali) ada lintasan yang mencoba menterjemahkan secara jahat ucapan saya, bahkan ketika yang diucapkan hal-hal seperti, “Anak kita ganteng-ganteng”, atau sejenisnya. Apakah mutlak tidak berdampak dan aman untuk diabaikan saja lintasan-lintasan tersebut?
Hal ini juga sering terjadi saat saya menuliskan pertanyaan pada pihak KSIA, mengerjakan pekerjaan kantor, atau mengurus sesuatu di laundry, toko, apotek, atau sejenisnya. Bahkan saat saya menuliskan kata ‘mengurus sesuatu’, lintasan tersebut mencoba menakut-nakuti saya.
3E. Karena paranoia, walau saya sudah berbelas kali diajari mengenai konteks aman, saya masih selalu ketakutan dan selalu menggunakan kata lain, atau tanda xxx saat harus mengutip kata sharih/kinayah. Bila saat menuliskan kata lain atau isyarat tersebut, atau saat membaca ulang pertanyaan saya, kalimat lengkapnya terlintas, bagaimana hukumnya?
3F. Saat istri saya meggunakan kata sharih/kinayah dalam konteks aman, saya masih sering ketakutan. Bila saya mengiyakan dan/atau mengerjakan apa yang istri saya katakan dalam konteks aman tersebut, sementara saya masih dalam keadaan ketakutan, apakah ada dampak apapun?
4. Dulu saya pernah salah mengerti bahwa frase ‘apa yang Allah kehendaki’ adalah sama dengan frase ‘apa yang Allah ridhai’, sehingga berpikir hal baik terjadi karena Allah menghendaki, sementara hal buruk terjadi karena Allah biarkan terjadi (tidak diridhai). Apakah pemikiran salah mengerti saya termasuk kekufuran?
5A. Seperti saya tanyakan pada konsultasi sebelumnya, (konsultasi bertopik [Penting] Pertanyaan Lanjutan tentang Was-was dalam Keseharian), saya pernah mengalami penyakit was-was parah saat berusian16-17 tahun, awalnya dari was-was ibadah, terutama saat shalat (kadang mengulang shalat hingga tujuh-delapan kali), kemudian was-was wudhu, (kadang mengulang wudhu hingga belasan kali), kemudian berlanjut pada banyak bisikan yang membisikkan hal-hal kufur berupa kepercayaan kristen atau buddha. Saya sempat berpikir bahwa saya pernah na’udzubillahi mindzalik berpindah-pindah agama. Ketika was-was tersebut hilang, saat saya tersibukkan dengan kegiatan sehari-hari (terutama kegiatan sekolah yang saat itu luar biasa menyibukkan), saya rasanya tidak pernah khusus bersyahadat kecuali dalam shalat. Sebenarnya saat was-was tersebut terjadi saya tidak pernah mengingkari rukun Iman maupun rukun Islam, saya selalu memegang kalimat tauhid, selalu percaya Allah adalah satu-satunya yang layak disembah, dan selalu mengakui Rasulullah Muhammad SAW adalah Rasul, tetap melaksanakan shalat fardhu, dan selalu berusaha beristighfar.
Apakah pikiran rancu saya tentang saya pernah na’udzubillahi mindzalik berpindah-pindah agama tersebut berdampak hukum (saya tidak pernah mengucapkan apapun tentang hal ini pada siapapun)? Apakah keIslaman saya masih sah?
5B. Karena tidak mengerti soal was-was dan penyakit was-was, saya pernah bercerita pada istri saya (saat sebelum akad nikah) bahwa ‘saya pernah berpindah-pindah agama walau kemudian kembali masuk Islam’. Bila saya saat itu dihukumi masih sah tetap Islam, apakah cara saya bercerita pada istri berbahaya? Saya saat itu juga tidak bersyahadat secara khusus kecuali dalam shalat. Dan karena saat itu belum mengerti hukumnya, saya shalat dengan cara berbisik (dengan suara angin, tidak dengan suara dari pita suara, walau terdengar oleh diri sendiri). Bagaimana hukumnya, apakah saya masih sah muslim dan mukmin?
