Bab Jual Beli Kitab Fathul Qorib
Bab Jual Beli Kitab Fathul Qorib
Daftar isi
- KITAB JUAL BELI
- BAB RIBA
- BAB KHIYAR
- BAB AKAD SALAM
- BAB PEGADAIAN
- BAB HAJR (MENCEGAH TASHARRUF)
- BAB AKAD SHULUH (DAMAI)
- BAB HAWALAH (PERALIHAN HUTANG)
- BAB DLAMAN
- BAB DLAMAN SELAIN HARTA
- BAB SYIRKAH
- BAB WAKALAH
- BAB IQRAR
- BAB ‘ARIYYAH (MEMINJAM)
- BAB GHASAB
- BAB ASY SYUF’AH
- BAB QIRADL
- BAB MUSAQAH
- BAB AKAD SEWA
- BAB JU’ALAH (SAYEMBARA)
- BAB MUKHABARAH
- BAB MUZARA’AH
- BAB IHYA’ AL MAWAT (MEMBUKA LAHAN)
- BAB WAKAF
- BAB HIBBAH
- BAB LUQATHAH (BARANG TEMUAN)
- BAB ANAK TERLANTAR
- BAB WADI’AH (BARANG TITIPAN)
- KITAB FARAIDL (WARIS) DAN WASIAT
- TERJEMAH KITAB FATHUL QORIB
Ketika mushannif telah selesai menjelaskan interaksi dengan Sang Pencipta yaitu ibadah, maka beliau bergegas menjelaskan tentang interaksi sesama makhluk. Beliau berkata, | وَلَمَّا فَرَغَ الْمُصَنِّفُ مِنْ مُعَامَلَةِ الْخَالِقِ وَهِيَ الْعِبَادَاتُ أَخَذَ بِمُعَامَلَةِ الْخَلَائِقِ فَقَالَ : |
dan selainnya dari bentuk-bentuk transaksi seperti qiradl (investasi) dan syirkah (kerjasama). | وَغَيْرِهَا مِنَ الْمُعَامَلَاتِ كَقِرَاضٍ وَشِرْكَةٍ |
Lafadz “al buyu’” adalah bentuk kalimat jama’ dari lafadz “bai’”. | وَالْبُيُوْعُ جَمْعُ بَيْعٍ |
Bai’ / jual beli secara bahasa adalah menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Maka mencakup sesuatu yang bukan harta seperti khamr. | وَالْبَيْعُ لُغَةً مُقَابَلَةُ شَيْئٍ بِشَيْئٍ فَدَخَلَ مَا لَيْسَ بِمَالٍ كَخَمْرٍ |
Adapun bai’ secara syara’, maka keterangan paling baik yang digunakan untuk mendefinisikan adalah sesungguhnya bai’ adalah memberikan milik berupa benda yang berharga dengan cara barter (tukar) dengan izin syara’, atau memberikan milik berupa manfaat yang mubah untuk selamanya dengan harga berupa benda yang bernilai. | وَأَمَّا شَرْعًا فَأَحْسَنُ مَا قِيْلَ فِيْ تَعْرِيْفِهِ أَنَّهُ تَمْلِيْكُ عَيْنٍ مَالِيَّةٍ بِمُعَاوَضَةٍ بِإِذْنٍ شَرْعِيٍّ أَوْ تَمْلِيْكُ مَنْفَعَةٍ مُبَاحَةٍ عَلَى التَّأْبِيْدِ بِثَمَنٍ مَالِيٍّ |
Dengan bahasa “barter/tukar”, mengecualikan hutang. Dan dengan bahasa “izin syar’i”, mengecualikan riba. | فَخَرَجَ بِمُعَاوَضَةٍ الْقَرْضُ وَبِإِذْنٍ شَرْعِيٍّ الرِّبَا |
Termasuk di dalam manfaat adalah memberikan milik hak untuk membangun. | وَدَخَلَ فِيْ مَنْفَعَةٍ تَمْلِيْكُ حَقِّ الْبِنَاءِ |
Dengan bahasa “tsaman/harga”, mengecualikan ongkos di dalam akad sewa, karena sesungguhnya ujrah / ongkos tidak disebut tsanam. | وَخَرَجَ بِثَمَنٍ الْأُجْرَةُ فِيْ الْإِجَارَةِ فَإِنَّهَا لَاتُسَمَّى ثَمَنًا |
Pembagian Jual Beli
Jual beli ada tiga perkara. | (الْبُيُوْعُ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ) |
Salah satunya adalah menjual barang yang terlihat, maksudnya hadir -di tempat transaksi-, maka hukumnya boleh. | أَحَدُهَا (بَيْعُ عَيْنٍ مُشَاهَدَةٍ) أَيْ حَاضِرَةٍ (فَجَائِزٌ) |
Ketika syarat-syaratnya terpenuhi, yaitu mabi’ (barang yang dijual) berupa barang yang suci, memiliki manfaat, mampu diserahkan, dan orang yang melakukan transaksi memiliki hak untuk menguasai barang tersebut. | إِذَا وُجِدَتِ الشُّرُوْطُ مِنْ كَوْنِ الْمَبِيْعِ طَاهِرًا مُنْتَفَعًا بِهِ مَقْدُوْرًا عَلَى تَسْلِيْمِهِ لِلْعَاقِدِ عَلَيْهِ وِلَايَةٌ |
Di dalam akan jual beli harus ada ijab (serah) dan qabul (terima). | وَلَابُدَّ فِيْ الْبَيْعِ مِنْ إِيْجَابٍ وَقَبُوْلٍ |
Yang pertama (ijab) seperti ucapan penjual atau orang yang menempati posisinya, “aku menjual padamu” dan “aku memberikan hak milik padamu dengan harga sekian.” | فَالْأَوَّلُ كَقَوْلِ الْبَائِعِ أَوِالْقَائِمِ مَقَامَهُ “بِعْتُكَ” وَ “مَلَّكْتُكَ بِكَذَا” |
Yang ke dua (qabul) seperti ucapan pembeli atau orang yang menempati posisinya, “aku membelinya”, dan ucapan, “aku menerima kepemilikan” dan kata-kata yang semakna dengan keduanya. | وَالثَّانِيْ كَقَوْلِ الْمُشْتَرِيْ أَوِالْقَائِمِ مَقَامَهُ “اشْتَرَيْتُ” وَ “تَمَلَّكْتُ” وَنَحْوَهُمَا |
Yang kedua dari tiga macamnya jual beli adalah menjual barang yang diberi sifat yang masih menjadi tanggungan. Dan bentuk ini disebut dengan akad salam. | (وَ) الثَّانِيْ مِنَ الْأَشْيَاءِ (بَيْعُ شَيْئٍ مَوْصُوْفٍ فِيْ الذِّمَةِ) وَيُسَمَّى هَذَا بِالسَّلَمِ |
Maka hukumnya boleh ketika di dalam akad salam tersebut telah ditemukan sifat-sifat yang digunakan untuk mensifati, yaitu sifat-sifat akad salam yang akan dijelaskan di fasal “Salam”. | (فَجَائِزٌ إِذَا وُجِدَتْ) فِيْهِ (الصِّفَةُ عَلَى مَا وُصِفَ بِهِ) مِنْ صِفَاتِ السَّلَمِ الْآتِيَةِ فِيْ فَصْلِ السَّلَمِ. |
Bentuk yang ke tiga adalah menjual barang samar yang tidak terlihat oleh kedua orang yang melakukan akad. Maka menjual barang tersebut tidak boleh. | (وَ) الثَّالِثُ (بَيْعُ عَيْنٍ غَائِبَةٍ لَمْ تُشَاهَدْ) لِلْعَاقِدَيْنِ (فَلَا يَجُوْزُ) بَيْعُهَا |
Yang dikehendaki dengan jawaz / boleh di dalam ke tiga bentuk ini adalah sah. | وَالْمُرَادُ بِالْجَوَازِ فِيْ هَذِهِ الثَّلَاثَةِ الصِّحَةُ |
Sesungguhnya perkataan mushannif, “tidak terlihat”, menunjukkan bahwa sesungguhnya jika barang yang akan dijual sudah dilihat kemudian tidak ada saat akad berlangsung, maka hukumnya diperbolehkan, akan tetapi hal ini bila terjadi pada barang yang biasanya tidak sampai berubah pada masa di antara melihat dan membelinya. | وَقَدْ يَشْهَدُ قَوْلُهُ لَمْ تُشَاهَدْ بِأَنَّهَا إِنْ شُوْهِدَتْ ثُمَّ غَابَتْ عِنْدَ الْعَقْدِ أَنَّهُ يَجُوْزُ وَلَكِنْ مَحَلُّ هَذَا فِيْ عَيْنٍ لَا تَتَغَيَّرُ غَالِبًا فِي الْمُدَّةِ الْمُتَخَلِّلَةِ بَيْنَ الرُّؤْيَةِ وَالشِّرَاءِ |
Syarat Barang Yang Dijual
Hukumnya sah menjual setiap barang yang suci, memiliki manfaat dan dimiliki. | (وَيَصِحُّ بَيْعُ كُلِّ طَاهِرٍ مُنْتَفَعٍ بِهِ مَمْلُوْكٍ) |
Mushannif menjelaskan mafhum dari perkara-perkara ini di dalam perkataan beliau, | وَصَرَّحَ الْمُصَنِّفُ بِمَفْهُوْمِ هَذَا الْأَشْيَاءِ فِيْ قَوْلِهِ |
Tidak sah menjual barang najis dan barang yang terkena najis seperti khamr, minyak, cuka yang terkena najis dan sesamanya yaitu barang-barang yang tidak mungkin untuk disucikan lagi. | (وَلَا يَصِحُّ بَيْعُ عَيْنٍ نَجِسَةٍ) وَلَا مُتَنَجِّسَةٍ كَخَمْرٍ وَدُهْنٍ وَخَلٍّ مُتَنَجِّسٍ وَنَحْوِهَا مِمَّا لَايُمْكِنُ تَطْهِيْرُهُ |
Tidak sah menjual barang yang tidak ada manfaatnya seperti kalajengking, semut, binatang buas yang tidak bermanfaat. | (وَلَا) بَيْعُ (مَا لَا مَنْفَعَةَ فِيْهِ) كَعَقْرَبٍ وَنَمْلٍ وَسَبُعٍ لَايَنْفَعُ. |
(Fasal) menjelaskan riba. Lafadz “riba” dengan menggunakan alif maqshurah. | (فَصْلٌ) فِي الرِّبَا بِأَلِفٍ مَقْصُوْرَةٍ |
-riba- secara bahasa bermakna tambahan. Dan secara syara’ adalah menukar ‘iwadl / sesuatu dengan sesuatu yang lain yang tidak diketahui kesetaraannya di dalam ukuran syar’i ketika akad, atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang ditukar atau salah satunya. | لُغَةً الزِّيَادَةُ وَشَرْعًا مُقَابَلَةُ عِوَضٍ بِآخَرَ مَجْهُوْلِ التَّمَاثُلِ فِيْ مِعْيَارِ الشَّرْعِ حَالَةَ الْعَقْدِ أَوْ مَعَ تَأْخَيْرٍ فِيْ الْعِوَضَيْنِ أَوْ أَحَدِهِمَا |
Akad riba hukumnya haram. | (وَالرِّبَا حَرَامٌ |
Akad riba hanya terjadi pada emas, perak dan makanan. | وَإِنَّمَا يَكُوْنُ فِيْ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَ) فِي (الْمَطْعُوْمَاتِ) |
-yang di maksud dengan- makanan adalah benda-benda yang biasanya ditujukan untuk makanan guna penguat badan, camilan, atau obat-obatan. Dan riba tidak terjadi pada selain barang-barang tersebut. | وَهِيَ مَا يُقْصَدُ غَالِبًا لْلطُّعْمِ اقْتِيَاتًا أَوْ تَفَكُّهًا أَوْ تَدَاوِيًا وَلَايَجْرِي الرِّبَا فِيْ غَيْرِ ذَلِكَ |
Tidak boleh menjual emas dengan emas, dan menjual perak begitu juga dengan perak, keduanya sudah dicetak ataupun belum, kecuali ukurannya sama. | (وَلَا يَجُوْزُ بَيْعُ الذَّهَبِ بِالذَّهَبِ وَلَا الْفِضَّةِ كَذَلِكَ) أَيْ بِالْفِضَّةِ مَضْرُوْبَيْنِ كَانَا أَوْ غَيْرَ مَضْرُوْبَيْنِ (إِلَّا مُتَمَاثِلًا) أَيْ مِثْلًا بِمِثْلٍ |
Maka tidak sah menjual sesuatu dari barang tersebut dengan ukuran yang berbeda. | فَلَا يَصِحُّ بَيْعُ شَيْئٍ مِنْ ذَلِكَ مُتَفَاضِلًا |
Ungkapan mushannif “naqdan” maksudnya adalah serah terima secara langsung. | وَقَوْلُهُ (نَقْدًا) أَيْ حَالًا يَدًّا بِيَدٍّ |
Sehingga, kalau sesuatu dari barang tersebut dijual dengan cara tempo, maka hukumnya tidak sah. | فَلَوْ بِيْعَ شَيْئٌ مِنْ ذَلِكَ مُؤَجَّلًا لَمْ يَصِحَّ |
Tidak sah menjual barang yang telah dibeli oleh seseorang kecuali ia telah menerimanya, baik ia jual lagi kepada penjual barang tersebut atau pada yang lainnya. | (وَلَا) يَصِحُّ (بَيْعُ مَا ابْتَاعَهُ) الشَّخْصُ (حَتَّى يَقْبِضَهُ) سَوَاءٌ بَاعَهُ لِلْبَائِعِ أَوْ لِغَيْرِهِ |
Tidak boleh menjual daging yang dibeli dengan binatang. | (وَلَا) يَجُوْزُ (بَيْعُ اللَّحْمِ بِالْحَيَوَانِ) |
Baik daging dari jenis binatang tersebut seperti menjual daging kambing dibeli dengan kambing, atau dari selain jenis binatang tersebut akan tetapi masih dari dagingnya binatang yang halal dimakan seperti menjual daging sapi dibeli dengan satu ekor kambing. | سَوَاءٌ كَانَ مِنْ جِنْسِهِ كَبَيْعِ لَحْمِ شَاةٍ بِشَاةٍ أَوْ مِنْ غَيْرِ جِنْسِهِ لَكِنْ مِنْ مَأْكُوْلٍ كَبَيْعِ لَحْمِ بَقَرٍ بِشَاةٍ. |
Diperbolehkan menjual emas dibeli dengan perak dengan ukuran berbeda, akan tetapi harus kontan, maksudnya seketika diterima sebelum berpisah. | (وَيَجُوْزُ بَيْعُ الذَّهَبِ بِالْفِضَّةِ مُتَفَاضِلًا) لَكِنْ (نَقْدًا) أَيْ حَالًا مَقْبُوْضًا قَبْلَ التَّفَرُّقِ |
Begitu juga makanan, tidak boleh menjual satu jenis makanan dibeli dengan jenis makanan yang sama kecuali dengan ukuran yang sama dan kontan, maksudnya diterima seketika sebelum berpisah. | (وَكَذِلَكَ الْمَطْعُوْمَاتُ لَايَجُوْزُ بَيْعُ الْجِنْسِ مِنْهَا بِمِثْلِهِ إِلَّا مُتَمَاثِلًا نَقْدًا) أَيْ حَالًا مَقْبُوْضًا قَبْلَ التَّفَرُّقِ |
Dan boleh menjual satu jenis makanan dibeli dengan jenis makanan yang lain dengan ukuran berbeda, akan tetapi harus kontan, maksudnya diterima seketika sebelum berpisah. | (وَيَجُوْزُ بَيْعُ الْجِنْسِ مِنْهَا بِغَيْرِهِ مُتَفَاضِلًا) لَكِنْ (نَقْدًا) أَيْ حَالًا مَقْبُوْضًا قَبْلَ التَّفَرُّقِ |
Sehingga, kalau kedua orang yang melakukan transaksi berpisah sebelum menerima semua barangnya, maka hukum akadnya batal. Atau setelah menerima sebagiannya saja, maka dalam permasalahan ini terdapat dua pendapat tentang tafriqus shufqah[1][1] (memisah akad). | فَلَوْ تَفَرَّقَ الْمُتَبَايِعَانِ قَبْلَ قَبْضِ كُلِّهِ بَطَلَ أَوْ بَعْدَ قَبْضِ بَعْضِهِ فَفِيْهِ قَوْلَا تَفْرِيْقِ الصُّفْقَةِ |
Tidak boleh melakukan transaksi yang mengandung unsur tidak jelas / penipuan, seperti menjual salah satu budak dari burak-budaknya -tanpa ditentukan yang mana-, atau menjual burung yang sedang terbang di angkasa. | (وَلَا يَجُوْزُ بَيْعُ الْغَرَرِ) كَبَيْعِ عَبْدٍ مِنْ عَبِيْدِهِ أَوْ طَيْرٍ فِي الْهَوَاءِ. |
[1][1] Tafriqus shufqah adalah menghukumi sah terhadap sebagian akad tidak pada sebagian yang lain.
