Menyucikan najis dengan sinar matahari
Menyucikan najis dengan sinar matahari
TANYA
Seperti diketahui menyucikan najis kencing dan lainnya itu dapat suci hanya dengan air suci dan menyucikan atau air mutlak. Adakah pendapat yang menyatakna bahwa najis itu bisa suci dengan sinar matahari dengan cara dijemur seperti dalam kasus bantal, kasur, ponsel yang terkena najis kencing?
JAWAB
Pendadapat madzhab Syafi’i
Bisa menjadi suci menurut sebagian ulama madzhab Syafi’i asalkan benda najisnya hilang.. Ada pendapat yang menyatakan sinar matahari dapat menyucikan najis.
Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 2/596, menjelaskan:
“وأما الثوب النجس ، ببول ونحوه إذا زال أثر النجاسة منه بالشمس ، فالمذهب القطع بأنه لا يطهر ، وبه قطع العراقيون . ونقل إمام الحرمين عن الأصحاب أنهم طردوا فيه القولين، كالأرض. قال: وذكر بعض المصنفين – يعني الفوراني – أنا إذا قلنا يطهر الثوب بالشمس، فهل يطهر بالجفاف في الظل؟ فيه وجهان . وهذا ضعيف. قال الإمام: ولا شك أن الجفاف لا يكفي في هذه الصورة؛ فإن الأرض تجف بالشمس على قرب ، ولم ينقلع بعد آثار النجاسة . فالمعتبر: انقلاع الآثار على طول الزمان ، بلا خلاف، وكذا القول في الثياب” اهـ
Artinya: “Baju yang najis karena kencing dan lainnya apabila hilang bekas najisnya karena sinar matahari, maka menurut mazhab terpilih dalam madzhab Syafi’i adlaah tidak suci. Ini juga keputusan ulama Iraq. Namun, Imam al-Haramain mengutip dari ulama Syafi’iyah di Iraq menyatakan bahwa dalam soal ini ada dua pendapat (antara najis dan suci). Sebagaimana tanah. Al-Haramain berkata: Sebagian mushanif menuturkan, yakni Al-Fairani, “Kalau kita berpendapat bahwa baju najis bisa suci dengan sinar matahari, apakah bisa suci dengan keringnya baju itu di bawah naungan? Dalam soal ini ada dua pendapat.” Ini adalah pendapat dhaif (lemah). Al-Haramain berkata: Tidak diragukan lagi bahwa keringnya baju yang najis itu tidak suci dalam contoh ini. Sedangkan tanah menjadi kering karena sinar matahari dalam waktu sebentar dan tidak terputus lamanya bekas najis. Yang dianggap adalah: hilangnya bekas karena waktu lama, tanpa perbedaan pendapat ulama. Beigut juga pendapat dalam masalah bajus.”
Jadi, pendapat dalam mazhab Syafi’i yang menganggap suci baju najis yang terkena sinar matahari adalah apabila bekas najisnya hilang.
Pendapat madzhab Hanafi
Menurut madzhab Hanafi, sinar matahari (di samping angin dan api) hanya bisa menyucikan najis yang ada di tanah. Bukan najis di pakaian / baju.
Baca juga: Cara Menyucikan Najis Ainiyah dan Hukmiyah
Ibnu Abidin dalam kitab Al-Bahr al-Raiq, hlm. 1/237, menjelaskan:
( قوله : والأرض : باليبس ، وذهاب الأثر ، للصلاة ، لا للتيمم ) أي تطهر الأرض المتنجسة بالجفاف ، إذا ذهب أثر
أي تطهر الأرض المتنجسة بالجفاف ، إذا ذهب أثر النجاسة ، فتجوز الصلاة عليها ، ولا يجوز التيمم منها …
قيّد بالأرض: احترازا عن الثوب والحصير والبدن وغير ذلك، فإنها لا تطهر بالجفاف مطلقا. ويشارك الأرض في حكمها: كل ما كان ثابتا فيها ، كالحيطان والأشجار والكلأ والقصب وغيره ، ما دام قائما عليها، فيطهر بالجفاف وهو المختار , كذا في الخلاصة .
فإن قطع الخشب والقصب وأصابته نجاسة فإنه لا يطهر إلا بالغسل” انتهى.
Artinya: “Tanah yang terkena najis bisa suci dengan keringnya tanah tsb apabila bekas najisnya hilang. Ucapan (tanah bisa suci sebab kering dan hilang bekas najis’ untuk shalat tidak untuk tayamum) maksudnya tanah yang terkena najis bisa suci karena keringnya tanah apabila bekas najisnya hilang, maka boleh shalat di atas tanah itu, tapi tidak boleh bertayamum dari tanah itu. Ucapan: “di tanah” keluar dari ini adalah baju, perasan, badan, dll. semua ini tidak bisa suci dengan kering secara mutlak (najisnya hilang atau tidak). Sama dengan hukum tanah adalah setiap benda yang ada di tanah seperti tembok, pohon, padang rumput, alang-alang, dll selagi berada di atas tanah. Maka, semuanya bisa suci sebab kering. Ini pendapat terpilih (dalam mazhab Hanafi) sebagaimana dalam Al-Khulasah. Apabila rumput dan ilalang itu dipotong dan terkena najis maka ia idak bisa suci kecuali dengan dibasuh dengan air.”
Baca juga: Cara menyucikan najis