5C. Saya pernah menceritakan penyakit was-was ibadah saya pada seorang teman baik, dan saat itu saya menceritakan salah kaprah saya, akibat tidak ada yang menjelaskan soal agama secara terstruktur. Saat itu saya menceritakan akibat kurang pendidikan agama tersebut, dalam kalimat, “yang terasa Allah itu ( sebagai sesuatu yang)menacing (mengancam)”
Saya ingat saat saya menceritakannya, saya sudah paham dan meyakini Allah Maha Penyayang dan Maha Pengampun, yang saya ceritakan adalah salah paham saya saat berusia 16-17 tahun tersebut karena awam agama. Frase (sebagai sesuatu yang) tersebut saya tidak ingat benar terucap atau tidak.
Apakah pernyataan tersebut merupakan na’udzubillahi mindzalik kekufuran? Apakah saya menuliskan kutipan kalimat tersebut merupakan na’udzubillahi mindzalik kekufuran? Apakah menyebut Allah dengan frase ‘sesuatu’ merupakan kekufuran? Saat itu saya tidak sadar kemungkinan dampak hukum ucapan tersebut, karena sedang bercerita mengenai bahayanya kurang pendidikan agama.
6A. Mengikuti fatwa Majelis Fatwa Al-Khoirot, saya mengizinkan anak-anak kami menonton film yang ada unsur sihirnya. Saya bahkan mengizinkan mereka menonton film kartun yang tokoh utamanya penyihir (seperti pada kartun Wallykazam, atau Sofia the First). Saya juga membiarkan anak-anak kami menonton film yang ada tokoh alien di dalamnya (seperti Stitch, Ultraman, atau Boboiboy), film yang ada tokoh atau makhluk ‘mistis’ di dalamnya (seperti Vampirina atau Nella the Princess Knight), dan juga film monster (seperti Gojira dan Gamera). Apakah tindakan saya benar?
6B. Saya masih cemas mengizinkan anak-anak saya menonton film Gojira, karena dalam versi Inggris dan Internasionalnya di sebut Godzilla. Bagaimana hukumnya terkait ada partikel kata ‘God’ di dalamnya, meski di dalam konten filmnya tidak ada materi yang bisa merusak akidah?
6C. Bagaimana hukumnya menonton film drama yang bersetting atau ada bau natalnya, yang di dalamnya tidak ada syiar keagamaan orang kristen?
6D. Karena suka film sejarah, saya pernah beberapa kali menonton film tentang Martin Luther, penggagas protestan. Bagaimana hukumnya?
6E. Saya sekarang sangat jarang menonton televisi, karena saya tidak mau melihat sesuatu yang saya tidak diizinkan melihatnya. Bahkan acara masak atau mancing pun sering menampilkan aurat yang saya tidak boleh lihat (dan dikhawatirkan dapat menimbulkan syahwat). Saya juga jadi jarang mendengarkan lagu jazz yang biasanya saya dengarkan karena khawatir dengan konten zina, atau ada kata/kalimat yang dapat memicu paranoia saya (saya tahu lagu dihukumi sebagai bercerita), saya takut membaca buku fiksi ilmiah (yang biasanya menjadi genre favorit saya) karena takut ada konten yang bertentangan dengan Islam, atau takut ada kalimat/adegan yang tidak sesuai aturan Islam seperti adegan seks atau minimal penggambaran aurat, atau adegan pacaran. Saya kurang menyukai sepak bola atau olah raga, dan membaca berita kadang bisa memicu emosi atau was-was. Bagaimana sebaiknya saya mencari entertainment yang baik, agar saya juga punya bahan obrolan dengan istri saya, dan agar pikiran saya tidak mudah diganggu was-was? Belajar hukum Islam dengan tanpa tatap muka dengan guru juga membuat saya takut memiliki pikiran rancu.
6F. Istri saya kadang membicarakan aktris Jepang dari drama Jepang yang sering dia tonton, biasanya yang dibicarakan perannya, atau karir aktris tersebut, bukan fisiknya, bagaimana hukumnya bila saya menanggapi istri saya pada pembicaraan sejenis itu? Dan bagaimana hukumnya bila drama yang dia bicarakan memiliki cerita/tema bertopik perkara yang saya tidak ingin terjadi dan sering saya tanyakan pada KSIA?