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum khiyar (memilih untuk meneruskan atau membatalkan akad jual beli). | (فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ الْخِيَارِ |
Khiyar Majlis
Kedua orang yang melakukan akad jual boleh diperkenankan melakukan khiyar (memilih) di antara meneruskan akad jual beli dan merusaknya. | (وَالْمُتَبَايِعَانِ بِالْخِيَارِ) بَيْنَ إِمْضَاءِ الْبَيْعِ وَفَسْخِهِ |
Maksudnya, kedua orang tersebut memiliki hak khiyar majlis di berbagai macam akad jual beli seperti akad salam. | أَيْ يَثْبُتُ لَهُمَا خِيَارُ الْمَجْلِسِ فِيْ أَنْوَاعِ الْبَيْعِ كَالسَّلَمِ |
Selama keduanya belum berpisah, maksudnya di waktu keduanya belum berpisah secara ‘urf. | (مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا) أَيْ مُدَّةَ عَدَمِ تَفَرُّقِهِمَا عُرْفًا |
Maksudnya, khiyar majlis bisa terputus / selesai adakalanya sebab badan kedua orang yang melakukan akad jual beli tersebut telah berpisah dari tempat akad. | أَيْ يَنْقَطِعُ خِيَارُ الْمَجْلِسِ إِمَّا بِتَفْرِقَةِ الْمُتَبَايِعَيْنِ بِبَدَنِهِمَا عَنْ مَجْلِسِ الْعَقْدِ |
Atau sebab keduanya telah memilih untuk menetapkan akad. | أَوْ بِأَنْ يَخْتَارَ الْمُتَبَايِعَانِ لُزُوْمَ الْعَقْدِ |
Seandainya salah satunya memilih untuk menetapkan akad dan tidak segera memilih pilihan yang lain, maka hak khiyarnya telah habis dan hak khiyar masih dimiliki oleh orang yang satunya. | فَلَوِ اخْتَارَ أَحَدُهُمَا لُزُوْمَ الْعَقْدِ وَلَمْ يَخْتَرِ الْآخَرَ فَوْرًا سَقَطَ حَقُّهُ مِنَ الْخِيَارِ وَبَقِيَ الْحَقُّ لِلْأَخَرِ |
Khiyar Muddah
Bagi ke dua orang yang melakukan akad jual beli, begitu juga salah satunya ketika orang yang satunya lagi sepakat, diperbolehkan untuk memberi syarat khiyar di dalam segala bentuk barang yang dijual hingga masa tiga hari. | (وَلَهُمَا) أَيِ الْمُتَبَايِعَانِ وَكَذَا لِأَحَدِهِمَا إِذَا وَافَقَهُ الْآخَرُ (أَنْ يَشْتَرِطَا الْخِيَارَ) فِيْ أَنْوَاعِ الْمَبِيْعِ (إِلَى ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ) |
Masa tiga hari tersebut dihitung sejak akad tidak dari saat berpisah. | وَتُحْسَبُ مِنَ الْعَقْدِ لَا مِنَ التَّفَرُّقِ |
Seandainya syarat khiyar lebih dari tiga hari, maka akadnya menjadi batal. | فَلَوْ زَادَ الْخِيَارُ عَلَى الثَّلَاثَةِ بَطَلَ الْعَقْدُ |
Seandainya barang yang dijual termasuk barang yang akan rusak pada masa yang telah disyaratkan, maka akad jual belinya menjadi batal. | وَلَوْ كَانَ الْمَبِيْعُ مِمَّا يَفْسُدُ فِي الْمُدَّةِ الْمُشْتَرَطَةِ بَطَلَ الْعَقْدُ |
Khiyar Aib
Ketika pada barang yang dijual ditemukan cacat yang sudah ada sebelum barang itu diterima, dan bisa mengurangi harga atau barangnya dengan bentuk kekurangan yang bisa menghilangkan tujuan yang sah, dan biasanya pada jenis barang yang dijual tersebut tidak ada cacat tersebut seperti zina, mencuri, dan minggatnya budak yang dibeli, maka bagi pembeli diperkenankan untuk mengembalikannya, maksudnya barang yang dijual. | (وَإِذَا وُجِدَ بِالْمَبِيْعِ عَيْبٌ) مَوْجُوْدٌ قَبْلَ الْقَبْضِ تَنْقُصُ بِهِ الْقِيْمَةُ أَوِ الْعَيْنُ نَقْصًا يَفُوْتُ بِهِ غَرَضٌ صَحِيْحٌ وَكَانَ الْغَالِبُ فِيْ جِنْسِ ذَلِكَ الْمَبِيْعِ عَدَمَ ذَلِكَ الْعَيْبِ كَزِنَا رَقِيْقٍ وَسَرِقَتِهِ وَإِبَاقِهِ (فَلِلْمُشْتَرِيْ رَدُّهُ) أَيِ الْمَبِيْعِ |
Nebas Buah
Tidak boleh menjual buah tanpa pohonnya dengan cara memutlakkan, maksudnya tanpa syarat memanen, kecuali setelah nampak kebaikan buah tersebut. | (وَلَا يَجُوْزُ بَيْعُ الثَّمْرَةِ) الْمُنْفَرِدَةِ عَنِ الشَّجَرَةِ (مُطْلَقًا) أَيْ عَنْ شَرْطِ الْقَطْعِ (إِلَّا بَعْدَ بُدُوِّ) أَيْ ظُهُوْرِ (صَلَاحِهَا) |
Yang dimaksud dengan nampak baik pada buah yang tidak berubah warna adalah keadaannya sudah sampai pada batas yang biasanya telah dikehendaki untuk dikonsumsi, seperti tebu telah manis, delima telah terasa asam, dan buah thin (luh : jawa) telah lunak. | وَهُوَ فِيْمَا لَا يَتَلَوَّنُ انْتِهَاءُ حَالِهَا إِلَى مَا يُقْصَدُ مِنْهَا غَالِبًا كَحَلَاوَةِ قَصْبٍ وَحَمُوْضَةِ رُمَّانٍ وَلَيْنِ طِيْنٍ |
Dan pada buah yang berubah warna adalah buah tersebut telah beranjak merah, hitam atau kuning, seperti buah kurma, ijash (juwet : jawa), buah yang hampir matang (yadam : jawa). | وَفِيْمَا يَتَلَوَّنُ بِأَنْ يَأْخُذَ فِيْ حُمْرَةٍ أَوْ سَوَادٍ أَوْ صُفْرَةٍ كَالْعِنَابِ وَالْإِجَّاصِ وَالْبَلْحِ |
Sedangkan buah yang belum nampak baik, maka tidak sah menjualnya dengan cara memutlakkan, tidak pada pemilik pohonnya dan tidak juga pada yang lain, kecuali dengan syarat dipotong / dipanen, baik kebiasannya di situ adalah langsung memanen buah ataupun tidak. | أَمَّا قَبْلَ بُدُوِّ الصَّلَاحِ فَلَا يَصِحُّ بَيْعُهَا مُطْلَقًا لَا مِنْ صَاحِبِ الشَّجَرَةِ وَلَا مِنْ غَيْرِهِ إِلَّا بِشَرْطِ الْقَطْعِ سَوَاءٌ جَرَتِ الْعَادَةُ بِقَطْعِ الثَّمْرَةِ أَمْ لَا |
Seandainya pohon yang ada buahnya telah dipotong, maka buahnya boleh dijual tanpa disyaratkan untuk dipanen. | وَلَوْ قُطِعَتْ شَجَرَةٌ عَلَيْهَا ثَمْرَةٌ جَازَ بَيْعُهَا بِلَا شَرْطِ قَطْعِهَا |
Nebas Hasil Pertanian
Tidak boleh menjual tanaman persawahan yang masih hijau dan masih tumbuh di tanah kecuali dengan syarat dipotong atau dicabut. | وَلَايَجُوْزُ بَيْعُ الزَّرْعِ الْأَخْضَرِ فِي الْأَرْضِ إِلَّا بِشَرْطِ قَطْعِهِ أَوْ قَلْعِهِ |
Jika tanaman tersebut dijual beserta lahannya, atau dijual tanpa lahannya setelah buah biji-bijian tanaman tersebut telah mengeras, maka hukumnya diperbolehkan tanpa syarat dipanen. | فَإِنْ بِيْعَ الزَّرْعُ مَعَ الْأَرْضِ أَوْ مُنْفَرِدًا عَنْهَا بَعْدَ اشْتِدَادِ الْحَبِّ جَازَ بِلَا شَرْطٍ |
Yang Harus Dilakukan Sebelum Panen
Barang siapa menjual buah atau hasil pertanian yang belum nampak baik, maka baginya wajib untuk menyiram tanaman tersebut dengan kadar siraman yang bisa mengembangkan buah dan menyelamatkannya dari kerusakan. | وَمَنْ بَاعَ ثَمْرًا أَوْ زَرْعًا لَمْ يَبْدُ صَلَاحُهُ لَزِمَهُ سَقْيُهُ قَدْرَ مَا تَنْمُوْ بِهِ الثَّمْرَةُ وَتَسْلَمُ عَنِ التَّلَفِ |
Baik si penjual telah mempersilahkan pembeli untuk mengambil buahnya ataupun belum. | سَوَاءٌ خَلَّى الْبَائِعُ بَيْنَ الْمُشْتَرِيْ وَالْمَبِيْعِ أَوْ لَمْ يُخَلِّ |
Tidak diperkenankan menjual barang yang bernilai ribawi dengan sejenisnya yang masih dalam keadaan basah. Lafadz “rathbah” dengan membaca huruf tha’nya yang tidak memiliki titik. | (وَلَا) يَجُوْزُ (بَيْعُ مَا فِيْهِ الرِّبَا بِجِنْسِهِ رَطْبًا) بِسُكُوْنِ الطَّاءِ الْمُهْمَلَةِ |
Dengan keterangan tersebut, mushannif memberi isyarah bahwa sesungguhnya di dalam jual beli barang-barang ribawi harus dalam keadaan sempurna. | وَأَشَارَ بِذَلِكَ إِلَى أَنَّهُ يُعْتَبَرُ فِيْ بَيْعِ الرِّبَوِيَاتِ حَالَةُ الْكَمَالِ |
Sehingga tidak sah semisal menjual anggur basah dibeli dengan anggur basah. | فَلَا يَصِحُّ مَثَلًا بَيْعُ عِنَبٍ بِعِنَبٍ |
Kemudian dari keterangan yang telah dijelaskan tadi, mushannif mengecualikan perkataan beliau yang berbunyi, “kecuali susu”. | ثُمَّ اسْتَثْنَى الْمُصَنِّفُ مِمَّا سَبَقَ قَوْلَهُ (إِلَّا اللَّبَنَ) |
Maksudnya, sesungguhnya diperkenankan menjual sebagian susu dibeli dengan sebagian susu yang lain sebelum dijadikan keju. | أَيْ فَإِنَّهُ يَجُوْزُ بَيْعُ بَعْضِهِ بِبَعْضٍ قَبْلَ تَجْبِيْنِهِ |
Mushannif memutlakkan susu, sehingga mencakup susu cair, susu kental, susu murni, dan susu asam. | وَأَطْلَقَ الْمُصَنِّفُ اللَّبَنَ فَشَمِلَ الْحَلِيْبَ وَالرَّائِبَ وَالْمَخِيْضَ وَالْحَامِضَ |
Ukuran yang digunakan di dalam susu adalah takaran. | وَالْمِعْيَارُ فِيْ اللَّبَنِ الْكَيْلُ |
Sehingga sah menjual susu kental dibeli dengan susu cair dengan menggunakan takaran, walaupun ukuran keduanya berbeda jika menggunakan timbangan. | حَتَّى يَصِحَّ بَيْعُ الرَّائِبِ بِالْحَلِيْبِ كَيْلًا وَإِنْ تَفَاوَتَا وَزْنًا |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum salam (pesan). | (فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ السَّلَمِ |
Salam dan salaf secara bahasa memiliki makna yang sama. | وَهُوَ وَالسَّلَفُ لُغَةً بِمَعْنًى وَاحِدٍ |
Dan secara syara’ adalah menjual sesuatu yang diberi sifat di dalam tanggungan. | وَشَرْعًا بَيْعُ شَيْئٍ مَوْصُوْفٍ فِيْ الذِّمَّةِ |
Salam tidak sah kecuali dengan ijab (serah) dan qabul (terima). | وَلَا يَصِحُّ إِلَّا بِإِيْجَابٍ وَقَبُوْلٍ |
Akad salam hukumnya sah dengan cara hal (kontan) dan muajjal (tempo). | (وَيَصِحُّ السَّلَمُ حَالًا وَمُؤَجَّلًا) |
Jika akad salam dimutlakkan, maka menjadi sah dengan cara kontan menurut pendapat ashah. | فَإِنْ أُطْلِقَ السَّلَمُ انْعَقَدَ حَالًا فِيْ الْأَصَحِّ |
Syarat-Syarat Akad Salam
Akad salam hanya sah pada barang yang memenuhi lima syarat. | وَإِنَّمَا يَصِحُّ السَّلَمُ (فِيْمَا) أَيْ فِيْ شَيْئٍ (تَكَامَلَ فِيْهِ خَمْسُ شَرَائِطَ) |
Salah satunya adalah muslam fih (barang yang dipesan) harus di batasi dengan sifat yang bisa menimbulkan berbeda-bedanya keinginan di dalam barang yang dipesan tersebut. | أَحَدُهَا (أَنْ يَكُوْنَ) الْمُسْلَمُ فِيْهِ (مَضْبُوْطًا بِالصِّفَةِ) الَّتِيْ يَخْتَلِفُ بِهَا الْغَرَضُ فِيْ الْمُسْلَمِ فِيْهِ |
Sekira dengan sifat tersebut ketidakjelasan barang yang dipesan menjadi hilang. | بِحَيْثُ تَنْتَفِيْ بِالصِّفَةِ الْجَهَالَةُ فِيْهِ |
Penyebutan sifat tidak boleh dengan cara yang bisa mengantarkan barang yang dipesan tersebut sulit ditemukan, sepeti intan yang besar, dan budak wanita beserta saudara perempuannya atau beserta anaknya. | وَلَا يَكُوْنُ ذِكْرُ الْأَوْصَافِ عَلَى وَجْهٍ يُؤَدِّيْ لِعِزَّةِ الْوُجُوْدِ فِي الْمُسْلَمِ فِيْهِ كَلُؤْلُؤٍ كِبَارٍ وَجَارِيَةٍ وَأُخْتِهَا أَوْ وَلَدِهَا. |
Yang ke dua, barang yang dipesan harus berupa jenis yang tidak bercampur dengan jenis yang lain. | (وَ) الثَّانِيْ (أَنْ يَكُوْنَ جِنْسًا لَمْ يَخْتَلِطْ بِهِ غَيْرُهُ) |
Sehingga tidak sah melakukan akad salam pada barang yang bercampur bahan-bahan pokoknya serta tidak jelas batasannya, seperti jenang harisah dan minyak ma’jun. | فَلَا يَصِحُّ السَّلَمُ فِيْ الْمُخْتَلِطِ الْمَقْصُوْدِ الْأَجْزَاءِ الَّتِيْ لَا تَنْضَبِطْ كَهَرِيْسَةٍ وَمَعْجُوْنٍ |
Jika bahan-bahannya jelas ukurannya, maka sah melakukan akad salam pada barang tersebut seperti mentega. | فَإِنِ انْضَبَطَتْ أَجْزَاؤُهُ صَحَّ السَّلَمُ فِيْهِ كَجُبْنٍ |
Syarat yang ke tiga disebutkan di dalam perkataan mushannif, “dan barang tersebut tidak diproses dengan api”, maksudnya api yang digunakan untuk menanak atau menggoreng barang tersebut. | وَالشَّرْطُ الثَّالِثُ مَذْكُوْرٌ فِيْ قَوْلِهِ (وَلَمْ يَدْخُلْهُ النَّارُ لِإِحَالَتِهِ) أَيْ بِأَنْ دَخَلَتْهُ لِطَبْخٍ أَوْ شَيٍّ |
Jika api digunakan pada barang tersebut untuk memisahkan seperti madu dan minyak samin, maka sah melakukan akad salam pada barang tersebut. | فَإِنْ دَخَلَتْهُ النَّارُ لِلتَّمْيِيْزِ كَالْعَسَلِ وَالسَّمِنِ صَحَّ السَّلَمُ فِيْهِ |
Syarat yang ke empat adalah barang yang dipesan tidak boleh muayyan (sudah ditentukan), bahkan harus berupa hutang. | (وَ) الرَّابِعُ (أَنْ لَا يَكُوْنَ) الْمُسْلَمُ فِيْهِ (مُعَيَّنًا) بَلْ دَيْنًا |
Sehingga, kalau muslam fih-nya sudah ditentukan, seperti “aku menyerahkan baju ini seumpama padamu untuk memesan budak ini”, maka secara pasti hal itu bukanlah akad salam, dan juga tidak bisa sah menjadi akad bai’ menurut pendapat adlhar. | فَلَوْ كَانَ مُعَيَّنًا كَأَسْلَمْتُ إِلَيْكَ هَذَا الثَّوْبَ مَثَلًا فِيْ هَذَا الْعَبْدِ فَلَيْسَ بِسَلَمٍ قَطْعًا وَلَا يَنْعَقِدُ أَيْضًا بَيْعًا فِيْ الْأَظْهَرِ |
Syarat ke lima adalah muslam fih tidak boleh dikhususkan dari barang yang sudah ditentukan, seperti, “saya menyerahkan dirham ini padamu untuk memesan satu sha’ dari tumpukkan ini”. | (وَ) الَخَامِسُ أَنْ (لَا) يَكُوْنَ (مِنْ مُعَيَّنٍ) كَأَسْلَمْتُ إِلَيْكَ هَذَا الدِّرْهَمَ فِيْ صَاعٍ مِنَ هَذِهِ الصُّبْرَةِ. |
Syarat Muslam Bih
Kemudian, sahnya muslam fih memiliki delapan syarat. | (ثُمَّ لِصِحَّةِ الْمُسْلَمِ فِيْهِ ثَمَانِيَةُ شَرَائِطَ) |
Di dalam sebagian redaksi, “akad salam hukumnya sah dengan delapan syarat.” | وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَيَصِحُّ السَّلَمُ بِثَمَانِيَةِ شَرَائِطَ |
Yang pertama disebutkan di dalam perkataan mushannif, “setelah menyebutkan jenis dan macamnya, orang yang memesan harus memberi sifat pada muslam fih dengan sifat yang bisa mempengaruhi harga. | الْأَوَّلُ مَذْكُوْرٌ فِي قَوْلِ الْمُصَنِّفِ (وَهُوَ أَنْ يَصِفَهُ بَعْدَ ذِكْرِ جِنْسِهِ وَنَوْعِهِ بِالصَّفَاتِ الَّتِيْ يَخْتَلِفُ بِهَا الثَّمَنُ) |
Sehingga, saat memesan budak semisal, maka ia harus menyebutkan macamnya seperti budak Turki atau India, dan menyebutkan jenis laki-laki atau perempuan, kira-kira usianya, ukurannya tinggi, pendek atau sedang, dan menyebutkan warna kulitnya seperti putih dan mensifati putihnya dengan agak kemerahan atau merah mulus. | فَيَذْكُرُ فِي السَّلَمِ فِي رَقِيْقٍ مَثَلًا نَوْعَهُ كَتُرْكِيٍّ أَوْ هِنْدِيٍّ وَذُكُوْرَتَهُ أَوْ أُنُوْثَتَهُ وَسِنَّهُ تَقْرِيْبًا وَقَدَّهُ طُوْلًا أَوْ قَصْرًا أَوْ رَبْعَةً وَلَوْنَهُ كَأَبْيَضَ وَيَصِفُ بَيَاضَهُ بِسُمْرَةٍ أَوْ شُقْرَةٍ |
Saat memesan onta, sapi, kambing, kuda, bighal dan keledai, ia menyebutkan jenis jantan, betina, usia, warna dan macamnya. | وَيَذْكُرُ فِيْ الْإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ وَالْخَيْلِ وَالْبِغَالِ وَالْحَمِيْرِ الذُّكُوْرَةَ وَالْأُنُوْثَةَ وَالسِّنَّ وَاللَّوْنَ وَالنَّوْعَ |
Saat memesan burung, ia menyebutkan macam, kecil, besar, jantan, betina, dan usianya jika diketahui. | وَيَذْكُرُ فِي الطَّيْرِ النَّوْعَ وَالصِّغَرَ وَالْكِبَرَ وَالذُّكُوْرَةَ وَالْأُنُوْثَةَ وَالسِّنَّ إِنْ عُرِفَ |
Saat memesan baju, ia menyebutkan jenis seperti kapas, kattan, atau sutra, dan menyebutkan macamnya seperti kapas negri Iraq, menyebutkan panjang, lebar, tebal, tipis, rapat, renggang, halus dan kasarnya. | وَيَذْكُرُ فِيْ الثَّوْبِ الْجِنْسَ كَقُطْنٍ أَوْ كَتَّانٍ أَوْ حَرِيْرٍ وَالنَّوْعَ كَقُطْنٍ عِرَاقِيٍّ وَالطُّوْلَ وَالْعَرْضَ وَالْغِلْظَةَ وَالدِّقَّةَ وَالصَّفَاقَةَ وَالرِّقَّةَ وَالنُّعُوْمَةَ وَالْخُشُوْنَةِ |
Untuk contoh-contoh yang lain disamakan dengan contoh-contoh ini. | وَيُقَاسُ بِهَذِهِ الصُّوَرِ غَيْرُهَا |
Akad salam pada baju yang dimutlakkan, maka diarahkan kepada baju yang baru bukan baju bekas yang diwarna lagi. | وَمُطْلَقُ السَّلَمِ فِيْ الثَّوْبِ يُحْمَلُ عَلَى الْخَامِ لَا عَلَى الْمَقْصُوْرِ |
Yang ke dua adalah menyebutkan ukurannya dengan sesuatu yang bisa menghilangkan ketidakjelasan pada muslam fih. | (وَ) الثَّانِيْ (أَنْ يَذْكُرَ قَدْرَهُ بِمَا يَنْفِي الْجَهَالَةَ عَنْهُ) |
Maksudnya, muslam fih harus diketahui ukurannya, yaitu takarannya pada barang yang ditakar, timbangannya pada barang yang ditimbang, hitungannya pada barang yang dihitung, dan ukurannya pada barang yang diukur. | أَيْ أَنْ يَكُوْنَ الْمُسْلَمُ فِيْهِ مَعْلُوْمَ الْقَدْرِ كَيْلًا فِيْ مَكِيْلٍ وَوَزْنًا فِيْ مَوْزُوْنٍ وَعَدًّا فِيْ مَعْدُوْدٍ وَذَرْعًا فِيْ مَذْرُوْعٍ |
Yang ke tiga disebutkan di dalam perkataan mushannif, | وَالثَّالِثُ مَذْكُوْرٌ فِيْ قَوْلِ الْمُصَنِّفِ |
Jika akad salam dilakukan dengan tempo, maka orang yang melakukan akad harus menyebutkan waktu jatuh temponya, maksudnya jatuh temponya seperti bulan ini. | (وَإِنْ كَانَ) السَّلَمُ (مُؤَجَّلًا ذَكَرَ) الْعَاقِدُ (وَقْتَ مَحِلِّهِ) أَيِ الْأَجَلِ كَشَهْرِ كَذَا |
Jika ia memberi tempo akad salam dengan kedatangan Zaid semisal, maka akad salamnya tidak sah. | فَلَوْ أَجَّلَ السَّلَمَ بِقُدُوْمِ زَيْدٍ مَثَلًا لَمْ يَصِحَّ |
Yang ke empat muslam fih-nya wujud saat waktu penerimaan menurut ukuran kebiasaannya. Maksudnya, waktu meng-haki untuk menyerahkan muslam fih. | (وَ) الرَّابِعُ (أَنْ يَكُوْنَ) الْمُسْلَمُ فِيْهِ (مَوْجُوْدًا عِنْدَ الْاِسْتِحْقَاقِ فِيْ الْغَالِبِ) أَيِ اسْتِحْقَاقِ تَسْلِيْمِ الْمُسْلَمِ فِيْهِ |