6G. Saat saya masih aktif pada penulisan fiksi/komik, saya pernah beberapa kali mendesain alien dan tokoh-tokoh makhluk yang tidak ada di dunia (kadang mengambil dari legenda orang eropa), apakah termasuk dosa? Separah apa?
6H. Saya pernah memberi nama karakter antagonis yang sebenarnya saya maksudkan berarti ‘dikutuk Tuhan’, tapi karena salah mengerti bahasa (karena yang digunakan bahasa Inggris archaic yang tidak digunakan sehari-hari) nama karakter tersebut malah jadi sebuah kata/frase yang blasphemic. Saat saya sadar bahwa telah terjadi kesalahan, karena proyek fiksi tersebut sudah lama tidak diteruskan (beberapa tahun kemudian), saya tidak melakukan apa-apa (proyek fiksi tersebut tidak pernah diterbitkan ataupun dibuat animasi/komik sehingga tidak terbit), dan saya juga tidak bersyahadat. Bagaimana hukumnya? Apakah keIslaman saya masih sah?
7. Kemarin saat di kendaraan, saya melihat aurat yang saya tidak boleh lihat, yang terlintas justru “was-wasnya mulai berkurang, saya melihat hal tersebut biasa saja.” Dua menit kemudian saya baru tersadar bahwa saya tidak boleh melihat aurat yang tidak boleh saya lihat. Saya takut dianggap mengubah-ubah hukum Allah, segera saya bersyahadat. Bagaimana hukumnya? Apakah dengan menyampaikan lintasan rancu tersebut di pertanyaan ini ada dampak apa pun?
8. Bila saya mengalami rasa takut bila berhadapan dengan orang lain saat orang tersebut menggunakan kata kinayah/sharih dalam konteks aman, apakah ada dampak apapun bila saya menjawab dalam keadaan takut? Atau seratus persen aman dan was-wasnya aman untuk diabaikan?
9. Tentang perkara uang suap pada petugas kelurahan yang saya tanyakan pada konsultasi bertopik [Penting] Masih Lanjutan Pertanyaan tentang Was-was dalam Keseharian, saya bertanya, Saat mengurus surat keterangan ahli waris di kelurahan, sekertaris lurah mengatakan sebaiknya suratnya diketik oleh pihak kelurahan. Saya mencium bau permintaan uang, sehingga saya bertanya apakah ada biaya. Sekretaris lurah tersebut mengatakan bahwa secara resminya tidak ada biaya, namun saya takut tiba-tiba diminta uang. Karena saat itu saya sedang tidak memegang uang banyak, saya memancing dengan kalimat, “Kan ada pekerjaan yang dikerjakan…”. Apakah termasuk mengubah-ubah hukum Allah?
Yang saya tanyakan juga adalah, apakah ucapan saya tersebut “Kan ada pekerjaan yang dikerjakan…” apakah dianggap mengubah-ubah hukum Allah ketika ucapan tersebut saya gunakan untuk memancing saat sekretaris kelurahan tersebut mengatakan ‘resminya ga ada biaya’, tapi saya tahu dari perkataan dia bahwa surat nya sebaiknya diketik oleh kelurahan? Saya mengakui suap adalah haram.
JAWABAN
1. Ibnu Hazm Zhahiri termasuk ulama fikih yang berada di luar madzhab empat. Sehingga pandangannya tidak dianggap penting dan tidak dijadikan rujukan para ulama. Oleh karena itu, pertanyaan ini (1a, 1b, 1c) tidak perlu kami jawab. Seperti diketahui, ulama Ahlussunnah Wal Jamaah dalam berfikih berpedoman pada pandangan empat madzhab. Itulah sebabnya kami juga tidak pernah merujuk pada pandangan ulama Wahabi karena mereka juga tidak memakai metodologi yang biasa dipakai ulama madzhab empat. Baca detail: Kriteria Ahlussunnah Wal Jamaah
2a. Tidak ada efek ke pernikahan.
2b. Tidak ada. Hanya dianggap bacaan syahadat biasa. sebagai dzikir
yang berpahala.
2c. Dalam konteks seseorang murtad, maka bacaan syahadat membuatnya kembali ke Islam. Baca detail: Cara Orang Murtad kembali ke Islam
3a. Tidak ada dampak.
3b. Tidak apa-apa. Bagus. Tidak berdampak apapun.
3c. Tidak berdampak.