Sehingga, seandainya seseorang melakukan akad salam pada barang yang tidak ditemukan saat jatuh tempo, seperti kurma basah di musim dingin, maka akad salamnya tidak sah. | فَلَوْ أَسْلَمَ فِيْمَا لَا يُوْجَدُ عِنْدَ الْمَحِلِّ كَرُطَبٍ فِيْ الشِّتَاءِ لَمْ يَصِحَّ |
Yang ke lima adalah menyebutkan tempat penerimaan muslam fih, maksudnya tempat menyerahkan. | (وَ) الْخَامِسُ (أَنْ يَذْكُرَ مَوْضِعَ قَبْضِهِ) أَيْ مَحَلَّ التَّسْلِيْمِ |
Jika tempat akad pertama tidak layak untuk itu, atau layak namun butuh biaya untuk membawa muslam fih ke tempat penyerahan. | إِنْ كَانَ الْمَوْضِعُ لَايَصْلُحُ لَهُ أَوْ صَلُحَ لَهُ وَلَكِنْ لِحَمْلِهِ إِلَى مَوْضِعِ التَّسْلِيْمِ مُؤْنَةٌ |
Yang ke enam, tsaman-nya harus diketahui dengan ukuran atau langsung melihatnya. | (وَ) السَّادِسُ (أَنْ يَكُوْنَ الثَّمَنُ مَعْلُوْمًا) بِالْقَدْرِ أَوْ بِالرُّؤْيَةِ لَهُ |
Yang ke tujuh, keduanya, maksudnya muslim (orang yang memesan) dan muslam ilaih (orang yang dipesan) harus melakukan serah terima tsaman sebelum berpisah. | (وَ) السَّابِعُ (أَنْ يَتَقَابَضَا) أَيِ الْمُسْلِمُ وَالْمُسْلَمُ إِلَيْهِ فِيْ مَجْلِسِ الْعَقْدِ (قَبْلَ التَّفَرُّقِ) |
Seandainya keduanya berpisah sebelum menerima ra’sul mal (barang yang digunakan sebagai harga), maka akad salam tersebut menjadi batal. | فَلَوْ تَفَرَّقَا قَبْلَ قَبْضِ رَأْسِ الْمَالِ بَطَلَ الْعَقْدُ |
Atau setelah menerima sebagiannya saja, maka dalam permasalahan ini terjadi perbedaan pendapat di dalam tafriqus shufqah. | أَوْ بَعْدَ قَبْضِ بَعْضِهِ فَفِيْهِ خِلَافُ تَفْرِيْقِ الصُّفْقَةِ |
Yang diharuskan adalah penerimaan secara hakiki. | وَالْمُعْتَبَرُ الْقَبْضُ الْحَقِيْقِيُّ |
Sehingga, seandainya muslim melakukan akad hiwalah (pengalihan hutang) dengan ro’sul malnya akad salam, dan muhtal (orang yang menerima peralihan) yaitu muslam ilaih menerima barang tersebut dari muhal alaih (orang yang diberi beban hutang) di tempat akad, maka hal itu tidak mencukupi. | فَلَوْ أَحَالَ الْمُسْلِمُ بِرَأْسِ مَالِ السَّلَمِ وَقَبَضَهُ الْمُخْتَالُ وَهُوَ الْمُسْلَمُ إِلَيْهِ مِنَ الْمُحَالِ عَلَيْهِ فِيْ الْمَجْلِسِ لَمْ يَكْفِ |
Yang ke delapan, akad salam harus dilakukan dengan cara najizan (langsung), tidak berlaku khiyar syarat pada akad salam. | (وَ) الثَّامِنُ (أَنْ يَكُوْنَ عَقْدُ السَّلَمِ نَاجِزًا لَايَدْخُلُهُ خِيَارُ الشَّرْطِ) |
Berbeda dengan khiyar majlis, maka sesungguhnya khiyar majlis bisa masuk pada akad salam. | بِخِلَافِ خِيَارِ الْمَجْلِسِ فَإِنَّهُ يَدْخُلُهُ. |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum gadai. | (فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ الرَّهْنِ |
Rahn (gadai) secara bahasa bermakna tetap. Dan secara syara’ adalah menjadikan benda yang berharga sebagai jaminan hutang yang akan digunakan untuk melunasi hutang tersebut ketika sulit untuk melunasi. | وَهُوَ لُغَةً الثُّبُوْتُ وَشَرْعًا جَعْلُ عَيْنٍ مَالِيَةٍ وَثِيْقَةً بِدَيْنٍ يُسْتَوْفَى مِنْهَا عِنْدَ تَعَذُّرِ الْوَفَاءِ |
Rahn tidak bisa sah keculai dengan ijab (serah) dan qabul (terima). | وَلَايَصِحُّ الرَّهْنُ إِلَّا بِإِيْجَابٍ وَقَبُوْلٍ |
Syarat masing-masing dari rahin (orang yang menggadaikan) dan murtahin (orang yang menerima gadai), adalah harus mutlakut tasharrauf (sah pentasaruffannya). | وَشَرْطُ كُلٍّ مِنَ الرَّاهِنِ وَالْمُرْتَهِنِ أَنْ يَكُوْنَ مُطْلَقَيِ التَّصَرُّفِ |
Barang Yang Digadaikan
Mushannif menyebutkan batasan marhun (barang yang digadaikan) di dalam perkataan beliau, | وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ ضَابِطَ الْمَرْهُوْنِ فِيْ قَوْلِهِ |
Setiap perkara yang boleh untuk dijual, maka boleh digadaikan sebagai jaminan hutang ketika hutang tersebut sudah menetap di dalam tanggungan. | (وَكُلُّ مَا جَازَ بَيْعُهُ جَازَ رَهْنُهُ فِي الدُّيُوْنِ إِذَا اسْتَقَرَّ ثُبُوْتُهَا فِيْ الذِّمَّةِ) |
Dengan bahasa “hutang”, mushannif mengecualikan dari a’yan (bukan hutang). | وَاحْتَرَزَ الْمُصَنِّفُ بِالدُّيُوْنِ عَنِ الْأَعْيَانِ |
Maka tidak sah memberi jaminan / Rahn pada a’yan seperti barang yang dighasab, barang pinjaman dan sesamanya yaitu benda-benda yang menjadi tanggungan. | فَلَا يَصِحُّ الرَّهْنُ عَلَيْهَا كَعَيْنٍ مَغْصُوْبَةٍ وَمُسْتَعَارَةٍ وَنَحْوِهِمَا مِنَ الْأَعْيَانِ الْمَضْمُوْنَةِ |
Dengan bahasa “sudah menetap”, mushannif mengecualikan hutang yang belum menetap seperti hutang di dalam akad salam, dan mengecualikan dari tsaman (harga) saat masih masa khiyar. | وَاحْتَرَزَ بِاسْتِقْرَارٍ عَنِ الدُّيُوْنِ قَبْلَ اسِتِقْرَارِهَا كَدَيْنِ السَّلَمِ وَعَنِ الثَّمَنِ مُدَّةَ الْخِيَارِ |
Bagi rahin diperkenankan untuk menarik kembali barang gadaiannya selama belum diterima oleh murtahin (orang yang menerima gadai). | (وَلِلرَّاهِنِ الرُّجُوْعُ فِيْهِ مَا لَمْ يَقْبِضْهُ) أَيِ الْمُرْتَهِنُ |
Jika murtahin sudah menerima barang yang digadaikan dari orang yang sah untuk menyerahkannya, maka akad gadai telah tetap dan tidak boleh bagi rahin untuk menariknya kembali. | فَإِنْ قَبَضَ الْعَيْنَ الْمَرْهُوْنَةَ مِمَّنْ يَصِحُّ إِقْبَاضُهَا لَزِمَ الرَّهْنُ وَامْتَنَعَ عَلَى الرَّاهِنِ الرُّجُوْعُ فِيْهِ |
Gadai Sebagai Amanah
Rahn diberlakukan atas dasar amanah. | وَالرَّهْنُ وَضْعُهُ عَلَى الْأَمَانَةِ |
Ketika demikian, maka murtahin tidak wajib mengganti / menanggung barang gadaian kecuali dia ceroboh di dalam menjaganya. | (وَ) حِيْنَئِذٍ (لَا يَضْمَنُهُ الْمُرْتَهِنُ) أَيْ لَايَضْمَنُ الْمُرْتَهِنُ الْمَرْهُوْنَ (إِلَّا بِالتَّعَدِّيْ) فِيْهِ |
Dan tidak ada bagian dari hutang yang menjadi hilang / berkurang sebab kerusakan pada barang gadaian. | وَلَا يَسْقُطُ بِتَلَفِهِ شَيْئٌ مِنَ الدَّيْنِ |
Jika murtahin mengaku bahwa barang gadaiannya rusak, dan dia tidak menyebutkan penyebab kerusakannya, maka ia dibenarkan dengan disertai sumpah. | وَلَوِ ادَّعَى تَلَفَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ سَبَبًا لِتَلَفِهِ صُدِّقَ بِيَمِيْنِهِ |
Sehingga, jika ia menyebutkan penyebab kerusakan yang nampak jelas, maka ia tidak diterima pengakuannya kecuali disertai dengan saksi. | فَإِنْ ذَكَرَ سَبَبًا ظَاهِرًا لَمْ يُقْبَلْ إِلَّا بِبَيِّنَةٍ |
Seandainya murtahin mengaku telah mengembalikan barang gadaiannya pada rahin, maka pengakuannya tidak diterima kecuali disertai dengan saksi. | وَلَوِ ادَّعَى الْمُرْتَهِنُ رَدَّ الْمَرْهُوْنِ عَلَى الرَّاهِنِ لَمْ يُقْبَلْ إِلَّا بِبَيِّنَةٍ |
Ketika murtahin telah menerima sebagian dari haknya yang menjadi tanggungan rahin, maka tidak ada bagian dari barang yang digadaikan yang terlepas kecuali murtahin telah menerima semuanya, maksudnya semua hak yang menjadi tanggungan rahin. | (وَإِذَا قَبَضَ) الْمُرْتَهِنُ (بَعْضَ الْحَقِّ) الَّذِيْ عَلَى الرَّاهِنِ (لَمْ يَخْرُجْ) أَيْ لَمْ يَنْفَكَّ (شَيْئٌ مِنَ الرَّهْنِ حَتَّى يَقْبِضَ جَمِيْعَهُ) أَيِ الْحَقِّ الَّذِيْ عَلَى الرَّاهِنِ |
(Fasal) menjelaskan hajr terhadap safih (orang idiot) dan muflis (orang yang pailit). | (فَصْلٌ) فِيْ حَجْرِ السَّفِيْهِ وَالْمُفْلِسِ |
Hajr secara bahasa bermakna mencegah. Dan secara syara’ adalah mencegah tasharruf di dalam harta. | (وَالْحَجْرُ) لُغَةً الْمَنْعُ وَشَرْعًا مَنْعُ التَّصَرُّفِ فِيْ الْمَالِ |
Berbeda dengan tasharruf pada selain harta seperti talak, maka talak yang dilakukan oleh safih hukumnya sah. | بِخِلَافِ التَّصَرُّفِ فِيْ غَيْرِهِ كَالطَّلَاقِ فَيَنْفُذُ مِنَ السَّفِيْهِ |
Pembagian Orang-Orang Yang di Hajr
Mushannif menjadikan hajr pada enam orang. | وَجَعَلَ الْمُصَنِّفُ الْحَجْرَ (عَلَى سِتَّةٍ) مِنَ الْأَشْخَاصِ |
Yaitu anak kecil, orang gila, safih (idiot), dan mushannif menjelaskan safih dengan perkataan beliau, yang menyia-nyiakan hartanya, maksudnya safih yang tidak bisa mentasharrufkan harta sesuai dengan semestinya. | (الصَّبِيِّ وَالْمَجْنُوْنِ وَالسَّفِيْهِ) وَفَسَّرَ الْمُصَنِّفُ بِقَوْلِهِ (الْمُبَذِّرِ لِمَالِهِ) أَيِ الَّذِيْ لَمْ يَصْرِفْهُ فِيْ مَصَارِفِهِ |
-Ke empat- dan muflis (orang yang pailit). Muflis secara bahasa adalah orang yang hartanya telah menjadi uang receh, kemudian kata-kata ini dijadikan sebagai kinayah yang menunjukkan sedikitnya harta atau tidak memiliki harta. | (وَالْمُفْلِسِ) وَهُوَ لُغَةً مَنْ صَارَ مَالُهُ فُلُوْسًا ثُمَّ كُنِيَ بِهِ عَنْ قِلَّةِ الْمَالِ أَوْعَدَمِهِ |
Dan secara syara’ adalah orang yang memiliki beban hutang dan hartanya tidak cukup untuk melunasi satu hutang atau beberapa hutang-hutangnya. | وَشَرْعًا الشَّخْصُ (الَّذِيْ ارْتَكَبَتْهُ الدُّيُوْنُ) وَلَا يَفِيْ مَالُهُ بِدَيْنِهِ أَوْ دُيُوْنِهِ |
-yang ke lima- dan orang sakit yang telah mengkhawatirkan -meninggal dunia-. | (وَالْمَرِيْضِ) الْمَخُوْفِ عَلَيْهِ مِنْ مَرَضِهِ |
Orang sakit seperti ini dihajr pada harta yang lebih dari sepertiga seluruh hartanya, yaitu dua sepertiga harta tinggalannya karena untuk menjaga hak ahli waris. | وَالْحَجْرُ عَلَيْهِ (فِيْمَا زَادَ عَلَى الثُّلُثِ) وَهُوَ ثُلُثَا التِّرْكَةِ لِأَجْلِ حَقِّ الْوَرَثَةِ |
Hukum ini jika memang dia tidak memiliki tanggungan hutang. | هَذَا إِنْ لَمْ يَكُنْ عَلَى الْمَرِيْضِ دَيْنٌ |
Jika dia memiliki tanggungan hutang yang bisa menghabiskan seluruh harta peninggalannya, maka ia dihajr pada sepertiga hartanya dan selebihnya. | فَإِنْ كَانَ عَلَيْهِ دَيْنٌ يَسْتَغْرِقُ تِرْكَتَهُ حُجِرَ عَلَيْهِ فِي الثُّلُثِ وَمَا زَادَ عَلَيْهِ |
-ke enam- dan budak yang tidak diberi izin untuk berdagang. | (وَالْعَبْدِ الَّذِيْ لَمْ يُؤْذَنْ لَهُ فِيْ التِّجَارَةِ) |
Sehingga tasharrufnya tidak sah tanpa seizin majikannya. | فَلَا يَصِحُّ تَصَرُّفُهُ بِغَيْرِ إِذْنِ سَيِّدِهِ |
Mushannif tidak menjelaskan tentang beberapa permasalah hajr yang dijelaskan di dalam kitab-kitab yang diperluas pembahasannya. | وَسَكَتَ الْمُصَنِّفُ عَنْ أَشْيَآءَ مِنَ الْحَجْرِ مَذْكُوْرَةٍ فِيْ الْمُطَوَّلَاتِ |
Di antaranya adalah masalah hajr terhadap orang murtad karena untuk menjaga hak orang-orang islam. Dan sebagiannya lagi adalah masalah hajr terhadap rahin karena menjaga hak murtahin. | مِنْهَا الْحَجْرُ عَلَى الْمُرْتَدِ لِحَقِّ الْمُسْلِمِيْنَ وَمِنْهَا الْحَجْرُ عَلَى الرَّاهِنِ لِحَقِّ الْمُرْتَهِنِ |
Tasharruf Orang-Orang Yang di Hajr
Tasharruf anak kecil, orang gila dan safih hukumnya tidak sah. | (وَتَصَرُّفُ الصَّبِيِّ وَالْمَجْنُوْنِ وَالسَّفِيْهِ غَيْرُ صَحِيْحٍ) |
Sehingga tidak sah jual beli, hibbah dan tasyaruf-tasyaruf lainnya yang dilakukan oleh mereka. | فَلَا يَصِحُّ مِنْهُمْ بَيْعٌ وَلَا شِرَاءٌ وَلَا هِبَّةٌ وَلَا غَيْرُهَا مِنَ التَّصَرُّفَاتِ |
Adapun safih, maka nikah yang ia lakukan hukumnya sah dengan izin walinya. | وَأَمَّا السَّفِيْهُ فَيَصِحُّ نِكَاحُهُ بِإِذْنِ وَلِيِّهِ |
Tasharruf muflis hukumnya sah jika dibebankan pada tanggungannya. | (وَتَصَرُّفُ الْمُفْلِسِ يَصِحُّ فِيْ ذِمَّتِهِ) |
Sehingga, seandainya ia menjual makanan atau yang lain dengan akad salam, atau membeli keduanya dengan bayaran yang berada pada tanggungannya (hutang), maka hukumnya sah. | فَلَوْ بَاعَ سَلَمًا طَعَامًا أَوْ غَيْرَهُ أَوِ اشْتَرَى كُلًّا مِنْهُمَا بِثَمَنٍ فِيْ ذِمَّتِهِ صَحَّ |
Tidak tasharruf yang ia lakukan pada ‘ainiyah hartanya, maka hukumnya tidak sah. | (دُوْنَ) تَصَرُّفِهِ فِيْ (أَعْيَانِ مَالِهِ) فَلَا يَصِحُّ |
Tasharrufnya semisal di dalam nikah, cerai, atau khulu’ hukumnya sah. | وَتَصَرُّفُهُ فِيْ نِكَاحٍ مَثَلًا أَوْ طَلَاقٍ أَوْ خَلْعٍ صَحِيْحٌ |
Adapun wanita yang muflis, maka jika ia melakukan khulu’ dengan ‘ainiyah hartanya, maka hukumnya tidak sah. Atau dengan hutang yang menjadi tanggungannya, maka hukumnya sah. | وَأَمَّا الْمَرْأَةُ الْمُفْلِسَةُ فَإِنِ اخْتَلَعَتْ عَلَى عَيْنٍ لَمْ يَصِحَّ أَوْ دَيْنٍ فِيْ ذِمَّتِهَا صَحَّ |
Tasharruf yang dilakukan oleh orang yang sakit -yang telah mengkhawatirkan- pada hartanya yang melebihi sepertiga dari seluruh harta tinggalannya tergantung pada persetujuan ahli waris. | (وَتَصَرُّفُ الْمَرِيْضِ فِيْمَا زَادَ عَلَى الثُّلُثِ مَوْقُوْفٌ عَلَى إِجَازَةِ الْوَرَثَةِ) |
Jika mereka menyetujui harta yang melebihi dari sepertiga, maka hukumnya sah. Namun jika tidak setuju, maka hukumnya tidak sah. | فَإِنْ أَجَازُوْا الزَّائِدَ عَلَى الثُّلُثِ صَحَّ وَإِلَّا فَلَا |
Izin dan penolakkan ahli waris saat orang yang sakit masih ada -belum meninggal- tidak dianggap. | وَإِجَازَةُ الْوَرَثَةِ وَرَدُّهُمْ حَالَ الْمَرَضِ لَا يُعْتَبَرَانِ |
Izin dan penolakkan itu hanya dianggap setelahnya, maksudnya setelah yang sakit tersebut meninggal dunia. | وَإِنَّمَا يُعْتَبَرُ ذَلِكَ (مِنْ بَعْدِهِ) أَيْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِ الْمَرِيْضِ |
Ketika ahli waris setuju, namun kemudian ia berkata, “aku setuju itu tidak lain karena aku menyangka bahwa harta tersebut sedikit, namun ternyata tidak demikian.”, maka ia dibenarkan dengan disertai sumpahnya. | وَإِذَا أَجَازَ الْوَارِثُ ثُمَّ قَالَ إِنَّمَا أَجَزْتُ لِظَنِّيْ أَنَّ الْمَالَ قَلِيْلٌ وَقَدْ بَانَ خِلَافُهُ صُدِّقَ بِيَمِيْنِهِ |
Tasharruf yang dilakukan oleh seorang budak yang tidak diberi izin untuk berdagang, maka semuanya berada pada tanggungannya. | (وَتَصَرُّفُ الْعَبْدِ) الَّذِيْ لَمْ يُؤْذَنْ لَهُ فِيْ التِّجَارَةِ (يَكُوْنُ فِيْ ذِمَّتِهِ) |
Yang dimaksud dengan berada pada tanggungannya adalah semua tasharruf tersebut akan mengikut pada budak itu setelah ia merdeka ketika memang merdeka. | وَمَعْنَى كَوْنِهِ فِيْ ذِمَّتِهِ أَنَّهُ (يَتْبَعُ بِهِ) بَعْدَ عِتْقِهِ (إِذَا عَتَقَ) |
Sehingga, jika sang majikan memberi izin untuk berdagang, maka tasharruf budak itu sah sebab mempertimbangkan izin tersebut. | فَإِنْ أَذِنَ لَهُ السَّيِّدُ فِي التِّجَارَةِ صَحَّ تَصَرُّفُهُ بِحَسَبِ ذَلِكَ الْإِذْنِ. |
(Fasal) menjelaskan tentang akad shuluh. | (فَصْلٌ) فِي الصُّلْحِ |
Shuluh secara bahasa adalah memutus perseturuan. Dan secara syara’ adalah akad yang memutus perseteruan. | وَهُوَ لُغَةً قَطْعُ الْمُنَازَعَةِ وَشَرْعًا عَقْدٌ يَحْصُلُ بِهِ قَطْعُهَا |
Shuluh hukumnya sah disertai dengan pengakuan, maksudnya pengakuan orang yang dituduh atas tuduhan di dalam masalah harta. Dan ini adalah sesuatu yang sudah nampak jelas. | (وَيَصِحُّ الصُّلْحُ مَعَ الْإِقْرَارِ) أَيْ إِقْرَارِ الْمُدَّعَى عَلَيْهِ بِالْمُدَّعَى بِهِ (فِيْ الْأَمْوَالِ) وَهُوَ ظَاهِرٌ |
Begitu juga di dalam masalah sesuatu yang mengantarkan padanya, maksudnya pada harta. | (وَ) كَذَا (مَا أَفْضَى إِلَيْهَا) أَيِ الْأَمْوَالِ |
Seperti orang yang telah memiliki hak qishash atas seseorang, kemudian mereka berdamai dengan ganti rugi berupa harta dengan menggunakan bahasa “shuluh”, maka sesungguhnya shuluh tersebut hukumnya sah, atau menggunakan bahasa “jual beli” maka hukumnya tidak sah. | كَمَنْ ثَبَتَ لَهُ عَلَى شَخْصٍ قِصَاصٌ فَصَالَحَهُ عَلَيْهِ عَلَى مَالٍ بِلَفْظِ الصُّلْحِ فَإِنَّهُ يَصِحُّ أَوْ بِلَفْظِ الْبَيْعِ فَلَا |
Macam-Macam Shuluh
Shuluh memiliki dua macam, shuluh ibra’ dan mu’awadlah. | (وَهُوَ) أَيِ الصُّلْحُ (نَوْعَانِ إِبْرَاءٌ وَ مُعَاوَضَةٌ |
Shuluh Ibra’
Ibra’, maksudnya shuluh ibra’ adalah hanya mengambil sebagian dari hutang yang berhak ia terima. | فَالْإِبْرَاءُ) أَيْ صُلْحُهُ (اقْتِصَارُهُ مِنْ حَقِّهِ) أَيْ دَيْنِهِ (عَلَى بَعْضِهِ) |
Sehingga, ketika ia melakukan akad shuluh dari uang seribu yang menjadi tanggungan seseorang dengan hanya mengambil lima ratusnya saja, maka seakan-akan ia berkata pada orang tersebut, “berikan lima ratus padaku, dan aku bebaskan lima ratusnya lagi untukmu.”. | فَإِذَا صَالَحَهُ مِنَ الْأَلْفِ الَّذِيْ لَهُ فِيْ ذِمَّةِ شَخْصٍ عَلَى خَمْسِمِائَةٍ مِنْهَا فَكَأَنَّهُ قَالَ لَهُ اعْطِنِيْ خَمْسَمِائَةٍ وَأَبْرَأْتُكَ مِنْ خَمْسِمِائَةٍ. |
Tidak boleh, dengan arti tidak sah, menggantungkan shuluh, maksudnya menggantungkan shuluh yang bermakna ibra’ dengan suatu syarat. | (وَلَا يَجُوْزُ) بِمَعْنَى لَا يَصِحُّ (تَعْلِيْقُهُ) أَيْ تَعْلِيْقُ الصُّلْحِ بِمَعْنَى الْإِبْرَاءِ (عَلَى شَرْطٍ) |
Seperti ucapannya, “ketika datang awal bulan, maka aku melakukan akad shuluh denganmu.” | كَقَوْلِهِ إِذَا جَاءَ رَأْسُ الشَّهْرِ فَقَدْ صَالَحْتُكَ |
Shuluh Mu’awadlah
Dan mu’awadlah, maksudnya shuluh mu’awadlah, adalah berpindah dari haknya kepada barang lain. | (وَالْمُعَاوَضَةُ) أَيْ صُلْحُهَا (عُدُوْلُهُ عَنْ حَقِّهِ إِلَى غَيْرِهِ) |
Seperti ia menuntut sebuah rumah atau bagian dari rumah pada seseorang, dan orang tersebut mengakuinya, kemudian mereka berdamai dengan meminta barang tertentu seperti baju sebagai ganti dari tuntutan yang pertama, maka sesungguhnya hal tersebut hukumnya sah. | كَأَنِ ادَّعَى عَلَيْهِ دَارًا أَوْ شِقْصًا مِنْهَا وَأَقَرَّ لَهُ بِذَلِكَ وَصَالَحَهُ مِنْهَا عَلَى مُعَيَّنٍ كَثَوْبٍ فَإِنَّهُ يَصِحُّ |
Pada shuluh ini berlaku hukum jual beli. | (وَيَجْرِيْ عَلَيْهِ) أَيْ عَلَى هَذَا الصُّلْحِ (حُكْمُ الْبَيْعِ) |
Maka dalam contoh tersebut, seakan-akan ia menjual rumahnya pada orang yang dituntut dibeli dengan baju. | فَكَأَنَّهُ فِي الْمِثَالِ الْمَذْكُوْرِ بَاعَهُ الدَّارَ بِالثَّوْبِ |
Dan ketika demikian, maka hukum-hukum jual beli berlaku pada barang yang diakadi shuluh, seperti mengembalikan sebab ada cacat, mencegah tasharruf sebelum diterima barangnya. | وَحِيْنَئِذٍ فَيَثْبُتُ فِيْ الْمُصَالَحِ عَلَيْهِ أَحْكَامُ الْبَيْعِ كَالرَّدِّ بِالْعَيْبِ وَمَنْعِ التَّصَرُّفِ قَبْلَ الْقَبْضِ |
Shuluh Hathithah
Seandainya ia melakukan akad shuluh dengan mengambil sebagian barang yang dituntut, maka disebut hibbah yang ia lakukan pada sebagian hartanya yang tidak ia ambil. | وَلَوْ صَالَحَهُ عَلَى بَعْضِ الْعَيْنِ الْمُدَّعَاةِ فَهِبَّةٌ مِنْهُ لِبَعْضِهَا الْمَتْرُوْكِ مِنْهَا |
Sehingga di dalam hibbah ini terlaku hukum-hukum hibbah yang dijelaskan di dalam babnya. | فَيَثْبُتُ فِيْ هَذِهِ الْهِبَّةِ أَحْكَامُهَا الَّتِيْ تُذْكَرُ فِي بَابِهَا |
Shuluh ini disebut dengan shuluh al hathithah. | وَيُسَمَّى هَذَا صُلْحَ الْحَطِيْطَةِ |
Tidak sah dengan menggunakan ungkapan menjual pada sebagian hak yang tidak ia ambil karena seakan-akan ia menjual barang yang ia tuntut dengan sebagian barang tersebut. | وَلَا يَصِحُّ بِلَفْظِ الْبَيْعِ لِلْبَعْضِ الْمَتْرُوْكِ كَأَنْ يَبِيْعَهُ الْعَيْنَ الْمُدَّعَاةَ بِبَعْضِهَا. |
Memasang Atap di Atas Jalan Umum
Bagi orang islam diperkenankan untuk isyra’, dengan membaca dlammah huruf awalnya dan membaca kasrah huruf yang sebelum akhir, maksudnya mengeluarkan atap / belandar, yang disebut juga dengan bahasa janah. Yaitu mengeluarkan kayu yang berada di atas tembok, hingga berada di atas jalan umum, yang disebut juga dengan bahasa syari’, dengan syarat tidak sampai menggangu orang yang berjalan di bawahnya, maksudnya di bawah atap tersebut, bahkan harus agak ditinggikan sekira orang yang tinggi dengan posisi tegap sempurna bisa berjalan di bawahnya. | (وَيَجُوْزُ لِلْإِنْسَانِ) الْمُسْلِمِ (أَنْ يُشْرِعَ) بِضَمِّ أَوَّلِهِ وَكَسْرِ مَا قَبْلَ آخِرِهِ أَيْ يُخْرِجُ (رَوْشَنًا) وَيُسَمَّى أَيْضًا بِالْجَنَاحِ وَهُوَ إِخْرَاجُ خَشَبٍ عَلَى جِدَارٍ (فِيْ) هَوَاءِ (طَرِيْقٍ) نَافِذٍ وَيُسَمَّى أَيْضًا بِالشَّارِعِ (بِحَيْثُ لَا يَتَضَرَّرُ الْمَارُّ بِهِ) أَيِ الرَّوْشَنِ بَلْ يُرْفَعُ بِحَيْثُ يَمُرُّ تَحْتَهُ الْمَارُّ التَّامُ الطَّوِيْلُ مُنْتَصِبًا |
Imam al Mawardi juga mensyaratkan bahwa di atas kepala orang tersebut terdapat muatan yang sudah terbiasa. | وَاعْتَبَرَ الْمَاوَرْدِيُّ أَنْ يَكُوْنَ عَلَى رَأْسِهِ الْحَمُوْلَةُ الْغَالِبَةُ |
Jika jalan umum tersebut adalah jalur penunggang kuda atau onta, maka atapnya harus ditinggikan sekiran tandu yang berada di atas onta beserta kayu-kayu penopang yang berada di atas tandu tersebut bisa berjalan tanpa terganggu. | وَإِنْ كَانَ الطَّرِيْقُ النَّافِذُ مَمَرَّ فُرْسَانٍ وَقَوَافِلَ فَلْيُرْفَعِ الرَّوْشَنُ بِحَيْثُ يَمُرُّ تَحْتَهُ الْمَحْمِلُ عَلَى الْبَعِيْرِ مَعَ أَخْشَابِ الْمَظِلَّةِ الْكَائِنَةِ فَوْقَ الْمَحْمِلِ |
Adapun orang kafir dzimmi, maka tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan atap dan as sabathnya (atap jendela) di atas jalan umum, walaupun ia diperkenankan lewat di jalan umum. | أَمَّا الذِّمِّيُّ فَيُمْنَعُ مِنْ إِشْرَاعِ الرَّوْشَنِ وَالسَّابَاطِ وَإِنْ جَازَ لَهُ الْمُرُوْرُ فِيْ الطَّرِيْقِ النَّافِذِ. |
Gang Buntu
Tidak diperkenankan mengeluarkan atap hingga berada di atas gang musytarak (yang di huni orang banyak), kecuali seizin orang-orang yang bersekutu pada gang tersebut. | (وَلَا يَجُوْزُ) إِشْرَاعُ الرَّوْشَنِ (فِيْ دَرْبِ الْمُشْتَرَكِ إِلَّا بِإِذْنِ الشُّرَكَاءِ) فِيْ الدَّرْبِ |
Yang dikehendaki dengan mereka adalah orang yang pintu rumahnya terhubung pada gang tersebut. | وَالْمُرَادُ بِهِمْ مَنْ نَفَذَ بَابُ دَارِهِ مِنْهُمْ إِلَى الدَّرْبِ |
Yang dikehendaki dengan mereka bukan orang yang tembok rumahnya bersentuhan dengan gang tanpa ada pintu yang menjalur pada gang tersebut. | وَلَيْسَ الْمُرَادُ بِهِمْ مَنْ لَاصَقَهُ مِنْهُمْ جِدَارُهُ بِلَا نُفُوْذِ بَابٍ إِلَيْهِ |
Masing-masing dari mereka berhak memanfaatkan gang mulai dari pintu rumahnya hingga pintu masuk gang, bukan bagian setelah pintu rumahnya hingga ujung gang. | وَكُلٌّ مِنَ الشُّرَكَاءِ يَسْتَحِقُّ الْاِنْتِفَاعَ مِنْ بَابِ دَارِهِ إِلَى رَأَسِ الدَّرْبِ دُوْنَ مَا يَلِيْ آخِرَ الدَّرْبِ |
Diperkenankan memajukan posisi pintu rumah di gang musytarak. Dan tidak diperkenankan memundurkan posisi pintu rumah kecuali seizin orang-orang yang bertempat di sana. | (وَيَجُوْزُ تَقْدِيْمُ الْبَابِ فِيْ الدَّرْبِ الْمُشْتَرَكِ وَلَا يَجُوْزُ تَأْخِيْرُهُ) أَيِ الْبَابِ (إِلَّا بِإِذْنِ الشُّرَكَاءِ) |
Sekira mereka tidak memperbolehkan, maka tidak diperkenankan untuk dimundurkan. | فَحَيْثُ مَنَعُوْهُ لَمْ يَجُزْ تَأْخِيْرُهُ |
Sekira dicegah untuk memundurkan, kemudian ia melakukan akad shuluh dengan orang-orang yang bertempat di sana dengan ganti rugi berupa harta, maka hukumnya sah. | وَحَيْثُ مُنِعَ مِنَ التَّأْخِيْرِ فَصَالَحَ شُرَكَاءَ الدَّرْبِ بِمَالٍ صَحَّ |
BAB HAWALAH (PERALIHAN HUTANG)
(Fasal) menjelaskan hawalah. Lafadz “al hawalah” dengan terbaca fathah huruf ha’nya. Dan ada yang menghikayahkan pembacaan kasrah pada huruf ha’nya. | (فَصْلٌ) فِيْ الْحَوَالَةِ بِفَتْحِ الْحَاءِ وَحُكِيَ كَسْرُهَا |
Hawalah secara bahasa adalah pindah. Dan secara syara’ adalah memindah hak dari tanggungan muhil (yang memindah hutang) kepada tanggungan muhal ‘alaih (yang menerima tanggungan peralihan hutang). | وَهِيَ لُغَةً التَّحَوُّلُ أَيِ الْاِنْتِقَالُ وَشَرْعًا نَقْلُ الْحَقِّ مِنْ ذِمَّةِ الْمُحِيْلِ إِلَى ذِمَّةِ الْمُحَالِ عَلَيْهِ |
Syarat-Syarat Hawalah
Syarat akad hawalah ada empat. | (وَشَرَائِطُ الْحَوَالَةِ أَرْبَعَةٌ) |
Yang pertama adalah kerelaan muhil. Muhil adalah orang yang mempunyai tanggungan hutang. | أَحَدُهَا (رِضَاءُ الْمُحِيْلِ) وَهُوَ مَنْ عَلَيْهِ الدَّيْنُ |
Bukan muhal ‘alaih, karena sesungguhnya tidak disyaratkan ada kerelaan darinya menurut pendapat al ashah. | لَا الْمُحَالِ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ لَا يُشْتَرَطُ رِضَاهُ فِيْ الْأَصَحِّ |
Hawalah tidak sah pada orang yang tidak memiliki hutang. | وَلَا تَصِحُّ الْحَوَالَةُ عَلَى مَنْ لَادَيْنَ عَلَيْهِ |
Yang kedua adalah penerimaan dari pihak muhtal. Muhtal adalah orang yang mempunyai hak berupa hutang yang menjadi tanggungan muhil. | (وَ) الثَّانِيْ (قَبُوْلُ الْمُحْتَالِ) وَهُوَ مُسْتَحِقُّ الدَّيْنِ عَلَى الْمُحِيْلِ |
Yang ke tiga, keberadaan hutang yang dialihkan sudah berstatus menetap pada tanggungan. | (وَ) الثَّالِثُ (كَوْنُ الْحَقِّ) الْمُحَالِ بِهِ (مُسْتَقِرًا فِي الذِّمَّةِ) |
Memberi qayyid “telah menetap” sesuai dengan apa yang disampaikan oleh imam ar Rafi’i. | وَالتَّقْيِيْدُ بِالْاِسْتِقْرَارِ مُوَافِقٌ لِمَا قَالَهُ الرَّافِعِيِّ |
Akan tetapi imam an Nawawi menentang pendapat tersebut di dalam kitab ar Raudlah. | لَكِنِ النَّوَوِيُّ اسْتَدْرَكَ عَلَيْهِ فِي الرَّوْضَةِ |
Kalau demikian, maka yang dipertimbangkan di dalam hutang akad hawalah adalah harus sudah lazim (menetap) atau hendak lazim. | وَحِيْنَئِذٍ فَالْمُعْتَبَرُ فِيْ دَيْنِ الْحَوَالَةِ أَنْ يَكُوْنَ لَازِمًا أَوْ يَؤُوْلَ إِلَى اللُّزُوْمِ |
Yang ke empat adalah cocoknya hutang yang berada pada tanggungan muhil dan muhal ‘alaih di dalam jenis, ukuran, macam, kontan, tempo, utuh dan pecahnya. | (وَ) الرَّابِعُ (اتِّفَاقُ مَا) أَيِ الدَّيْنِ الَّذِيْ (فِيْ ذِمَّةِ الْمُحِيْلِ وَالْمُحَالِ عَلَيْهِ فِي الْجِنْسِ) وَالْقَدْرِ (وَالنَّوْعِ وَالْحُلُوْلِ وَالتَّأْجِيْلِ) وَالصِّحَّةِ وَالتَّكْسِيْرِ |
Konsekwensi Hawalah
Dengan akad hiwalah, muhil sudah bebas dari tanggungan hutang kepada muhtal. | (وَتَبْرَأُ بِهَا) أَيِ الْحَوَالَةِ (ذِمَّةُ الْمُحِيْلِ) أَيْ عَنْ دَيْنِ الْمُحْتَالِ |
Muhal ‘alaih juga bebas dari tanggugan hutang kepada muhil. | وَيَبْرَأُ أَيْضًا الْمُحَالُ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنِ الْمُحِيْلِ |
Hak milik muhtal berpindah menjadi tanggungan muhal ‘alaih. | وَيَتَحَوَّلُ حَقُّ الْمُحْتَالِ إِلَى ذِمَّةِ الْمُحَالِ عَلَيْهِ |
Sehingga, seandainya sulit mengambilnya dari muhal ‘alaih sebab bangkrut, memungkiri hutang dan sesamanya, maka muhtal tidak boleh menagih kepada muhil. | حَتَّى لَوْ تَعَذَّرَ أَخْذُهُ مِنَ الْمُحَالِ عَلَيْهِ بِفَلْسٍ أَوْ جَحْدٍ لِلدَّيْنِ وَنَحْوِهِمَا لَمْ يَرْجِعْ عَلَى الْمُحِيْلِ |
Seandainya muhal ‘alaih dalam keadaan bangkrut saat terjadi akad hawalah dan muhtal tidak mengetahuinya, maka dia juga tidak diperkenankan menagih kepada muhil. | وَلَوْ كَانَ الْمُحَالُ عَلَيْهِ مُفْلِسًا عِنْدَ الْحَوَالَةِ وَجَهِلَهُ الْمُحْتَالُ فَلَا رُجُوْعَ أَيْضًا عَلَى الْمُحِيْلِ |
(Fasal) menjelaskan dlaman. | (فَصْلٌ) فِي الضَّمَانِ |
Lafadz “dlaman” adalah bentuk kalimat masdar dari kata-kata, “aku menanggung sesuatu ketika aku menanggungnya”. | وَهُوَ مَصْدَرُ ضَمَنْتُ الشَّيْئَ ضَمَانًا إِذَا كَفَلْتُهُ |
Dan secara syara’ adalah sanggup menanggung harta yang menjadi tanggungan orang lain. | وَشَرْعًا اِلْتِزَامُ مَا فِيْ ذِمَّةِ الْغَيْرِ مِنَ الْمَالِ |
Syarat orang yang dlaman adalah memiliki sifat ahli untuk tasharruf. | وَشَرْطُ الضَّامِنِ أَنْ يَكُوْنَ فِيْه أَهْلِيَةُ التَّصَرُّفِ |
Syarat Dlaman
Sah menanggung hutang yang telah menetap pada tanggungan seseorang ketika diketahui ukurannya/ kadarnya. | (وَيَصِحُّ ضَمَانُ الدُّيُوْنِ الْمُسْتَقِرَةِ فِي الذِّمَّةِ إِذَا عُلِمَ قَدْرُهَا) |
Memberi qayyid “mustaqirah” menimbulkan kejanggalan akan sahnya dlaman mas kawin sebelum melakukan hubungan suami istri, padahal saat itu hutang tersebut belum menetap di dalam tanggungan. | وَالتَّقْيِيْدُ بِالْمُسْتَقِرَةِ يُشْكَلُ عَلَيْهِ صِحَّةُ ضَمَانِ الصَّدَاقِ قَبْلَ الدُّخُوْلِ فَإِنَّهُ حِيْنَئِذٍ غَيْرُ مُسْتَقِرٍّ فِيْ الذِّمَّةِ |
Oleh sebab itu, imam ar Rafi’i dan an Nawawi tidak mensyaratkan kecuali hutang tersebut sudah tetap dan lazim. | وَلِهَذَا لَمْ يَعْتَبِرِ الرَّافِعِيُّ وَالنَّوَوِيُّ إِلَّا كَوْنَ الدَّيْنِ ثَابِتًا لَازِمًا |
Dengan perkataan mushannif, “ketika ukurannya diketahui”, mengecualikan hutang-hutang yang belum diketahui ukurannya, maka tidak sah untuk didlaman sebagaimana keterangan yang akan datang. | وَخَرَجَ بِقَوْلِهِ إِذَا عُلِمَ قَدْرُهَا الدُّيُوْنُ الْمَجْهُوْلَةُ فَلَا يَصِحُّ ضَمَانُهَا كَمَا سَيَأْتِيْ |
Konsekwensi Dlaman
Bagi orang yang memiliki hak, maksudnya hutang tersebut, diperkenankan untuk menagih siapapun yang ia kehendaki baik dlamin (yang melakukan dlaman) dan madlmun ‘anh yaitu orang yang memiliki tanggungan hutang. | (وَلِصَاحِبِ الْحَقِّ) أَيِ الدَّيْنِ (مُطَالَبَةُ مَنْ شَاءَ مِنَ الضَّامِنِ وَالْمَضْمُوْنِ عَنْهُ) وَهُوَ مَنْ عَلَيْهِ الدَّيْنُ |
Perkataan mushannif, “ketika dlaman dilakukan pada hutang yang telah aku jelaskan”, tidak tercantum di dalam kebanyakan redaksi matan. | وَقَوْلُهُ (إِذَا كَانَ الضَّمَانُ عَلَى مَا بَيَّنَّا) سَاقِطٌ فِيْ أَكْثَرِ نُسَخِ الْمَتْنِ |
Ketika dlamin melunasi hutang yang ia tanggung, maka diperkenankan baginya untuk meminta ganti dari madlmun ‘anh, dengan syarat yang disebutkan di dalam perkataan mushannif -di bawah ini-, | (وَإِذَا غَرَمَ الضَّامِنُ رَجَعَ عَلَى الْمَضْمُوْنِ عَنْهُ) بِالشَّرْطِ الْمَذْكُوْرِ فِيْ قَوْلِهِ |
Ketika dlaman dan pelunasan, maksudnya masing-masing dari keduanya telah mendapat izinnya, maksudnya izin madlmun ‘anh. | (إِذَا كَانَ الضَّمَانُ وَالْقَضَاءُ) أيْ كُلٌّ مِنْهُمَا (بِإِذْنِهِ) أَيِ الْمَضْمُوْنِ عَنْهُ |
Kemudian mushannif menjelaskan mafhum perkataan beliau yang sudah lewat yaitu, “ketika ukuran hutang-hutangnya diketahui”, dengan perkataan beliau di sini, | ثُمَّ صَرَّحَ بِمَفْهُوْمِ قَوْلِهِ سَابِقًا إِذَا عُلِمَ قَدْرُهَا بِقَوْلِهِ هُنَّا |
Tidak sah mendlaman hutang yang tidak diketahui kadarnya, seperti ucapan seseorang, “juallah barang tersebut pada fulan, dan saya yang akan menanggung tsamannya.” | (وَلَا يَصِحُّ ضَمَانُ الْمَجْهُوْلِ) كَقَوْلِهِ بِعْ فُلَانًا كَذَا وَعَلَيَّ ضَمَانُ الثَّمَنِ |
Dan tidak sah mendlaman hutang yang belum tetap, seperti mendlaman uang seratus yang akan menjadi tanggungan zaid di masa mendatang. | (وَلَا) ضَمَانُ (مَا لَمْ يَجِبْ) كَضَمَانِ مِائَةٍ تَجِبُ عَلَى زَيْدٍ فِي الْمُسْتَقْبَلِ |
Kecuali permasalahan “dark al mabi’” maksudnya mendlaman dark al mabi’. | (إِلَّا دَرْكَ الْمَبِيْعِ) أَيْ ضَمَانَ دَرْكِ الْمَبِيْعِ |
Dengan praktek seseorang sanggup menanggung tsaman kepada si pembeli seandainya barang yang dijual ternyata milik orang. | بِأَنْ يَضْمَنَ لِلْمُشْتَرِيْ الثَّمَنَ إِنْ خَرَجَ الْمَبِيْعُ مُسْتَحَقًّا |
Atau seseorang sanggup menanggung barang yang dijual kepada penjual seandainya uang yang dibayarkan ternyata milik orang. | أَوْ يَضْمَنَ لِلْبَائِعِ الْمَبِيْعَ إِنْ خَرَجَ الثَّمَنُ مُسْتَحَقًّا |
(Fasal) menjelaskan sanggup menanggung selain harta yaitu dlaman badan, dan disebut dengan kafalah al wajh dan kafalah badan sebagaimana yang disampaikan mushannif, | (فَصْلٌ) فِيْ ضَمَانِ غَيْرِ الْمَالِ مِنَ الْأَبْدَانِ وَيُسَمَّى كَفَالَةَ الْوَجْهِ وَكَفَالَةَ الْبَدَنِ كَمَا قَالَ |
Syarat Kafalah
Kafalah (menanggung) badan hukumnya diperbolehkan ketika pada makful lah (orang yang ditanggung), maksudnya pada badannya terdapat hak adami, seperti qishash, dan had qadzaf. | (وَالْكَفَالَةُ بِالْبَدَنِ جَائِزَةٌ إِذَا كَانَ عَلَى الْمَكْفُوْلِ بِهِ) أَيْ بِبَدَنِهِ (حَقٌّ لِآدَمِيٍّ) كَقِصَاصٍ وَحَدِّ قَذَفٍ |
Dengan keterangan hak adami, dikecualikan haknya Allah Swt. | وَخَرَجَ بِحَقِّ الْآدَمِيِّ حَقُّ اللهِ تَعَالَى |
Maka tidak sah melakukan kafalah terhadap badannya orang yang memiliki tanggungan haknya Allah Swt, seperti had mencuri, had minum khamr dan had melakukan zina. | فَلَا تَصِحُّ الْكَفَالَةُ بِبَدَنِ مَنْ عَلَيْهِ حَقُّ اللهِ تَعَالَى كَحَدِّ سَرِقَةٍ وَحَدِّ خَمْرٍ وَحَدِّ زِنًا |
Konsekwensi Kafalah
Kafil (orang yang menanggung) telah dianggap bebas dari tanggungan dengan menyerahkan badan makful (orang yang ditanggung) di tempat penyerahan tanpa ada penghalang yang bisa mencegah makful lah (orang yang menerima tanggungan) untuk bisa mengambil haknya dari makful. | وَيَبْرَأُ الْكَفِيْلُ بِتَسْلِيْمِ الْمَكْفُوْلِ بِبَدَنِهِ فِيْ مَكَانِ التَّسْلِيْمِ بِلَا حَائِلٍ يَمْنَعُ الْمَكْفُوْلَ لَهُ عَنْهُ |
Sedangkan jika ada penghalang, maka kafil belum dianggap bebas dari tanggungan. | وَأَمَّا وُجُوْدُ الْحَائِلِ فَلَا يَبْرَأُ الْكَفِيْلُ. |
(Fasal) menjelaskan syirkah. | (فَصْلٌ) فِي الشِّرْكَةِ |
Syirkah secara bahasa adalah bercampur. Dan secara syara’ adalah tetapnya hak secara umum pada barang satu bagi dua orang atau lebih. | وَهِيَ لُغَةً الْاِخْتِلَاطُ وَشَرْعًا ثُبُوْتُ الْحَقِّ عَلَى جِهَّةِ الشُّيُوْعِ فِيْ شَيْئٍ وَاحِدٍ لِاثْنَيْنِ فَأَكْثَرَ |
Syarat Syirkah
Syirkah memiliki lima syarat. | (وَلِلشِّرْكَةِ خَمْسُ شَرَائِطَ:) |