3d. Ya, mutlak tidak berdampak. Abaikan. Sudah dijelaskan berulang-ulang sebelumnya.
3e. Tidak berdampak.
3f. Tidak ada dampak.
4. Tidak berakibat kufur. Ini masalah khilafiyah.
5a. Tidak berdampak. Was-was adalah pengecualian dari hukum dan keislaman anda masih sah.
5b. Masih sah sebagai muslim. Anda dianggap tidak pernah murtad.
5c. Tidak berdampak. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, selagi percaya pada kalimah tauhid (Lailaha illAllah), maka dia muslim dan tetap muslim kecuali dia menegasikan pernyataannya itu. Nabi bersabda: “Barangsiapa yang menyatakan Lailaha illAllah dia masuk surga (artinya dia beriman) walaupun pernah zina dan mencuri.”
6a. Benar. Tidak salah. Namun tetap harus ada pendampingan (parental guidance) untuk memberi penjelasan pada anak terkait hal-hal yang mungkin akan mengganggu pikiran si anak. Misalnya, bahwa film itu pada dasarnya adalah fiksi, tidak nyata. Dan juga mengambil hikmah dan pelajaran apabila ada unsur positif dan ada nilai-nilai baik dalam narasi cerita di sebuah film.
6b. Makna sebenarnya dalam kata godzilla tidak berarti tuhan. Silahkan merujuk pada kamus Inggris. Berikut dua makna godzilla dalam bahasa Inggris:
1. Godzilla
a particularly enormous example (of something).
“a Godzilla of a condominium tower”
2. Godzilla
a person or thing likened to a frightful and menacing creature.
“Don’t let Nurse Godzilla catch you. She’ll raise holy hell”
6c. Tidak masalah. Bahkan mengucapkan selamat natal di dunia nyata dibolehkan menurut ulama mayoritas ulama ahlussunnah kontemporer seperti Yusuf Qardhawi, Habib Umar bin Hafidz, Ali Jumah, dll. Baca detail: Hukum Ucapan Selamat Natal
Yang penting, menurut Qardhawi, saat mengucapkan selamat itu bertujuan untuk mujamalah (seling memuji) sesama manusia. Bukan dalam arti membenarkan ajaran agama mereka.
6d. Boleh. Nilai-nilai kebaikan (al hikmah) ada di mana-mana. Dan muslim mengambil kebaikan dari manapun. (ini pernah dijelaskan).
6e. Memang tidak mudah bagi penderita OCD untuk berfikir dan berperilaku normal. Namun ketika anda sudah tahu sebagian hukum Islam sebagaimana yang sudah dan pernah kami jelaskan, maka anda dapat memulai untuk menghilangkan paranoia itu sedikit demi sedikit. Semuanya butuh proses. Kalau anda memang ingin belajar hukum Islam secara langsung memakai guru, maka anda bisa meluangkan waktu sebentar (seminggu atau dua minggu) untuk belajar di pesantren kami. anda bisa berdiskusi langsung dengan para ustadz atau pengasuh di sana. Baca detail: https://www.alkhoirot.com/pesantren-santri-dewasa/
Program santri kilat (kurang dari 1 bulan) tidak dikenakan biaya administrasi. https://www.alkhoirot.com/pesantren-kilat-ramadhan-al-khoirot/
6f. Tidak masalah.
6g. Tidak apa-apa. Hukum asal adalah boleh. Asal tidak ada unsur cerita yang mengajak pembaca untuk berbuat dosa. (QS Al Maidah 5:2).
6h. Masih sah.
7. Tidak ada dampak. Perlu diketahui, bahwa melihat aurat perempuan di jalanan apabila dalam pandangan pertama itu dianggap tidak sengaja. Tidak berdosa. Namun kalau setelah itu melihat lagi kedua dan seterusnya, maka dianggap berdosa karena dianggap sengaja. Sekalipun demikian, sikap sengaja itu tidak berakibat kafir atau murtad.
8. Tidak ada dampak apapun.
9. Tidak dianggap mengubah hukum Allah. Seperti sudah dijelaskan, suap itu haram bagi kedua pihak. Kecuali suap yang dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan, maka yang berdosa adalah pihak pejabat/pegawai, sedang pihak penyuap tidak berdosa. Baca detail: Hukum Korupsi, Suap