Yang pertama, syirkah harus dilakukan dengan uang berupa dirham dan dinar walaupun telah dicampur namun harus tetap berlaku di pasaran. | الأَوَّلُ (أَنْ تَكُوْنَ) الشِّرْكَةُ (عَلَى نَاضٍ) أَيْ نَقْدٍ (مِنَ الدَّرَاهِمِ وَالدَّنَانِيْرِ) وَإِنْ كَانَ مَغْشُوْشَيْنِ وَاسْتَمَرَّ رَوَاجُهُمَا فِي الْبَلَدِ |
Tidak sah melakukan akad syirkah dengan tibrin (emas mentah), perhiasan dan saba’ik (emas batangan). | وَلَا تَصِحُّ فِيْ تِبْرٍ وَحُلِيٍّ وَسَبَائِكَ |
Syirkah juga bisa dilakukan dengan barang-barang mitsli seperti gandum putih. | وَتَكُوْنُ الشِّرْكَةُ أَيْضًا عَلَى الْمِثْلِيِّ كَالْحِنْطَةِ |
Tidak sah dilakukan dengan barang-barang mutaqawwam (yang dikrus dengan uang) seperti barang-barang dagangan berupa pakaian dan sesamanya. | لَا الْمُتَقَوَّمِ كَالْعَرُوْضِ مِنَ الثِّيَابِ وَنَحْوِهَا |
Yang kedua, jenis dan macam barang yang disyirkahnya harus sama. | (وَ) الثَّانِيْ (أَنْ يَتَّفِقَا فِي الْجِنْسِ وَالنَّوْعِ) |
Sehingga tidak sah melakukan akad syirkah dengan emas dan dirham, uang utuh dengan uang pecah, dan tidak sah gandum putih dengan gandum merah. | فَلَا تَصِحُّ الشِّرْكَةُ فِيْ الذَّهَبِ وَالدَّرَاهِمِ وَلَا فِيْ صَحَاحٍ وَمُكَسَّرَةٍ وَلَا فِيْ حِنْطَةٍ بَيْضَاءَ وَحَمْرَاءَ |
Yang ke tiga, keduanya harus mencampur kedua hartanyanya, sekira keduanya tidak berbeda lagi. | (وَ) الثَّالِثُ (أَنْ يَخْلِطَا الْمَالَيْنِ) بِحَيْثُ لَا يَتَمَيَّزَانِ |
Yang ke empat adalah masing-masing dari keduanya, maksudnya kedua orang yang melakukan akad syirkah, harus memberi izin pada temannya untuk menjalankan harta syirkah. | (وَ) الرَّابِعُ (أَنْ يَأْذَنَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا) أَيِ الشَّرِيْكَيْنِ (لِصَاحِبِهِ فِي التَّصَرُّفِ) |
Ketika telah diberi izin, maka harus mentasharrufkan dengan cara yang tidak beresiko. | فَإِذَا أَذِنَ لَهُ فِيْهِ تَصَرَّفَ بِلَا ضَرَرٍ |
Sehingga masing-masing dari keduanya tidak diperkenankan melakukan akad jual beli dengan cara tempo, dengan selain mata uang daerah setempat dan dengan menanggung kerugian yang terlalu parah. | فَلَا يَبِيْعُ كُلٌّ مِنْهُمَا نَسِيْئَةً وَلَا بِغَيْرِ نَقْدِ الْبَلَدِ وَلَا بِغَبْنٍ فَاحِشٍ |
Masing-masing tidak diperkenankan melakukan bepergian dengan membawa harta yang disyirkahnya kecuali dengan izin temannya. | وَلَا يُسَافِرُ بِالْمَالِ الْمُشْتَرَكِ إِلاَّ بِإِذْنٍ |
Jika salah satu dari kedua orang yang melakukan akad syirkah melakukan akad yang telah dilarang, maka hukum akad tersebut tidak sah pada bagian temannya. | فَإِنْ فَعَلَ أَحَدُ الشَّرِيْكَيْنِ مَا نُهِيَ عَنْهُ لَمْ يَصِحَّ فِيْ نَصِيْبِ شَرِيْكِهِ |
Sedangkan pada bagiannya sendiri terdapat dua pendapat dalam permasalahan “tafriqusshufqah”. | وَفِيْ نَصِيْبِهِ قَوْلَا تَفْرِيْقِ الصُّفْقَةِ |
Yang ke lima, laba dan rugi disesuai dengan ukuran kedua hartanya. | (وَ) الْخَامِسُ (أَنْ يَكُوْنَ الرِّبْحُ وَالْخُسْرَانِ عَلَى قَدْرِ الْمَالَيْنِ) |
Baik ukuran keduanya sama dalam menjalankan harta yang disyirkahkah ataupun kadarnya berbeda. | سَوَاءٌ تَسَاوَى الشَّرِيْكَانِ فِي الْعَمَلِ فِيْ الْمَالِ الْمُشْتَرَكِ أَوْ تَفَاوَتَا فِيْهِ |
Sehingga, jika keduanya mensyaratkan harus sama di dalam laba padahal jumlah hartanya berbeda, atau sebaliknya (berbeda dalam laba, padahal jumlah hartanya sama), maka hukum syirkahnya tidak sah. | فَإِنِ اشْتَرَطَا التَّسَاوِيَ فِيْ الرِّبْحِ مَعَ تَفَاوُتِ الْمَالَيْنِ أَوْ عَكْسَهُ لَمْ يَصِحَّ |
Hukum Akad Syirkah
Syirkah adalah akad yang jaiz dari kedua belah pihak. | وَالشِّرْكَةُ عَقْدٌ جَائِزٌ مِنَ الطَّرَفَيْنِ |
Dengan demikian, maka bagi masing-masing dari keduanya, maksudnya dua orang yang melakukan akad syirkah, diperkenankan untuk merusak akad kapanpun mereka menghendaki. | (وَ) حِيْنَئِذٍ (لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا) أَيِ الشَّرِيْكَيْنِ (فَسْخُهَا مَتَى شَاءَ) |
Keduanya tercopot dari tasharruf sebab telah merusak akad syirkah. | وَيَنْعَزِلَانِ عَنِ التَّصَرُّفِ بِفَسْخِهَا |
Ketika salah satu dari keduanya meninggal dunia, gila, atau epilepsi, maka akad syirkah tersebut menjadi batal. | (وَمَتَى مَاتَ أَحَدُهُمَا) أَوْ جُنَّ أَوْ أُغْمِيَ عَلَيْهِ (بَطَلَتْ) تِلْكَ الشِّرْكَةُ |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum wakalah. | (فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ الْوَكَالَةِ |
Lafadz “wakalah” dengan terbaca fathah atau kasrah huruf waunya, secara bahasa memiliki arti memasrahkan. | وَهِيَ بِفَتْحِ الْوَاوِ وَكَسْرِهَا فِي اللُّغَةِ التَّفْوِيْضُ |
Dan secara syara’ adalah pemasrahan seseorang terhadap sesuatu yang boleh ia kerjakan sendiri dan bisa untuk digantikan kepada orang lain agar ia mengerjakannya saat orang yang memasrahkan masih hidup. | وَفِيْ الشَّرْعِ تَفْوِيْضُ شَخْصٍ شَيْئًا لَهُ فِعْلُهُ مِمَّا يَقْبَلُ النِّيَابَةَ إِلَى غَيْرِهِ لِيَفْعَلَهُ حَالَ حَيَاتِهِ |
Dengan qayyid ini (saat masih hidup), mengecualikan isha’ (wasiat). | وَخَرَجَ بِهَذَا الْقَيِّدِ الْإِيْصَاءُ |
Syarat Wakalah
Mushannif menyebutkan batasan wakalah di dalam perkataan beliau, -di bawah ini- | وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ ضَابِطَ الْوَكَالَةَ فِي قَوْلِهِ |
Setiap sesuatu yang boleh dikerjakan sendiri oleh seseorang, maka baginya diperbolehkan untuk mewakilkan pada orang lain, atau menerima beban wakil dari orang lain untuk mengerjakan hal tersebut. | (وَكُلُّ مَا جَازَ لِلْإِنْسَانِ التَّصَرُّفُ فِيْهِ بِنَفْسِهِ جَازَ لَهُ أَنْ يُوَكِّلَ) فِيْهِ غَيْرَهُ (أَوْ يَتَوَكَّلَ فِيْهِ) عَنْ غَيْرِهِ |
Sehingga anak kecil dan orang gila tidak bisa menjadi orang yang mewakilkan atau menjadi wakil. | فَلَا يَصِحُّ مِنْ صَبِيٍّ أَوْ مَجْنُوْنٍ أَنْ يَكُوْنَ مُوَكِّلًا وَلَا وَكِيْلًا |
Syarat Pekerjaan Yang Diwakilkan
Syarat pekerjaan yang diwakilkan harus bisa digantikan orang lain. | وَشَرْطُ الْمُوَكَّلِ فِيْهِ أَنْ يَكُوْنَ قَابِلًا لِلنِّيَابَةِ |
Sehingga tidak sah mewakilkan dalam ibadah badaniyah, kecuali ibadah haji dan membagikan zakat semisal. | فَلَا يَصِحُّ التَّوْكِيْلُ فِيْ عِبَادَةٍ بَدَنِيَّةٍ إِلَّا الْحَجَّ وَتَفْرِقَةَ الزَّكَاةِ مَثَلًا |
-syaratnya lagi- orang yang mewakilkan sudah memiliki hak atas apa yang akan diwakilkan. Sehingga seandainya seseorang mewakilkan pada orang lain untuk menjual budak yang baru akan dia miliki, atau mewakilkan untuk melakukan talak terhadap seorang wanita yang baru akan dia nikahi, maka akad wakalah tersebut batal. | وَأَنْ يَمْلِكَهُ فَلَوْ وَكَّلَ شَخْصًا فِيْ بَيْعِ عَبْدٍ سَيَمْلِكُهُ أَوْ فِيْ طَلَاقِ امْرَأَةٍ سَيَنْكِحُهَا بَطَلَ. |
Konsekwensi Wakalah
Wakalah adalah akad yang jaiz dari kedua belah pihak. | (وَالْوَكَالَةُ عَقْدٌ جَائِزٌ) مِنَ الطَّرَفَيْنِ |
Dengan demikian, maka masing-masing dari keduanya, maksudnya muwakkil dan wakil, diperkenankan merusak akad kapanpun mereka menghendaki. | (وَ) حِيْنَئِذٍ (لِكُلٍّ مِنْهُمَا) أَيِ الْمُوَكِّلِ وَالْوَكِيْلِ (فَسْخُهَا مَتَى شَاءَ |
Akad wakalah menjadi rusak sebab salah satu dari keduanya meninggal dunia, gila, atau pingsan. | وَتَنْفَسِخُ) الْوَكَالَةُ (بِمَوْتِ أَحَدِهِمَا) أَوْ جُنُوْنِهِ أَوْ إِغْمَائِهِ |
Wakil adalah orang yang dipercaya. | (وَالْوَكِيْلُ آمِيْنٌ) |
Perkataan mushannif, “ pada barang yang ia terima dan tasharruf yang ia lakukan”, tidak tercantum di dalam kebanyakan redaksi. | وَقَوْلُهُ (فِيْمَا يَقْبِضُهُ وَفِيْمَا يَصْرِفُهُ) سَاقِطٌ فِيْ أَكْثَرِ النَّسْخِ |
Seorang wakil tidak dibebani untuk menganti kecuali sebab teledor terhadap sesuatu yang diwakilkan padanya. | (وَلَا يَضْمَنُ) الْوَكِيْلُ (إِلَّا بِالتَّفْرِيْطِ) فِيْمَا وُكِّلَ فِيْهِ |
Diantara bentuk teledor adalah ia menyerahkan barang yang dijual sebelum menerima tsamannya. | وَمِنَ التَّفْرِيْطِ تَسْلِيْمُهُ الْمَبِيْعَ قَبْلَ قَبْضِ ثَمَنِهِ |
Wakalah Dalam Bai’
Bagi wakil yang melakukan akad wakalah secara mutlak, tidak diperkenankan melakukan jual beli kecuali dengan tiga syarat : | (وَلَا يَجُوْزُ) لِلْوَكِيْلِ وَكَالَةً مُطْلَقَةً (أَنْ يَبِيْعَ وَيَشْتَرِيَ إِلَّا بِثَلَاثَةِ شَرَائِطَ) |
Salah satunya adalah menjual dengan tsaman (harga) standar, maksudnya tidak di bawanya dan tidak dengan menanggung rugi yang terlalu parah. | أَحَدُهَا (أَنْ يَبِيْعَ بِثَمَنِ الْمِثْلِ) لَا بِدُوْنِهِ وَلَا بِغَبْنٍ فَاحِشٍ |
Rugi yang terlalu parah adalah rugi yang tidak bisa ditolelir secara umum. | وَهُوَ مَالَا يُحْتَمَلُ فِيْ الْغَالِبِ |
Yang kedua, tsaman mitsli harus dibayar secara kontan. | (وَ) الثَّانِيْ (أَنْ يَكُوْنَ) ثَمَنُ الْمِثْلِ (نَقْدًا) |
Sehingga, bagi wakil tidak diperkenankan menjual dengan cara tempo walaupun dengan kadar tsaman mitsli. | فَلَا يَبِيْعُ الْوَكِيْلُ نَسِيْئَةً وَإِنْ كَانَ قَدْرَ ثَمَنِ الْمِثْلِ |
Yang ke tiga, pembayaran kontan harus dengan mata uang negara tersebut. | (وَ) الثَّالِثُ (أَنْ يَكُوْنَ) النَّقْدُ (بِنَقْدِ الْبَلَدِ) |
Seandainya di negara tersebut terdapat dua mata uang, maka si wakil menjual dengan mata uang yang paling dominan digunakan dari kedua mata uang tersebut. | فَلَوْ كَانَ فِي الْبَلَدِ نَقْدَانِ بَاعَ بِالْأَغْلَبِ مِنْهُمَا |
Jika ukurannya sama, maka si wakil menjual dengan mata uang yang paling bermanfaat bagi muwakkil. | فَإِنِ اسْتَوَيَا بَاعَ بِالْأَنْفَعِ لِلْمُوَكِّلِ |
Jika tetap sama, maka ia diperkenankan memilih. | فَإِنِ اسْتَوَيَا تُخُيِّرَ |
Bagi wakil tidak diperkenankan menjual dengan uang receh walaupun laku seperti lakunya uang emas dan perak. | وَلَا يَبِيْعُ بِالْفُلُوْسِ وَإِنْ رَاجَتْ رَوَاجَ النُّقُوْدِ |
Bagi wakil tidak diperkenankan menjual pada dirinya sendiri secara mutlak. | (وَلَا يَجُوْزُ أَنْ يَبِيْعَ) الْوَكِيْلُ بَيْعًا مُطْلَقًا (مِنْ نَفْسِهِ) |
Dan tidak boleh juga pada anaknya sendiri yang masih kecil walaupun muwakkil secara jelas memperkenankan pada wakil untuk menjual pada anak kecil sebagaimana yang disampaikan oleh imam al Mutawalli, berbeda dengan imam al Baghawi. | وَلَا مِنْ وَلَدِهِ الصَّغِيْرِ وَلَوْ صَرَّحَ الْمُوَكِّلُ لِلْوَكِيْلِ فِيْ الْبَيْعِ مِنَ الصَّغِيْرِ كَمَا قَالَهُ الْمُتَوَلِّي خِلَافًا لِلْبَغَوِيِّ |
Menurut pendapat ashah, sesungguhnya seorang wakil diperkenankan menjual pada orang tuanya walaupun hingga ke atas, dan pada anaknya yang sudah baligh walaupun sebawahnya jika si anak tidak dalam keadaan safih dan gila. | وَالْأَصَحُّ أَنَّهُ يَبِيْعُ لِأَبِيْهِ وَإِنْ عَلَا وَلِابْنِهِ الْبَالِغِ وَإِنْ سَفُلَ إِنْ لَمْ يَكُنْ سَفِيْهًا وَلَا مَجْنُوْنًا |
Jika muwakkil secara jelas menyuruh menjual pada keduanya, maka hukumnya sah secara pasti. | فَإِنْ صَرَّحَ الْمُوَكِّلُ بِالْبَيْعِ مِنْهُمَا صَحَّ جَزْمًا |
Wakil Tidak Boleh Iqrar
Seorang wakil tidak diperkenankan melakukan iqrar yang memberatkan muwakilnya. | (وَلَا يُقِرُّ) الْوَكِيْلُ (عَلَى مُوَكِّلِهِ) |
Sehingga, seandainya seseorang mewakilkan pada orang lain dalam urusan sengketa, maka si wakil tidak berhak melakukan iqrar yang memberatkan muwakkil, tidak berhak membebaskan hutang yang dimiliki muwakkil, dan tidak memiliki hak melakukan akad shuluh terhadap hutang tersebut. | فَلَوْ وَكَّلَ شَخْصًا فِيْ خُصُوْمَةٍ لَمْ يَمْلِكِ الْإِقْرَارَ عَلَى الْمُوَكِّلِ وَلَا الْإِبْرَاءَ مِنْ دَيْنِهِ وَلَا الصُّلْحَ عَنْهُ |
Perkataan mushannif, “kecuali dengan izin muwakkil”, tidak tercantum di dalam sebagian redaksi. | وَقَوْلُهُ (إِلَّا بِإِذْنِهِ) سَاقِطٌ فِيْ بَعْضِ النُّسَخِ |
Menurut pendapat ashah, sesungguhnya mewakilkan iqrar hukumnya tidak sah. | وَالْأَصَحُّ أَنَّ التَّوَكُّلَ فِي الْإِقْرَارِ لَا يَصِحُّ |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum iqrar. | (فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْإِقْرَارِ |
Iqrar secara bahasa adalah menetapkan. Dan secara syara’ adalah memberitahukan hak yang menjadi tanggungan orang yang iqrar. | وَهُوَ لُغَةً الْإِثْبَاتُ وَشَرْعًا إِخْبَارٌ بِحَقٍّ عَلَى الْمُقِرِّ |
Maka mengecualikan syahadah (persaksian). Karena sesungguhnya syahadah adalah memberitahukan hak milik orang lain yang menjadi beban orang yang lain lagi. | فَخَرَجَتِ الشَّهَادَةُ لِأَنَّهَا إِخْبَارٌ بِحَقٍّ لِلْغَيْرِ عَلَى الْغَيْرِ |
Pembagian Muqar Bih
Sesuatu yang diiqrari ada dua macam. | (وَالْمُقَرُّ بِهِ ضَرْبَانِ) |
Salah satunya adalah haknya Allah Swt seperti mencuri dan berzina. | أَحَدُهُمَا (حَقُّ اللهِ تَعَالَى) كَالسَّرِقَةِ وَالزِّنَا |
Yang ke dua adalah hak anak Adam seperti had qadzaf (menuduh zina) pada seseorang. | (وَ) الثَّانِيْ (حَقُّ الْآدَمِيِّ) كَحَدِّ الْقَذْفِ لِشَخْصٍ |
Haknya Allah
Untuk haknya Allah Swt, maka hukumnya sah menarik kembali pengakuan di dalamnya. | (فَحَقُّ اللهِ تَعَالَى يَصِحُّ الرُّجُوْعُ فِيْهِ عَنِ الْإِقْرَارِ بِهِ) |
Seperti seseorang yang telah mengaku berbuat zina berkata, “saya menarik kembali pengakuan ini,” atau “saya berbohong dalam pengakuan ini.” | كَأَنْ يَقُوْلَ مَنْ أَقَرَّ بِالزِّنَا رَجَعْتُ عَنْ هَذَا الْإِقْرَارِ أَوْ كَذَبْتُ فِيْهِ |
Bagi orang yang mengaku telah berbuat zina disunnahkan untuk menarik kembali pengakuannya. | وَيُسَنُّ لِلْمُقِرِّ بِالزِّنَا الرُّجُوْعُ عَنْهُ |
Hak Anak Adam
Sedangkan untuk hak anak Adam, maka hukumnya tidak sah menarik kembali pengakuan di dalamnya. | (وَحَقُّ الْآدَمِيِّ لَا يَصِحُّ الرُّجُوْعُ فِيْهِ عَنِ الْإِقْرَارِ بِهِ) |
Dibedakan antara hak ini dengan hak sebelumnya, bahwa sesungguhnya haknya Allah Swt didasarkan pada kemurahan, sedangkan hak anak Adam didasarkan pada al musahah (sengketa). | وَفُرِّقَ بَيْنَ هَذَا وَالَّذِيْ قَبْلَهُ بِأَنَّ حَقَّ اللهِ تَعَالَى مَبْنِيٌّ عَلَى الْمُسَامَحَةِ وَحَقَّ الْآدَمِيِّ مَبْنِيٍّ عَلَى الْمُشَاحَةِ |
Syarat-Syarat Iqrar
Sahnya pengakuan membutuhkan tiga syarat. | (وَتَفْتَقِرُ صِحَّةُ الْإِقْرَارِ إِلَى ثَلَاثَةِ شَرَائِطَ) |
Salah satunya adalah baligh. Sehingga tidak sah pengakuan anak kecil walaupun hampir baligh dan walaupun seizin walinya. | أَحَدُهَا (الْبُلُوْغُ) فَلَا يَصِحُّ إِقْرَارُ الصَّبِيِّ وَلَوْ مُرَاهِقًا وَلَوْ بِإِذْنِ وَلِيِّهِ |
Yang kedua adalah berakal. Sehingga tidak sah pengakuannya orang gila, orang pingsan dan orang yang hilang akalnya sebab sesuatu yang ditolelir. | (وَ) الثَّانِيْ (الْعَقْلُ) فَلَا يَصِحُّ إِقْرَارُ الْمَجْنُوْنِ وَالْمُغْمَى عَلَيْهِ وَزَائِلِ الْعَقْلِ بِمَا يُعْذَرُ فِيْهِ |
Jika hilangnya akal itu disebabkan oleh sesuatu yang tidak ditolelir, maka hukumnya seperti orang yang mabuk. | فَإِنْ لَمْ يُعْذَرْ فَحُكْمُهُ كَالسَّكْرَانِ |
Yang ke tiga adalah atas kemauan sendiri, sehingga tidak sah pengakuan orang yang dipaksa terhadap apa yang dipaksakan pada dirinya. | (وَ) الثَّالِثُ (الْاِخْتِيَارُ) فَلَا يَصِحُّ إِقْرَارُ مُكْرَهٍ بِمَا أُكْرِهَ عَلَيْهِ |
Jika pengakuan tersebut pada harta, maka ditambahkan syarat yang ke empat yaitu rusyd (pintar). | (إِنْ كَانَ) الْإِقْرَارُ (بِمَالٍ اُعْتُبِرَ فِيْهِ شَرْطٌ رَابِعٌ وَهُوَ الرُّشْدُ) |
Yang dikehendaki dengan rusyd adalah keberadaan orang yang iqrar adalah orang yang mutlak tasharrufnya (sah tasharrufnya). | وَالْمُرَادُ بِهِ كَوْنُ الْمُقِرِّ مُطْلَقَ التَّصَرُّفِ |
Dengan keterangan “terhadap harta”, mushannif mengecualikan pengakuan terhadap selain harta seperti talak, dhihar dan sesamanya. | وَاحْتَرَزَ الْمُصَنِّفُ بِمَالٍ عَنِ الْإِقْرَارِ بِغَيْرِهِ كَطَلَاقٍ وَظِهَارٍ وَنَحْوِهِمَا |
Maka tidak disyaratkan harus rusyd pada orang yang iqrar dengan perkara-perkara tersebut, bahkan hukumnya sah pengakuan dari orang idiot. | فَلَا يُشْتَرَطُ فِي الْمُقِرِّ بِذَلِكَ الرُّشْدُ بَلْ يَصِحُّ مِنَ الشَّخْصِ السَّفِيْهِ |
Iqrar Barang Yang Tidak Jelas
Ketika seseorang melakukan iqrar dengan sesuatu yang tidak jelas / majhul seperti ucapannya, “fulan memiliki sesuatu hak pada diriku”, maka ia diminta untuk menjelaskannya, maksudnya barang yang tidak jelas tersebut. | (وَإِذَا أَقَرَّ) الشَّخْصُ (بِمَجْهُوْلٍ) كَقَوْلِهِ لِفُلَانٍ عَلَيَّ شَيْئٌ (رُجِعَ) بِضَمِّ أَوَّلِهِ (إِلَيْهِ) أَيِ الْمُقِرِّ (فِيْ بَيَانِهِ) أَيِ الْمَجْهُوْلِ |
Sehingga penjelasannya sudah bisa diterima dengan sesuatu yang memiliki harga, walaupun hanya sedikit seperti uang receh. | فَيُقْبَلُ تَفْسِيْرُهُ بِكُلِّ مَا يُتَمَوَّلُ وَإِنْ قَلَّ كَفَلَسٍ |
Seandainya ia menjelaskan perkara yang tidak jelas tersebut dengan sesuatu yang tidak memiliki harga akan tetapi masih termasuk jenis dari perkara yang memiliki harga seperti satu biji gandum putih, atau bukan termasuk jenis barang yang memiliki harga akan tetapi halal untuk disimpan seperti kulit bangkai, anjing yang terlatih dan kotoran ternak, maka penjelasannya di dalam semua itu dapat diterima menurut pendapat al ashah. | وَلَوْ فَسَّرَ الْمَجْهُوْلَ بِمَا لَا يُتَمَوَّلُ لَكِنْ مِنْ جِنْسِهِ كَحَبَّةِ حِنْطَةٍ أَوْ لَيْسَ مِنْ جِنْسِهِ لَكِنْ يَحِلُّ اقْتِنَاؤُهُ كَجِلْدِ مَيْتَةٍ وَكَلْبٍ مُعَلَّمٍ وَزَبَلٍ قُبِلَ تَفْسِيْرُهُ فِيْ جَمِيْعِ ذَلِكَ عَلَى الْأَصَحِّ |
Ketika seseorang melakukan iqrar dengan sesuatu yang tidak jelas dan tidak mau menjelaskannya setelah dituntut untuk menjelaskan, maka ia berhak dipenjara hingga mau menjelaskan perkara yang belum jelas tersebut. | وَمَتَى أَقَرَّ بِمَجْهُوْلٍ وَامْتَنَعَ مِنْ بَيَانِهِ بَعْدَ أَنْ طُوْلِبَ بِهِ حُبِسَ حَتَّى يُبَيِّنَ الْمَجْهُوْلَ |
Sehingga, jika ia meninggal dunia sebelum menjelaskan, maka yang dituntut untuk menjelaskan adalah ahli warisnya, dan semua harta tinggallannya dipending terlebih dahulu. | فَإِنْ مَاتَ قَبْلَ الْبَيَانِ طُوْلِبَ بِهِ الْوَارِثُ وَوُقِفَ جَمِيْعُ التِّرْكَةِ. |
Pengecualian di Dalam Iqrar
Hukumnya sah memberi istitsna’ / mengecualikan di dalam iqrar ketika pengecualian tersebut langsung disambung dengan iqrarnya, maksudnya orang yang iqrar langsung menyambung istitsna’-nya dengan mustatsna minhu. | (وَيَصِحُّ الْاِسْتِثْنَاءُ فِيْ الْإِقْرَارِ إِذَا وَصَلَهُ بِهِ) أَيْ وَصَلَ الْمُقِرُّ الْاِسْتِثْنَاءَ بِالْمُسْتَثْنَى مِنْهُ |
Sehingga, jika ia memisahkan antara keduanya dengan diam -yang lama secara ‘urf- atau ucapan yang lain, maka hukumnya tidak sah. | فَإِنْ فَصَلَ بَيْنَهُمَا بِسُكُوْتٍ أَوْ كَلَامٍ كَثِيْرٍ أَجْنَبِيٍّ ضَرَّ |
Adapun pemisah yang berupa diam sebentar seperti diam untuk mengambil nafas, maka hukumnya tidak berpengaruh. | أَمَّا السُّكُوْتُ الْيَسِيْرُ كَسَكْتَةِ تَنَفُّسٍ فَلَا يَضُرُّ |
Di dalam istitsna’ juga disyaratkan harus tidak sampai menghabiskan mustatsna minhu-nya. | وَيُشْتَرَطُ أَيْضًا فِيْ الْاِسْتِثْنَاءِ أَنْ لَا يَسْتَغْرِقَ الْمُسْتَثْنَى مِنْهُ |
Sehingga, jika sampai istitsna’-nya menghabiskan mustatsna minhu-nya seperti ucapan, “Zaid memiliki hak pada diriku sepuluh kecuali sepuluh”, maka hukum istitsna’-nya tidak sah. | فَإِنِ اسْتَغْرَقَهُ نُحْوُ لِزَيْدٍ عَلَيَّ عَشْرَةٌ إِلَّا عَشْرَةً ضَرَّ |
Iqrar di saat sehat dan sakit itu hukumnya sama saja. | (وَهُوَ) أَيِ الْإِقْرَارُ (فِيْ حَالِ الصِّحَةِ وَالْمَرَضِ سَوَاءٌ) |
Sehingga, seandainya ada seseorang yang iqrar saat sehat bahwa ia memiliki hutang pada Zaid, dan saat sakit ia mengaku bahwa memiliki hutang pada Umar, maka pengakuan yang pertama tidak didahulukan. Dan kalau demikian, maka barang yang diiqrari harus dibagi di antara keduanya. | حَتَّى لَوْ أَقَرَّ شَخْصٌ فِيْ صِحَّتِهِ بِدَيْنٍ لِزَيْدٍ وَفِيْ مَرَضِهِ بِدَيْنٍ لِعُمَرَ لَمْ يُقَدَّمِ الْإِقْرَارُ الْأَوَّلُ وَحِيْنَئِذٍ فَيُقْسَمُ الْمُقَرُّ بِهِ بَيْنَهُمَا بِالسَّوِيَّةِ. |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum ‘ariyyah. | (فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ (الْعَارِيَةِ) |
Lafadz “’ariyyah” dengan ditasydid huruf ya’nya menurut pendapat ashah, adalah lafadz yang diambil dari kata-kata “’ara ‘idza dzahaba (sesuatu terbang ketika pergi).” | وَهِيَ بِتَشْدِيْدِ الْيَاءِ فِيْ الْأَصَحِّ مَأْخُوْذٌ مِنْ عَارَ إِذَا ذَهَبَ |
Hakikat ‘ariyyah secara syareat adalah izin untuk memanfaatkan yang dilakukan oleh orang yang sah bersedekah sunnah terhadap sesuatu yang halal untuk dimanfaatkan tanpa mengurangi barangnya agar bisa dikembalikan pada orang yang melakukan perbuatan sunnah tersebut. | وَحَقِيْقَتُهَا الشَّرْعِيَّةُ إِبَاحَةُ الْاِنْتِفَاعِ مِنْ أَهْلِ التَّبَرُّعِ بِمَا يَحِلُّ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ لِيَرُدَّهُ عَلَى الْمُتَبَرِّعِ |
Syarat Orang Yang Meminjamkan
Syarat orang yang meminjamkan adalah sah tabarru’nya, dan ia adalah pemilik manfaat barang yang ia pinjamkan. | وَشَرْطُ الْمُعِيْرِ صِحَّةُ تَبَرُّعِهِ وَكَوْنُهُ مَالِكًا لِمَنْفَعَةِ مَا يُعِيْرُهُ |
Sehingga, orang yang tidak sah tabarru’nya seperti anak kecil dan orang gila, maka meminjamkan yang ia lakukan hukumnya tidak sah. | فَمَنْ لَا يَصِحُّ تَبَرُّعُهُ كَصَبِيٍّ وَمَجْنُوْنٍ لَا تَصِحُّ إِعَارَتُهُ |
Dan orang yang tidak memiliki manfaat seperti orang yang meminjam, maka hukumnya tidak sah untuk meminjamkan barang yang ia pinjam kecuali dengan izin orang yang meminjamkan padanya. | وَمَنْ لَا يَمْلِكُ الْمَنْفَعَةَ كَمُسْتَعِيْرٍ لَا تَصِحُّ إِعَارَتُهُ إِلَّا بِإِذْنِ الْمُعِيْرِ |
Barang Yang Dipinjamkan
Mushannif menyebutkan batasan barang pinjaman di dalam ucapan beliau, | وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ ضَابِطَ الْمُعَارِ فِيْ قَوْلِهِ |
Setiap sesuatu yang bisa dimanfaatkan dengan kemanfaatan yang diperbolehkan -oleh syara’- tanpa mengurangi barangnya, maka boleh untuk dipinjamkan. | (وَكُلُّ مَا أَمْكَنَ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ) مَنْفَعَةً مُبَاحَةً (مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ جَازَتْ إِعَارَتُهُ) |
Dengan bahasa “diperbolehkan”, mengecualikan alat musik, maka hukumnya tidak sah untuk dipinjamkan. | فَخَرَجَ بِمُبَاحٍ آلَةُ اللَّهْوِ فَلَا تَصِحُّ إِعَارَتُهَا |
Dengan keterangan “tanpa mengurangi barangnya”, mengecualikan meminjamkan lilin untuk dinyalakan, maka hukumnya tidak sah. | وَبِبَقَاءِ عَيْنِهِ إِعَارَةُ الشُّمْعَةِ لِلْوُقُوْدِ فَلَا تَصِحُّ |
Perkataan mushannif, “ketika manfaatnya berupa atsar”, mengecualikan manfaat-manfaat yang berupa barang. | وَقَوْلُهُ (إِذَا كَانَتْ مَنَافِعُهُ آثَارًا) مُخْرِجٌ لِلْمَنَافِعِ الَّتِيْ هِيَ أَعْيَانٌ |
Seperti meminjamkan kambing untuk diambil air susunya, pohon untuk diambil buahnya dan sesamanya, maka sesungguhnya hal tersebut hukumnya tidak sah. | كَإِعَارَةِ شَاةٍ لِلَبَنِهَا وَشَجَرَةٍ لِثَمْرَتِهَا وَنَحْوِ ذَلِكَ فَإِنَّهُ لَايَصِحُّ |
Sehingga, seandainya seseorang berkata pada orang lain, “ambillah kambing ini, sesungguhnya aku memperbolehkan padamu untuk mengambil air susunya dan anaknya,” maka hal tersebut adalah ibahah yang sah, sedangkan kambingnya berstatus barang pinjaman. | فَلَوْ قَالَ لِشَخْصٍ خُذْ هَذِهَ الشَّاةَ فَقَدْ أَبَحْتُكَ دُرَّهَا وَنَسْلَهَا فَالْإِبَاحَةُ صَحِيْحَةٌ وَالشَّاةُ عَارِيَةٌ |
Waktu Peminjaman
Diperbolehkan melakukan akad ‘ariyyah dengan cara mutlak tanpa dibatasi dengan waktu. | (وَتَجُوْزُ الْعَارِيَةُ مُطْلَقًا) مِنْ غَيْرِ تَقْيِيْدٍ بِوَقْتٍ |
Dan dengan cara dibatasi waktu seperti, “aku meminjamkan baju ini padamu selama sebulan.” | (وَمُقَيَّدًا بِمُدَّةٍ) أَيْ بِوَقْتٍ كَأَعَرْتُكَ هَذَا الثَّوْبَ شَهْرًا |
Dalam sebagian redaksi diungkapkan dengan bahasa, “boleh melakukan ‘ariyah dengan cara mutlak dan dengan dibatasi waktu.” | وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَتَجُوْزُ الْعَارِيَةُ مُطْلَقَةً وَمُقَيَّدَةً بِمُدَّةٍ |
Bagi orang yang meminjamkan diperkenankan untuk menarik kembali barang pinjamannya dalam masing-masing dua keadaan tersebut kapanpun ia menghendaki. | وَلِلْمُعِيْرِ الرُّجُوْعُ فِيْ كُلٍّ مِنْهُمَا مَتَى شَاءَ |
Status Akad Ariyyah
Barang pinjaman ketika rusak bukan karena penggunaan yang diberi izin, maka harus diganti oleh orang yang meminjam dengan ganti rugi berupa harga di hari kapan barang tersebut rusak. | (وَهِيَ) أَيِ الْعَارِيَةُ إِذَا تَلِفَتْ لَا بِاسْتِعْمَالٍ مَأْذُوْنٍ فِيْهِ (مَضْمُوْنَةٌ عَلَى الْمُسْتَعِيْرِ بِقِيْمَتِهَا يَوْمَ تَلَفِهَا) |
Tidak dengan harga di hari saat memintanya dan tidak dengan harga tertinggi. | لَا بِقِيْمَتِهَا يَوْمَ طَلَبِهَا وَلَا بِأَقْصَى الْقِيَمِ |
Jika rusak sebab penggunaan yang telah diizini seperti meminjamkan baju untuk dipakai kemudian nampak jelek atau sobek sebab penggunaan tersebut, maka tidak wajib mengganti bagi orang yang meminjam. | وَإِنْ تَلِفَتْ بِاسْتِعْمَالٍ مَأْذُوْنٍ فِيْهِ كَإِعَارَةِ ثَوْبٍ لِلَبْسِهِ فَانْسَحَقَ أَوِ انْمَحَقَ بِالْاِسْتِعْمَالِ فَلَا ضَمَانَ |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum ghasab. | (فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْغَصْبِ |
Ghasab secara bahasa adalah mengambil sesuatu secara dhalim dengan cara terang-terangan. | وَهُوَ لُغَةً أَخْذُ الشَّيْئِ ظُلْمًا مُجَاهَرَةً |
Dan secara syara’ adalah menguasai hak orang lain dengan cara dhalim. | وَشَرْعًا الْاِسْتِيْلَاءُ عَلَى حَقِّ الْغَيْرِ عُدْوَانًا |
Ukuran menguasai dikembalikan pada ‘urf. | وَيُرْجَعُ فِيْ الْاِسْتِيْلَاءِ لِلْعُرْفِ |
Termasuk hak orang lain adalah sesuatu yang sah untuk dighasab yang berupa barang-barang selain harta seperti kulit bangkai. | وَدَخَلَ فِيْ حَقِّ الْغَيْرِ مَا يَصِحُّ غَصْبُهُ مِمَّا لَيْسَ بِمَالٍ كَجِلْدِ مَيْتَةٍ |
Dengan bahasa “secara dhalim” mengecualikan menguasai harta orang lain dengan cara akad. | وَخَرَجَ بِعُدْوَانًا الْاِسْتِيْلَاءُ عَلَى مَالِ الْغَيْرِ بِعَقْدٍ |
Konsekwensi Ghasab
Barang siapa mengghasab harta seseorang, maka wajib baginya untuk mengembalikan pada pemiliknya, walaupun dalam pengembalian tersebut ia harus menanggung berlipat-lipat dari harga barang tersebut. | (وَمَنْ غَصَبَ مَالًا لِأَحَدٍ لَزِمَهُ رَدُّهُ) لِمَالِكِهِ وَلَوْ غَرِمَ عَلَى رَدِّهِ أَضْعَافَ قِيْمَتِهِ |
Dan ia juga wajib mengganti rugi kekurangan barang tersebut jika memang terjadi kekurangan seperti orang yang mengghasab pakaian kemudian ia pakai, atau menjadi kurang tanpa ada pemakaian. | (وَ) لَزِمَهُ أَيْضًا (أُرْشُ نَقْصِهِ) إِنْ نَقَصَ كَمَنْ غَصَبَ ثَوْبًا فَلَبِسَهُ أَوْ نَقَصَ بِغَيْرِ لَبْسٍ |
Dan juga wajib membayar ongkos standar dari penyewaan harta yang ia ghasab. | (وَ) لَزِمَهُ أَيْضًا (أُجْرَةُ مِثْلِهِ) |
Sedangkan seandainya nilai barang yang dighasab menjadi kurang sebab turunnya harga di pasaran, maka orang yang mengghasab tidak wajib menggantinya menurut pendapat ash shahih. | أَمَّا لَوْ نَقَصَ الْمَغْصُوْبُ بِرُخَصِ سِعْرِهِ فَلَا يَضْمَنُهُ الْغَاصِبُ عَلَى الصَّحِيْحِ |
Dalam sebagian redaksi menggunakan bahasa, “barang siapa mengghasab harta seseorang, maka ia dipaksa untuk mengembalikannya”. | وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَمَنْ غَصَبَ مَالَ امْرِئٍ أًجْبِرَ عَلَى رَدِّهِ. |
Barang Ghasaban Yang Rusak
Jika barang yang dighasab rusak, maka orang yang mengghasab harus mengganti dengan barang sesamanya jika memang barang yang dighasab tersebut memiliki sesamanya (mitsli). | (فَإِنْ تَلِفَ) الْمَغْصُوْبُ (ضَمِنَهُ) الْغَاصِبُ (بِمِثْلِهِ إِنْ كَانَ لَهُ) أَيِ الْمَغْصُوْبِ (مِثْلٌ) |
Menurut pendapat ashah sesungguhnya yang dikehendaki dengan mitsli adalah setiap barang yang diukur dengan takaran atau timbangan dan boleh untuk diakadi salam seperti perunggu dan kapas, bukan minyak ghaliyah dan minyak ma’jun. | وَالْأَصَحُّ أَنَّ الْمِثْلَ مَا حَصَرَهُ كَيْلٌ أَوْ وَزْنٌ وَجَازَ السَّلَمُ فِيْهِ كَنُحَاسٍ وَقُطْنٍ لَا غَالِيَةٍ وَمَعْجُوْنٍ |
Mushannif menjelaskan tentang ganti rugi barang yang memiliki harga di dalam perkataan beliau, | وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ ضَمَانَ الْمُتَقَوَّمِ فِيْ قَوْلِهِ |
Atau orang yang mengghasab harus mengganti sesuai harga barang yang dighasab jika memang barang tersebut tidak memiliki sesamanya, dengan artian barang itu adalah barang yang memiliki harga dan berbeda-beda harganya, dengan ganti rugi harga yang tertinggi sejak hari pertama mengghasab hingga hari di mana barang tersebut rusak. | (أَوْ) ضَمِنَهُ (بِقِيْمَتِهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مِثْلٌ) بِأَنْ كَانَ مُتَقَوَّمًا وَاخْتَلَفَتْ قِيْمَتُهُ (أَكْثَرَ مَا كَانَتْ مِنْ يَوْمِ الْغَصْبِ إِلَى يَوْمِ التَّلَفِ) |
Yang dipertimbangkan dalam ukuran harga adalah mata uang yang paling terlaku. | وَالْعِبْرَةُ فِيْ الْقِيْمَةِ بِالنَّقْدِ الْغَالِبِ |
Jika ada dua mata uang yang sama-sama terlakunya, imam ar Rafi’i berkata, maka seorang qadli harus menentukan salah satu dari keduanya. | فَإِنْ غَلَبَ نَقْدَانِ وَتَسَاوَيَا قَالَ الرَّافِعِيُّ عَيَّنَ الْقَاضِيُّ وَاحِدًا مِنْهُمَا |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum asy syuf’ah. | (فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الشُّفْعَةِ |
Lafadz “asy syuf’ah” itu dengan terbaca sukun huruf fa’nya. Sebagian ahli fiqh membaca dlammah huruf fa’nya. Makna asy syuf’ah secara bahasa adalah mengumpulkan. | وَهِيَ بِسُكُوْنِ الْفَاءِ وَبَعْضُ الْفُقَهَاءِ يَضُمُّهَا وَمَعْنَاهَا لُغَةً الضَّمُّ |
Dan secara syara’ adalah hak untuk memiliki secara paksa yang ditetapkan bagi syarik yang lebih dulu atas syarik yang masih baru sebab adanya syirkah dengan mengganti sesuai dengan kadar barang yang digunakan -syarik hadits- untuk memiliki. | وَشَرْعًا حَقُّ تَمَلُّكٍ قَهْرِيٍّ يَثْبُتُ لِلشَّرِيْكِ الْقَدِيْمِ عَلَى الشَّرِيْكِ الْحَادِثِ بِسَبَبِ الشِّرْكَةِ بِالْعِوَضِ الَّذِيْ مُلِكَ بِهِ |
Asy syuf’ah disyareatkan untuk mencegah kesulitan. | وَشُرِعَتْ لِدَفْعِ الضَّرَرِ |
Hukum Syuf’ah
Asy syuf’ah hukumnya wajib, maksudnya tetap bagi syarik disebabkan oleh percampuran, maksudnya percampuran yang menyeluruh (khulthah asy syuyu’), bukan percampuran yang dibatasi (khulthah al jiwar). | (وَالشُّفْعَةُ وَاجِبَةٌ) أَيْ ثَابِتَةٌ لِلشَّرِيْكِ (بِالْخُلْطَةِ) أَيْ خُلْطَةِ الشُّيُوْعِ (دُوْنَ) خُلْطَةِ (الْجِوَارِ) |
Sehingga tidak ada hak syuf’ah bagi tetangga rumah, baik yang dempet atau tidak. | فَلَا شُفْعَةَ لِجَارِ الدَّارِ مُلَاصِقًا كَانَ أَوْ غَيْرَهُ |
Syarat Syuf’ah
Asy syuf’ah hanya berlaku dalam urusan barang-barang yang bisa terbagi, maksudnya menerima untuk dibagi. | وَإِنَّمَا تَثْبُتُ الشُّفْعَةُ (فِيْمَا يَنْقَسِمُ) أَيْ يَقْبَلُ الْقِسْمَةَ |
Bukan barang-barang yang tidak bisa terbagi seperti kamar mandi kecil, maka tidak berlaku syuf’ah pada barang ini. | (دُوْنَ مَا لَا يَنْقَسِمُ) كَحَمَامٍ صَغِيْرٍ فَلَا شُفْعَةَ فِيْهِ |
Jika bisa dibagi seperti kamar mandi besar yang memungkinkan untuk dijadikan dua kamar mandi, maka syuf’ah berlaku pada barang tersebut. | فَإِنْ أَمْكَنَ انْقِسَامُهُ كَحَمَامٍ كَبِيْرٍ يُمْكِنُ جَعْلُهُ حَمَامَيْنِ ثَبَتَتِ الشُّفْعَةُ فِيْهِ |
Syuf’ah juga berlaku pada setiap barang yang tidak berpindah dari tanah yang bukan berupa barang wakafan dan barang sewaan seperti kebun dan lainnya yang berupa bangunan dan pohon, karena mengikut pada tanahnya. | (وَ) الشُّفْعَةُ ثَابِتَةٌ أَيْضًا (فِيْ كُلِّ مَا لَا يُنْقَلُ مِنَ الْأَرْضِ) غَيْرِ الْمَوْقُوْفَةِ وَالْمُحْتَكَرَةِ (كَالْعَقَارِ وَغَيْرِهِ) مِنَ الْبِنَاءِ وَالشَّجَرِ تَبْعًا لِلْأَرْضِ |
Proses Syuf’ah
Asy syafi’ (orang yang melakukan syuf’ah) hanya boleh mengambil bagian dari kebun dengan tsaman yang digunakan untuk membelinya. | وَإِنَّمَا يَأْخُذُ الشَّفِيْعُ شِقْصَ الْعَقَارِ (بِالثَّمَنِ الَّذِيْ وَقَعَ عَلَيْهِ الْبَيْعُ) |
Jika tsaman-nya berupa mitsli seperti biji-bijian dan mata uang, maka ia harus mengambil bagian tersebut dengan sesamanya tsaman tersebut. | فَإِنْ كَانَ الثَّمَنُ مِثْلِيًّا كَحَبٍّ وَنَقْدٍ أَخَذَهُ بِمِثْلِهِ |
Atau berupa barang yang memiliki harga seperti budak dan pakaian, maka ia mengambilnya dengan harga barang tersebut saat terjadinya akad jual beli. | أَوْ مُتَقَوَّمًا كَعَبْدٍ وَثَوْبٍ أَخَذَهُ بِقِيْمَتِهِ يَوْمَ الْبَيْعِ |
Konsekwensi Syuf’ah
Syuf’ah, maksudnya syuf’ah dengan arti mengambilnya, adalah harus segera. | (وَهِيَ) أَيِ الشُّفْعَةُ بِمَعْنَى طَلَبِهَا (عَلَى الْفَوْرِ) |
Kalau demikian, maka syafi’ harus segera mengambilnya ketika ia telah tahu akan penjualan bagian tersebut. | وَحِيْنَئِذٍ فَلْيُبَادِرِ الشَّفِيْعُ إِذَا عَلِمَ بَيْعَ الشِّقْصِ بِأَخْذِهِ |
Yang dimaksud segera di dalam mengambil syuf’ah adalah sesuai dengan ukuran adat / kebiasaan. | وَالْمُبَادَرَةُ فِيْ طَلَبِ الشُّفْعَةِ عَلَى الْعَادَةِ |
Sehingga ia tidak dituntut bergegas yang melebihi ukuran kebiasaan yaitu dengan berlari atau selainnya. | فَلَا يُكَلَّفُ الْإِسْرَاعُ عَلَى خِلَافِ عَادَتِهِ بِعَدْوٍ أَوْ غَيْرِهِ |
Bahkan batasan dalam semua itu adalah sikap yang dianggap menundah-nundah di dalam mengambil syuf’ah, maka bisa menggugurkannya. Jika tidak, maka tidak sampai menggugurkannya. | بَلِ الْضَابِطُ فِيْ ذَلِكَ أَنَّ مَا عُدَّ تَوَانِيًّا فِيْ طَلَبِ الشُّفْعَةِ أَسْقَطَهَا وَإِلَّا فَلاَ. |
Sehingga, jika ia menunda melakukan syuf’ah padahal mampu untuk segera melakukannya, maka hak syuf’ah baginya telah batal. | (فَإِنْ أَخَّرَهَا) أَيِ الشُّفْعَةَ (مَعَ الْقُدْرَةِ عَلَيْهَا بَطَلَتْ) |
Seandainya orang yang menghendaki syuf’ah tersebut sedang sakit, tidak berada di daerah orang yang membeli, dipenjara, atau takut terhadap musuhnya, maka hendaknya ia mewakilkan pada orang lain jika memang mampu. Namun jika tidak mampu, maka hendaknya ia membuat saksi bahwa dirinya ingin mengambil syuf’ah tersebut. | وَلَوْ كَانَ مُرِيْدُ الشُّفْعَةِ مَرِيْضًا أَوْ غَائِبًا عَنْ بَلَدِ الْمُشْتَرِيْ أَوْ مَحْبُوْسًا أَوْ خَائِفًا مِنْ عَدُوٍّ فَلْيُوَكِّلْ إِنْ قَدَرَ وَإِلَّا فَلْيُشْهِدْ عَلَى الطَّلَبِ |
Sehingga, jika ia tidak melakukan apa yang mampu ia lakukan baik mewakilkan atau membuat saksi, maka haknya menjadi batal menurut pendapat al adlhar. | فَإِنْ تَرَكَ الْمَقْدُوْرَ عَلَيْهِ مِنَ التَّوْكِيْلِ أَوِ الْإِشْهَادِ بَطَلَ حَقُّهُ فِي الْأَظْهَرِ |
Seandainya syafi’ berkata, “aku tidak tahu kalau sesungguhnya hak syuf’ah itu harus segera dilakukan”, dan ia memang termasuk dari orang yang kurang mengerti tentang semua itu, maka ia dibenarkan disertai dengan sumpahnya. | وَلَوْ قَالَ الشَّفِيْعُ لَمْ أَعْلَمْ إِنَّ حَقَّ الشُّفْعَةِ عَلَى الْفَوْرِ وَكَانَ مِمَّنْ يَخْفَى عَلَيْهِ ذَلِكَ صُدِّقَ بِيَمِيْنِهِ |
Ketika seseorang menikahi seorang wanita dengan mas kawin berupa siqsh (bagian), maka syafi’ berhak mengambil bagian tersebut dengan mengganti mahar mitsil pada wanita tersebut. | (وَإِذَا تَزَوَّجَ) شَخْصٌ (امْرَأَةً عَلَى شِقْصٍ أَخَذَهُ) أَيْ أَخَذَ (الشَّفِيْعُ) الشِّقْصَ (بِمَهْرِ الْمِثْلِ) لِتِلْكَ الْمَرْأَةِ |
Ketika syafi’nya lebih dari satu orang, maka mereka berhak atas syuf’ah tersebut sesuai dengan ukuran bagian-bagian mereka dari barang-barang yang dimiliki tersebut. | (وَإِنْ كَانَ الشُّفَعَاءُ جَمَاعَةً اسْتَحَقُّوْهَا) أَيِ الشُّفَعَاءُ (عَلَى قَدْرِ) حِصَصِهِمْ مِنَ (الْأَمْلَاكِ) |
Sehingga, seandainya salah satu dari mereka memiliki separuh dari kebun -yang disyirkahi-, yang satunya memiliki sepertiganya, dan yang lain lagi memiliki seperenamnya, kemudian orang yang memiliki separuh menjual bagiannya, maka dua orang yang lainnya berhak mengambil dengan dibagi sepertigaan. | فَلَوْ كَانَ لِأَحَدِهِمْ نِصْفُ عَقَارٍ وَلِلْآخَرِ ثُلُثُهُ وَلِلْآخَرِ سُدُسُهُ فَبَاعَ صَاحِبُ النِّصْفِ حِصَّتَهُ أَخَذَهَا الْآخَرَانِ اَثْلَاثًا |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum qiradl. | (فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْقِرَاضِ |
Lafadz “qiradl” secara bahasa diambil dari lafadz “al qardl”, yaitu bermakna memotong. | وَهُوَ لُغَةً مُشْتَقٌّ مِنَ الْقَرْضِ وَهُوَ الْقَطْعُ |
Qiradl adalah pemberian harta oleh seorang pemilik terhadap seorang amil (pekerja) yang akan menggunakannya untuk bekerja dan laba dari harta tersebut dibagi di antara keduanya. | وَهُوَ دَفْعُ الْمَالِكِ مَالًا لِلْعَامِلِ يَعْمَلُ فِيْهِ وَرِبْحُ الْمَالِ بَيْنَهُمَا |
Syarat Qiradl
Akad qiradl memiliki empat syarat. | (وَلِلْقِرَاضِ أَرْبَعَةُ شُرُوْطٍ) |
Salah satunya, qiradl harus menggunakan uang berupa dirham dan dinar, maksudnya yang murni. | أَحَدُهَا (أَنْ يَكُوْنَ عَلَى نَاضٍ) أَيْ نَقْدٍ (مِنَ الدَّرَاهِمِ وَالدَّنَانِيْرِ) أَيِ الْخَالِصَةِ |
Sehingga akad qiradl tidak boleh dilakukan dengan menggunakan emas mentah, perhiasan, emas campuran, dan barang-barang dagangan yang lain diantaranya adalah fulus (uang receh). | فَلَا يَجُوْزُ الْقِرَاضُ عَلَى تِبْرٍ وَلَا حُلِيٍّ وَلَا مَغْشُوْشٍ وَلَا عُرُوْضٍ وَمِنْهَا الْفُلُوْسُ |
Yang kedua, pemilik modal harus memberi izin pada amil dalam bekerja dengan izin secara mutlak (tidak dibatasi). | (وَ) الثَّانِيْ (أَنْ يَأْذَنَ رَبُّ الْمَالِ لِلْعَامِلِ فِيْ التَّصَرُّفِ) إِذْنًا (مُطْلَقًا) |
Sehingga bagi malik tidak diperkenankan mempersulit gerak tasharruf pada amil, seperti ucapan pemilik modal semisal, “jangan membeli sesuatu sehingga engkau bermusyawarah denganku”, atau, “jangan membeli kecuali gandum putih.” | فَلَا يَجُوْزُ لِلْمَالِكِ أَنْ يُضَيِّقَ التَّصَرُّفَ عَلَى الْعَامِلِ كَقَوْلِهِ لَا تَشْتَرِ شَيْئًا حَتَّى تُشَاوِرَنِيْ أَوْ لَا تَشْتَرِ إِلَّا الْحِنْطَةَ الْبَيْضَاءَ مَثَلًا |
Kemudian mushannif meng-‘athafkan perkataan beliau di sini -di bawah ini- pada perkataan beliau yang sudah lewat yaitu “secara mutlak”, | ثُمَّ عَطَفَ الْمُصَنِّفُ عَلَى قَوْلِهِ سَابِقًا مُطْلَقًا قَوْلَهُ هُنَّا |
Atau memberi izin di dalam perkara, maksudnya di dalam tasharruf pada sesuatu yang umumnya tidak terputus keberadaan. | (أَوْ فِيْمَا) أَيْ فِيْ التَّصَرُّفِ فِيْ شَيْئٍ (لَا يَنْقَطِعُ وُجُوْدُهُ غَالِبًا) |
Sehingga, seandainya pemilik modal mensyaratkan pada amil agar membeli sesuatu yang jarang ada seperti kuda yang berwarna hitam putih, maka hukumnya tidak sah. | فَلَوْ شَرَّطَ عَلَيْهِ شِرَاءَ شَيْئٍ يَنْدُرُ وُجُوْدُهُ كَالْخَيْلِ الْبَلْقِ لَمْ يَصِحَّ |
Yang ketiga, pemilik modal mensyaratkan bagian yang jelas dari laba untuk amil, seperti separuh atau sepertiga dari seluruh laba. | (وَ) الثَّالِثُ (أَنْ يَشْتَرِطَ لَهُ) أَيْ يَشْتَرِطَ الْمَالِكُ لِلْعَامِلِ (جُزْأً مَعْلُوْمًا مِنَ الرِّبْحِ) كَنِصْفِهِ أَوْ ثُلُثِهِ |
Sehingga, seandainya pemilik modal berkata pada amil, “aku melakukan akad qiradl denganmu menggunakan harta ini dengan janji bahwa sesungguhnya engkau memiliki hak syirkah atau bagian dari harta ini”, maka akad qiradl tersebut menjadi rusak. | فَلَوْ قَالَ الْمَالِكُ لِلْعَامِلِ قَارَضْتُكَ عَلَى هَذَا الْمَالِ عَلَى أَنَّ لَكَ فِيْهِ شِرْكَةً أَوْ نَصِيْبًا مِنْهُ فَسَدَ الْقِرَاضُ |
atau “dengan janji bahwa sesungguhnya laba diantara kita berdua”, maka hukumnya sah, dan labanya dibagi separuh-separuh. | أَوْ عَلَى أَنَّ الرِّبْحَ بَيْنَنَا صَحَّ وَيَكُوْنُ الرِّبْحُ نِصْفَيْنِ. |
Yang ke empat, akad qiradl tidak boleh dibatasi dengan waktu yang dipastikan seperti ucapan pemilik modal, “aku akad qiradl denganmu selama setahun.” | (وَ) الرَّابِعُ (أَنْ لَا يُقَدَّرَ الْقِرَاضُ (بِمُدَّةٍ) مَعْلُوْمَةٍ كَقَوْلِهِ قَارَضْتُكَ سَنَةً |
Akad qiradl juga tidak boleh digantungkan dengan sebuah syarat, seperti ucapan pemilik modal, “ketika datang awal bulan, maka aku melakukan akad qiradl denganmu.” | وَأَنْ لَا يُعَلَّقَ بِشَرْطٍ كَقَوْلِهِ إِذَا جَاءَ رَأْسُ الشَّهْرِ قَارَضْتُكَ |
Hukum Qiradl
Qiradl adalah akad amanah. | وَالْقِرَاضُ أَمَانَةٌ |
Kalau demikian, maka tidak ada kewajiban mengganti bagi seorang amil pada harta qiradlnya kecuali akibat kecerobohan yang ia lakukan pada harta tersebut. | (وَ) حِيْنَئِذٍ (لَا ضَمَانَ عَلَى الْعَامِلِ) فِيْ مَالِ الْقِرَاضِ (إِلاَّ بِعُدْوَانٍ) فِيْهِ |
Di dalam sebagian redaksi menggunakan kata-kata “bil ‘udwan”, -dengan menggunakan huruf “al”-. | وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ بِالْعُدْوَانِ |
Ketika di dalam harta qiradl terdapat laba dan rugi, maka kerugian ditutupi dengan laba. | (وَإِذَا حَصُلَ) فِيْ مَالِ الْقِرَاضِ (رِبْحٌ وَخُسْرَانٌ جُبِرَ الْخُسْرَانُ بِالرِّبْحِ) |
Ketahuilah sesungguhnya akad qiradl hukumnya jaiz dari kedua belah pihak, sehingga masing-masing dari pemilik modal dan amil diperkenankan untuk merusaknya -kapanpun yang mereka kehendaki-. | وَاعْلَمْ أَنَّ عَقْدَ الْقِرَاضِ جَائِزَةٌ مِنَ الطَّرَفَيْنِ فَلِكُلٍّ مِنَ الْمَالِكِ وَالْعَامِلِ فَسْخُهُ. |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum musaqah. | (فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْمُسَاقَاةِ |
Musaqah secara bahasa diambil dari lafadz “as saqyu (menyirami)”. | وَهِيَ لُغَةًّ مُشْتَقَّةٌ مِنَ السَّقْيِ |
Dan secara syara’ adalah seseorang menyerahkan pohon kurma atau anggur pada orang lain yang akan merawatnya dengan penyiraman dan perawatan yang lain, dengan perjanjian bahwa orang tersebut akan mendapatkan bagian yang jelas dari hasil buahnya. | وَشَرْعًا دَفْعُ الشَّخْصِ نَخْلًا أَوْ شَجَرَ عِنَبٍ لِمَنْ يَتَعَهَّدُهُ بِسَقْيٍ وَتَرْبِيَةٍ عَلَى أَنَّ لَهُ قَدْرًا مَعْلُوْمًا مِنْ ثَمَرِهِ |
Yang Diakadi Musaqah
Musaqah hanya boleh dilakukan pada dua tanaman saja, kurma dan anggur. | (وَالْمُسَاقَاةُ جَائِزَةٌ عَلَى) شَيْئَيْنِ فَقَطْ (النَّخْلِ وَالْكَرَمِ) |
Sehingga tidak boleh melakukan akad musaqah pada selain keduanya, seperti buah tin dan buah misymisy. | فَلَا تَجُوْزُ الْمُسَاقَاةُ عَلَى غَيْرِهِمَا كَتِيْنٍ وَمِشْمِسٍ |
Musaqah hukumnya sah dilakukan oleh orang yang sah tasharrufnya jika dilakukan untuk dirinya sendiri. | وَتَصِحُّ الْمُسَاقَاةُ مِنْ جَائِزِ التَّصَرُّفِ لِنَفْسِهِ |
Jika dilakuka untuk anak kecil dan orang gila, maka musaqah sah dilakukan oleh orang yang menjadi wali keduanya ketika memang ada maslahah. | وَلِصَبِيٍّ وَمَجْنُوْنٍ بِالْوِلَايَةِ عَلَيْهِمَا عِنْدَ الْمَصْلَحَةِ |
Shigat akad musaqah adalah, “aku melakukan akad musaqah denganmu pada pohon kurma ini dengan bagian sekian”, atau, “aku memasrahkan pohon kurma ini padamu agar engkau merawatnya”, dan kata-kata sesamanya. | وَصِيْغَتُهَا سَاقَيْتُكَ عَلَى هَذَا النَّخْلِ بِكَذَا أَوْ سَلَّمْتُهُ إِلَيْكَ لِتَتَعَهَّدَهُ وَنَحْوُ ذَلِكَ |
Dan disyaratkan harus ada peneriman dari pihak amil (pekerja). | وَيُشْتَرَطُ قَبُوْلُ الْعَامِلِ |
Syarat Musaqah
Musaqah memiliki dua syarat. | (وَلَهَا) أَيْ لِلْمُسَاقَاةِ (شَرْطَانِ |
Salah satunya, pihak pemilik harus memberi batas waktu secara pasti dalam melakukan akad musaqah tersebut seperti setahun hijriyah. | أَحَدُهُمَا أَنْ يُقَدِّرَهَا) الْمَالِكُ (بِمُدَّةٍ مَعْلُوْمَةٍ) كَسَنَةٍ هِلَالِيَّةٍ |
Tidak diperkenankan membatasi akad musaqah dengan munculnya buah menurut pendapat al ashah. | وَلَا يَجُوْزُ تَقْدِيْرُهَا بِإِدْرَاكِ الثَّمْرَةِ فِيْ الْأَصَحِّ. |
Yang kedua, pemilik pohon harus menentukan bagian pasti dari hasil buah untuk si amil seperti separuh atau sepertiganya. | (وَ) الثَّانِيْ (أَنْ يُعَيِّنَ) الْمَالِكُ (لِلْعَامِلِ جُزْأً مَعْلُوْمًا مِنَ الثَّمْرَةِ) كَنِصْفِهَا أَوْ ثُلُثِهَا |
Sehingga, seandainya pemilik berkata pada amil, “dengan perjanjian buah yang diberikan oleh Allah menjadi milik diantara kita berdua”, maka hukumnya sah dan diarahkan pada bagian separuh-separuh. | فَلَوْ قَالَ الْمَالِكُ لِلْعَامِلِ عَلَى أَنَّ مَا فَتَحَ اللهُ بِهِ مِنَ الثَّمْرَةِ يَكُوْنُ بَيْنَنَا صَحَّ وَحُمِلَ عَلَى الْمُنَاصَفَةِ |
Pekejaan Musaqah
Kemudian pekerjaan di dalam akad musaqah terbagi menjadi dua macam. | (ثُمَّ الْعَمَلُ فِيْهَا عَلَى ضَرْبَيْنِ) |
Salah satunya adalah pekerjaan yang manfaatnya kembali pada buah seperti menyiram pohon kurma, mengawinkannya dengan meletakkan sebagian mayang kurma jantang di mayang kurma betina, maka semua itu menjadi beban amil. | أَحَدُهُمَا (عَمَلٌ يَعُوْدُ نَفْعُهُ إِلَى الثَّمْرَةِ) كَسَقْيِ النَّخْلِ وَتَلْقِيْحِهِ بِوَضْعِ شَيْئٍ مِنْ طَلْعِ الذُّكُوْرِ فِيْ طَلْعِ الْإِنَاثِ (فَهُوَ عَلَى الْعَامِلِ). |
Dan yang kedua adalah pekerjaan yang manfaatnya kembali pada bumi seperti membuat kincir air dan menggali tempat aliran air, maka semua itu adalah beban pemilik modal. | (وَ) الثَّانِيْ (عَمَلٌ يَعُوْدُ نَفْعُهُ إِلَى الْأَرْضِ) كَنَصْبِ الدَّوَالِيْبِ وَحَفْرِ الْأَنْهَارِ فَهُوَ عَلَى رَبِّ الْمَالِ) |
Sang pemilik pohon tidak diperkenankan mensyaratkan pada amil suatu pekerjaan yang bukan termasuk dari pekerjaan-pekerjaan akad musaqah seperti menggali aliran air. | وَلَا يَجُوْزُ أَنْ يَشْتَرِطَ الْمَالِكُ عَلَى الْعَامِلِ شَيْئًا لَيْسَ مِنْ أَعْمَالِ الْمُسَاقَاةِ كَحَفْرِ نَهَرٍ |
Disyaratkan amil harus bekerja sendiri. | وَيُشْتَرَطُ انْفِرَادُ الْعَامِلِ بِالْعَمَلِ |
Sehingga, seandainya pemilik modal mensyaratkan budaknya untuk bekerja bersama amil, maka akadnya tidak sah. | فَلَوْ شَرَّطَ رَبُّ الْمَالِ عَمَلَ غُلَامِهِ مَعَ الْعَامِلِ لَمْ يَصِحَّ |
Ketahuilah sesungguhnya akad musaqah hukumnya jawaz dari kedua belah pihak. | وَاعْلَمْ أَنَّ عَقْدَ الْمُسَاقَاةِ لَازِمٌ مِنَ الطَّرَفَيْنِ |
Seandainya diketahui bahwa buah yang telah dihasilkan tersebut adalah milik orang lain, seperti pemilik pohon kurma telah mewasiatkan buah pohon kurma yang diakadi musaqah tersebut, maka amil berhak mendapatkan ongkos standar untuk pekerjaannya dari pemilik modal. | وَلَوْ خَرَجَ الثَّمَرُ مُسْتَحَقًّا كَأَنْ أَوْصَى بِثَمْرَةِ النَّخْلِ الْمُسَاقَى عَلَيْهَا فَلِلْعَامِلِ عَلَى رَبِّ الْمَالِ أُجْرَةُ الْمِثْلِ لِعَمَلِهِ |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum sewa. | (فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْإِجَارَةِ |
Lafadz “al ijarah” itu dengan dibaca kasrah huruf hamzahnya menurut pendapat yang masyhur. Dan ada yang menghikayahkan bahwa hamzahnya terbaca dlammah. | وَهِيَ بِكَسْرِ الْهَمْزَةِ فِيْ مَشْهُوْرٍ وَحُكِيَ ضَمُّهَا |
Ijarah secara bahasa adalah nama sebuah ongkos. | وَهِيَ لُغَةً اسْمٌ لِلْأُجْرَةِ |
Dan secara syara’ adalah akad yang dilakukan pada manfaat yang sudah diketahui, yang maksud, dan menerima untuk diserahkan pada orang lain dan menerima untuk boleh digunakan dengan membanyar ganti / ongkos yang sudah diketahui. | وَشَرْعًا عَقْدٌ عَلَى مَنْفَعَةٍ مَعْلُوْمَةٍ مَقْصُوْدَةٍ قَابِلَةٍ لِلْبَذْلِ وَالْإِبَاحَةِ بِعِوَضٍ مَعْلُوْمٍ |
Syarat masing-masing dari orang yang menyewakan dan yang menyewa adalah rusyd (pintar) dan tidak ada paksaan. | وَشَرْطُ كُلٍّ مِنَ الْمُؤْجِرِ وَالْمُسْتَأْجِرِ الرُّشْدُ وَعَدَمُ الْإِكْرَاهِ |
Dengan bahasa “manfaat yang sudah diketahui”, mengecualikan akad ju’alah (sayembara). | وَخَرَجَ بِمَعْلُوْمَةٍ الْجُعَالَةُ |
Dengan keterangan “manfaat yang dituju”, mengecualikan menyewa buah apel karena untuk mencium baunya. | وَبِمَقْصُوْدَةٍ اسْتِئْجَارُ تُفَّاحَةٍ لِشُمِّهَا |
Dengan keterangan “bisa menerima untuk diserahkan pada orang lain”, mengecualikan manfaat vagina, maka akad yang dilakukan pada manfaat vagina tidak disebut dengan ijarah. | وَبِقَابِلَةٍ لِلْبَذْلِ مَنْفَعَةُ الْبُضْعِ فَالْعَقْدُ عَلَيْهَا لَا يُسَمَّى إِجَارَةً |
Dengan keterangan “menerima untuk boleh dimanfaatkan orang lain”, mengecualikan menyewakan budak-budak perempuan untuk dijima’. | وَبِالْإِبَاحَةِ إِجَارَةُ الْجَوَارِي لِلْوَطْءِ |
Dengan keterangan “dengan memberi ganti/ongkos”, mengecuali-kan akan pinjam. | وَبِعِوَضٍ الْإِعَارَةُ |
Dengan keterangan “ongkos yang sudah diketahui”, mengecualikan upah dari akad musaqah. | وَبِمَعْلُوْمٍ عِوَضُ الْمُسَاقَاةِ |
Akad ijarah tidak sah kecuali dengan ijab (serah) seperti kata-kata “aku menyewakan padamu”, dan qabul (terima) seperti ucapan “aku menyewa”. | وَلَا تَصِحُّ الْإِجَارَةُ إِلَّا بِإِيْجَابٍ كَآجَرْتُكَ وَقَبُوْلٍ كَاسْتَأْجَرْتُ |
Barang Yang Disewakan
Mushannif menyebutkan batasan barang yang sah untuk disewakan dengan perkataan beliau, | وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ ضَابِطَ مَا تَصِحُّ إِجَارَتُهُ بِقَوْلِهِ |
Setiap sesuatu yang mungkin untuk dimanfaatkan tanpa mengurangi barangnya, seperti menyewa rumah untuk ditempati dan menyewa binatang untuk dinaiki, maka sah untuk diijarahkan / disewakan. Jika tidak, maka tidak sah. | (وَكُلُّ مَا أَمْكَنَ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ) كَاسْتِئْجَارِ دَارٍ لِلسُّكْنَى وَدَابَّةٍ لِلرُّكُوْبِ (صَحَّتْ إِجَارَتُهُ) وَإِلَّا فَلاَ |
Syarat Ijarah
Sahnya menyewakan apa yang telah disebutkan di atas memiliki beberapa syarat yang dijelaskan oleh mushannif dengan perkataan beliau, | وَلِصَحَّةِ إِجَارَةِ مَا ذُكِرَ شُرُوْطٌ ذَكَرَهَا بِقَوْلِهِ. |
Ketika manfaat barang tersebut dibatasi/dikira-kirakan dengan salah satu dari dua perkara, | (إِذَا قُدِّرَتْ مَنْفَعَتُهُ بِأَحَدِ أَمْرَيْنِ) |
-yaitu- adakalanya dengan waktu seperti, “saya menyewakan rumah ini padamu selama setahun”. | إِمَّا (بِمُدَّةٍ) كَأَجَرْتُكَ هَذِهَ الدَّارَ سَنَةً |
Atau dibatasi dengan pekerjaan seperti, “saya menyewamu untuk menjahit baju ini untukku.” | (أَوْ عَمَلٍ) كَاسْتَأْجَرْتُكَ لِتَخِيْطَ لِيْ هَذَا الثَّوْبَ |
Ongkos Ijarah
Ongkos di dalam akad ijarah telah menjadi tetap dengan akad itu sendiri -tidak harus menanti selesainya memanfaatkan barang yang disewakan-. | وَتَجِبُ الْأُجْرَةُ فِي الْإِجَارَةِ بِنَفْسِ الْعَقْدِ |
Memutlakkan akad ijarah menetapkan pembayaran ongkos secara kontan. | (وَإِطْلَاقُهَا يَقْتَضِيْ تَعْجِيْلَ الْأُجْرَةِ |
Kecuali jika di dalam akad ijarah tersebut disyaratkan pembayaran ongkos secara tempo, maka kalau demikian pembayaran ongkosnya ditempo. | إِلَّا أَنْ يُشْتَرَطَ) فِيْهَا (التَّأْجِيْلُ) فَتَكُوْنُ الْأُجْرَةُ مُؤَجَّلَةً حِيْنَئِذٍ |
Hukum Ijarah
Akad ijarah tidak batal sebab kematian salah satu dari dua orang yang akad, maksudnya orang yang menyewakan dan yang menyewa. | (وَلَا تَبْطُلُ الْإِجَارَةُ بِمَوْتِ أَحَدِ الْمُتَعَاقِدَيْنِ) أَيِ الْمُؤْجِرِ وَالْمُسْتَأْجِرِ |
Dan tidak batal sebab kedua orang yang melakukan akad meninggal dunia. Bahkan akad ijarah tetap berlangsung setelah keduanya meninggal hingga masa akad tersebut habis. | وَلَا بِمَوْتِ الْمُتَعَاقِدَيْنِ بَلْ تَبْقَى الْإِجَارَةُ بَعْدَ الْمَوْتِ إِلَى انْقِضَاءِ مُدَّتِهَا |
Dan ahli waris penyewa menggantikan posisinya untuk memanfaatkan barang yang disewanya. | وَيَقُوْمُ وَارِثُ الْمُسْتَأْجِرِ مَقَامَهُ فِيْ اسْتِيْفَاءِ مَنْفَعَةِ الْعَيْنِ الْمُؤْجَرَةِ |
Akad ijarah menjadi batal sebab barang yang disewa dan telah ditentukan menjadi rusak seperti rumah yang disewa roboh, dan binatang tunggangan yang telah ditentukan mati. | (وَتَبْطُلُ) الْإِجَارَةُ (بِتَلَفِ الْعَيْنِ الْمُسْتَأْجَرَةِ) كَانْهِدَامِ الدَّارِ وَمَوْتِ الدَّابَّةِ الْمُعَيَّنَةِ |
Batalnya akad ijarah sebab hal-hal yang telah dijelaskan tersebut memandang pada masa-masa setelah itu, tidak masa-masa yang telah lewat. | وَبُطْلَانُ الْإِجَارَةِ بِمَا ذُكِرَ بِالنَّظَرِ لِلْمُسْتَقْبَلِ لَا لِلْمَاضِيْ |
Sehingga hukum akad ijarah pada masa-masa yang telah terlewati tidak batal menurut pendapat al adlhar, bahkan bagiannya dari ongkos yang telah disebutkan di awal menjadi tetap -hak orang yang menyewakan- dengan mempertimbangkan ongkos standar. | فَلَا تَبْطُلُ الْإِجَارَةُ فِيْهِ فِيْ الْأَظْهَرِ بَلْ يَسْتَقِرُّ قِسْطُهُ مِنَ الْمُسَمَّى بِاعْتِبَارِ أُجْرَةِ الْمِثْلِ |
Sehingga manfaat yang ada saat akad di kalkulasi berapa kira-kira yang telah digunakan di waktu-waktu yang sudah dilewati. ketika dikatakan kadarnya sekian, maka kadar tersebut diambil dari ongkos yang sudah disepakati sesuai dengan kalkulasi tersebut. | فَتُقَوَّمُ الْمَنْفَعَةُ حَالَ الْعَقْدِ فِيْ الْمُدَّةِ الْمَاضِيَةِ فَإِذَا قِيْلَ كَذَا يُؤْخَذُ بِتِلْكَ النِّسْبَةِ مِنَ الْمُسَمَّى |
Penjelasan di depan mengenai bahwa akad ijarah tidak rusak di masa-masa yang sudah lewat itu diqayyidi bahwa rusaknya tersebut setelah barang yang disewa telah diterima oleh pihak penyewa dan telah melewati masa yang layak untuk di beri ongkos. | وَمَا تَقَدَّمَ مِنْ عَدَمِ الْاِنْفِسَاخِ فِيْ الْمَاضِيْ مُقَيَّدٌ بِمَا بَعْدَ قَبْضِ الْعَيْنِ الْمُؤْجَرَةِ وَبَعْدَ مُضِيِّ مُدَّةٍ لَهَا أُجْرَةٌ |
Jika tidak demikian, maka akad ijarah menjadi batal di masa-masa yang akan datang dan masa yang sudah lewat. | وَإِلَّا انْفَسَخَ فِيْ الْمُسْتَقْبَلِ وَالْمَاضِيْ |
Dengan keterangan “barang sewaan yang telah ditentukan”, mengecualikan permasalah ketika binatang tunggangan yang disewakan itu hanya disifati dalam tanggungan -tidak ditentukan yang mana-. | وَخَرَجَ بِالْمُعَيَّنَةِ مَا إِذَا كَانَتِ الدَّابَّةُ الْمُؤْجَرَةُ فِيْ الذِّمَّةِ |
Sehingga, ketika yang menyewakan telah mendatangkannya dan ternyata binatang tersebut mati di tengah-tengah masa akad sewa, maka akad ijarah tersebut tidak rusak, bahkan bagi yang menyewakan harus menggantinya. | فَإِنَّ الْمُؤْجِرَ إِذَا أَحْضَرَهَا وَمَاتَتْ فِيْ أَثْنَاءِ الْمُدَّةِ فَلَا تَنْفَسِخُ الْإِجَارَةُ بَلْ يَجِبُ عَلَى الْمُؤْجِرِ إِبْدَالُهَا |
Ketahuilah sesungguhnya kekuasaan orang yang disewa terhadap barang yang disewakan adalah kekuasaan yang berupa amanah. | وَاعْلَمْ أَنَّ يَدَّ الْأَجِيْرِ عَلَى الْعَيْنِ الْمُؤْجَرَةِ يَدُّ أَمَانَةٍ |
Sehingga tidak ada kewajiban baginya untuk mengganti kecuali sebab keteledorannya pada barang tersebut, seperti ia memukul binatang tunggangan di atas ukuran yang biasa, atau menaikkan seseorang yang lebih berat dari pada dirinya di atas binatang tersebut. | (وَ) حِيْنَئِذٍ (لَا ضَمَانَ عَلَى الْأَجِيْرِ إِلَّا بِعُدْوَانٍ) فِيْهَا كَأَنْ ضَرَبَ الدَّابَّةَ فَوْقَ الْعَادَةِ أَوْ أَرْكَبَهَا شَخْصًا أَثْقَلَ مِنْهُ |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum ju’alah. | (فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْجُعَالَةِ |
Lafadz “al ju’alah” itu dengan membaca tiga wajah pada huruf jimnya, -yaitu fathah, kasrah dan dlammah-. | وَهِيَ بِتَثْلِيْثِ الْجِيْمِ |
Makna ju’alah secara bahasa adalah sesuatu yang diberikan pada seseorang atas apa yang telah ia kerjakan. | وَمَعْنَاهَا لُغَةً مَا يُجْعَلُ لِشَخْصٍ عَلَى شَيْئٍ يَفْعَلُهُ |
Dan secara syara’ adalah kesanggupan orang yang mutlak tasharrufnya untuk memberikan ongkos / ‘iwadl pada orang tertentu ataupun tidak, atas pekerjaan yang telah diketahui atau belum diketahui secara jelas. | وَشَرْعًا الْتِزَامُ مُطْلَقِ التَّصَرُّفِ عِوَضًا مَعْلُوْمًا عَلَى عَمَلٍ مُعَيَّنٍ أَوْ مَجْهُوْلٍ لِمُعَيَّنٍ أَوْ غَيْرِهِ |
Hukum Ju’alah
Ju’alah hukumnya adalah jawaz dari kedua belah pihak, pihak ja’il (yang mengadakan ju’alah) dan pihak maj’ul-lah (orang yang diakadi ju’alah). | (وَالْجُعَالَةُ جَائِزَةٌ) مِنَ الطَّرَفَيْنِ طَرَفِ الْجَاعِلِ وَالْمَجْعُوْلِ لَهُ |
Praktek Ju’alah
Praktek ju’alah adalah seseorang memberi janji akan memberi upah yang sudah jelas bagi orang yang mengembalikan barang hilangnya. | (وَهُيَ أَنْ يَشْتَرِطَ فِيْ رَدِّ ضَالَّتِهِ عِوَضًا مَعْلُوْمًا) |
Seperti ucapan orang yang sah tasharrufnya, “barang siapa mengembalikan barang hilangku, maka ia akan mendapatkan upah begini.” | كَقَوْلِ مُطْلَقِ التَّصَرُّفِ مَنْ رَدَّ ضَالَّتِيْ فَلَهُ كَذَا |
Ketika ada yang mengembalikan, maka ia berhak mendapatkan upah tersebut yang telah dijanjikan padanya. | (فَإِذَا رَدَّهَا اسْتَحَقَّ) الرَادُّ (ذَلِكَ الْعِوَضَ الْمَشْرُوْطَ) لَهُ. |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum mukhabarah. | (فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْمُخَابَرَةِ |
Mukhabarah adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang amil di lahan orang lain (malik) dengan upah sebagian hasil yang keluar dari lahan tersebut, sedangkan benihnya dari amil. | وَهِيَ عَمَلُ الْعَامِلِ فِيْ أَرْضِ الْمَالِكِ بِبَعْضِ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَالْبَذْرُ مِنَ الْعَامِلِ |
Ketika seseorang menyerahkan lahan pada seorang laki-laki agar ia olah, dan mensyaratkan bagian yang maklum dari hasilnya pada lelaki tersebut, maka apa yang ia lakukan ini tidak diperkenankan. | (وَإِذَا دَفَعَ) شَخْصٌ (إِلَى رَجُلٍ أَرْضًا لِيَزْرَعَهَا وَشَرَّطَ لَهُ جُزْأً مَعْلُوْمًا مِنْ رَيْعِهَا لَمْ يَجُزْ) ذَلِكَ |
Akan tetapi imam an Nawawi mengikut pada imam Ibn al Mundzir lebih memilih hukum diperbolehkan melakukan akad mukhabarah. | لَكِنِ النَّوَوِيُّ تَبْعًا لِابْنِ الْمُنْذِرِ اخْتَارَ جَوَازَ الْمُخَابَرَةِ |
Begitu pula akad muzara’ah, yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh amil dilahan orang lain dengan upah sebagian dari hasil yang keluar dari lahan tersebut, dan benihnya dari pemilik lahan. | وَكَذَا الْمُزَارَعَةُ وَهِيَ عَمَلُ الْعَامِلِ فِي الْأَرْضِ بِبَعْضِ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَالْبَذْرُ مِنَ الْمَالِكِ |
Dan jika pemilik lahan menyewa seseurang untuk mengolah lahannya dengan ongkos berupa emas atau perak, atau pemilik lahan mensyaratkan upah berupa makanan yang sudah maklum yang menjadi tanggungannya untuk si amil, maka hukumnya diperkenankan. | (وَإِنْ أَكْرَاهُ) أَيْ شَخْصٌ (إِيَّاهَا) أَيْ أَرْضًا (بِذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ أَوْ شَرَّطَ لَهُ طَعَامًا مَعْلُوْمًا فِيْ ذِمَّتِهِ جَازَ) |
Adapun seandainya seseorang memasrahkan pada orang lain sebuah lahan yang disana telah terdapat pohon kurma yang sedikit atau banyak, kemudian ia melakukan akad musaqah dengan lekaki tersebut pada pohon-pohon kurma tersebut, dan melakukan akad muzara’ah dengannya pada lahannya, maka hukum akad muzara’ah ini adalah diperbolehkan karena mengikut pada akad musaqahnya. | أَمَّا لَوْ دَفَعَ لِشَخْصٍ أَرْضًا فِيْهَا نَخْلٌ كَثِيْرٌ أَوْ قَلِيْلٌ فَسَاقَاهُ عَلَيْهِ وَزَارَعَهُ عَلَى الْأَرْضِ فَتَجُوْزُ هَذِهِ الْمُزَارَعَةُ تَبْعًا لِلْمُسَاقَاةِ . |
BAB IHYA’ AL MAWAT (MEMBUKA LAHAN)
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum ihya’ al mawat. | (فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ إِحْيَاءِ الْمَوْتِ |
Al mawat, sebagaimana yang dijelaskan oleh imam ar Rafi’i di dalam kitab Asy Syarh ash Shagir, adalah lahan yang tidak berstatus milik dan tidak dimanfaatkan oleh seseorang. | وَهُوَ كَمَا قَالَ الرَّافِعِيُّ فِي الشَّرْحِ الصَّغِيْرِ أَرْضٌ لَا مِلْكَ لَهَا وَلَا يَنْتَفِعُ بِهَا أَحَدٌ |
Syarat Ihya’ Mawat
Mengolah bumi mawat hukumnya diperbolehkan dengan dua syarat. | (وَإِحْيَاءُ الْمَوَاتِ جَائِزٌ بِشَرْطَيْنِ) |
Salah satunya, orang yang mengolah adalah orang islam. | أَحَدُهُمَا (أَنْ يَكُوْنَ الْمُحْيِيْ مُسْلِمًا) |
Maka bagi orang islam hukumnya sunnah mengolah bumi mati, baik dengan izin imam ataupun tidak. | فَيُسَنُّ لَهُ إِحْيَاءُ الْأَرْضِ الْمَيِّتَةِ سَوَاءٌ أَذِنَ لَهُ الْإِمَامُ أَمْ لَا |
Ya Allah, kecuali jika ada hak yang bersinggungan dengan bumi mawat tersebut. | اللَّهُمَّ إِلَّا أَنْ يَتَعَلَّقَ بِالْمَوَاتِ حَقٌّ |
Seperti imam membatasi sebagian dari bumi mawat, kemudian ada seseorang yang ingin mengolahnya, maka ia tidak bisa memilikinya kecuali dengan izin dari imam menurut pendapat al ashah. | كَأَنْ حَمَى الْإِمَامُ قِطْعَةً مِنْهُ فَأَحْيَاهَا شَخْصٌ فَلَا يَمْلِكُهَا إِلَّا بِإِذْنِ الْإِمَامِ فِيْ الْأَصَحِّ |
Adapun orang kafir dzimmi, mu’ahad, dan kafir musta’man, maka bagi mereka tidak diperkenankan untuk mengolah bumi mawat walaupun imam telah memberi izin pada mereka. | أَمَّا الذِّمِيُّ وَالْمُعَاهَدُ وَالْمُسْتَأْمَنُ فَلَيْسَ لَهُمُ الْإِحْيَاءُ وَلَوْ أَذِنَ لَهُمُ الْإِمَامُ |
Yang ke dua, bumi tersebut harus merdeka -tidak berstatus milik- yang tidak dimiliki oleh orang islam. | (وَ) الثَّانِيْ (أَنْ تَكُوْنَ الْأَرْضُ حُرَّةً لَمْ يَجْرِ عَلَيْهَا مِلْكٌ لِمُسْلِمٍ) |
Dalam sebagian redaksi dengan menggunakakan “bumi tersebut adalah bumi merdeka”. | وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ أَنْ تَكُوْنُ الْأَرْضُ حُرَّةً |
Yang dikehendaki dari perkataan mushannif adalah sesungguhnya lahan yang pernah dihuni namun sekarang sudah tidak lagi, maka statusnya adalah milik orang yang memilikinya jika memang diketahui, baik orang islam atau kafir dzimmi. Dan lahan kosong tersebut tidak bisa dimiliki dengan cara diihya’. | وَالْمُرَادُ مِنْ كَلَامِ الْمُصَنِّفِ أَنَّ مَا كَانَ مَعْمُوْرًا وَهُوَ الْآنَ خَرَابٌ فَهُوَ لِمَالِكِهِ إِنْ عُرِفَ مُسْلِمًا كَانَ أَوْ ذِمِّيًّا وَلَا يُمْلَكُ هَذَا الْخَرَابُ بِالْإِحْيَاءِ |
Sehingga, jika tidak diketahui siapa pemiliknya, namun puing-puingnya menandakan di bangun pada masa islam, maka lahan ini adalah mal dlai’ (harta yang tersia-sia). | فَإِنْ لَمْ يُعْرَفْ مَالِكُهُ وَالْعِمَارَةُ إِسْلَامِيَّةٌ فَهَذَا الْمَعْمُوْرُ مَالٌ ضَائِعٌ |
Urusannya diserahkan pada keputusan imam, mau dijaga, atau dijual dan hasil penjualannya dijaga. | الْأَمْرُ فِيْهِ لِرَأْيِ الْإِمَامِ فِيْ حِفْظِهِ أَوْ بَيْعِهِ وَحِفْظِ ثَمَنِهِ |
Jika lahan tersebut dikelolah saat masa jahiliyah, maka bisa dimiliki dengan cara diihya’. | وَإِنْ كَانَ الْمَعْمُوْرُ جَاهِلِيَّةً مُلِكَ بِالْإِحْيَاءِ |
Cara Ihya’
Cara melakukan ihya’ adalah dengan melakukan sesuatu yang secara adat dianggap bentuk pengolahan terhadap lahan yang diihya’. | (وَصِفَةُ الْإِحْيَاءِ مَا كَانَ فِيْ الْعَادَةِ عِمَارَةً لِلْمُحْيَا) |
Dan hal ini berbeda-beda sebab berbeda-bedanya tujuan yang dikehendaki oleh orang yang mengolahnya. | وَيَخْتَلِفُ هَذَا بِاخْتِلَافِ الْغَرَضِ الَّذِيْ يَقْصِدُهُ الْمُحْيِيْ |
Jika orang yang mengolah ingin mengolah lahan mawat menjadi sebagai rumah, maka dalam hal ini disyaratkan harus memagari lahan tersebut dengan membangun pagar dengan sesuatu yang terlaku secara adat di tempat tersebut, yaitu berupa bata, batu atau bambu. | فَإِذَا أَرَادَ الْمُحْيِيْ إِحْيَاءَ الْمَوَاتِ مَسْكَنًا اُشْتُرِطَ فِيْهِ تَحْوِيْطُ الْبُقْعَةِ بِبِنَاءِ حِيْطَانِهَا بِمَا جَرَتْ بِهِ عَادَةُ ذَلِكَ الْمَكَانِ مِنْ آجُرٍ أَوْ حَجَرٍ أَوْ قَصْبٍ |
Dan juga disyaratkan harus memberi atap diatas sebagian lahan dan memasang pintu. | وَاشْتُرِطَ أَيْضًا سَقْفُ بَعْضِهَا وَنَصْبُ بَابٍ |
Jika orang yang mengolah ingin menjadikan mawat sebagai kandang binatang ternak, maka cukup membuat pagar yang lebih rendah dari pagarnya rumah, dan tidak disyaratkan harus membuat atap. | وَإِنْ أَرَادَ الْمُحْيِيْ إِحْيَاءَ الْمَوَاتِ زَرِيْبَةَ دَوَابٍّ فَيَكْفِيْ تَحْوِيْطٌ دُوْنَ تَحْوِيْطِ الْسُّكْنَى وَلَا يُشْتَرَطُ السَّقْفُ |
Jika yang mengolah ingin menjadikan mawat sebagai ladang, maka ia harus mengumpulkan tanah di sekelilingnya, meratakan lahan tersebut dengan mencangkul bagian-bagian yang agak tinggi di sana, menimbun bagian-bagian yang berlubang/rendah, mengatur pengairan pada lahan tersebut dengan menggali sumur atau menggali saluran air. | وَإِنْ أَرَادَ الْمُحْيِيْ إِحْيَاءَ الْمَوَاتِ مَزْرَعَةً فَيَجْمَعُ التُّرَابَ حَوْلَهَا وَيُسَوِّيِ الْأَرْضَ بِكَسْحِ مُسْتَعْلٍ فِيْهَا وَطَمِّ مُنْخَفِضٍ وَتَرْتِيْبِ مَاءٍ لَهَا بِشَقِّ سَاقِيَةٍ مِنْ بِئْرٍ أَوْ حَفْرِ قَنَاةٍ |
Jika lahan tersebut sudah dicukupkan dengan air hujan yang biasa turun, maka ia tidak butuh untuk mengatur pengairan menurut pendapat yang shahih. | فَإِنْ كَفَاهَا الْمَطَرُ الْمُعْتَادُ لَمْ يَحْتَجْ لِتَرْتِيْبِ الْمَاءِ عَلَى الصَّحِيْحِ |
Jika yang mengolah lahan mawat ingin membuat kebun, maka ia harus mengumpulkan tanah dan membuat pagar di sekeliling lahan kebun tersebut jika memang hal itu telah terlaku. Di samping itu, juga disyaratkan harus menanam sesuatu menurut pendapat al madzhab. | وَإِنْ أَرَادَ الْمُحْيِيْ إِحْيَاءَ الْمَوَاتِ بُسْتَانًا فَجَمْعُ التُّرَابِ وَالتَّحْوِيْطُ حَوْلَ أَرْضِ الْبُسْتَانِ إِنْ جَرَتْ بِهِ عَادَةٌ وَيُشْتَرَطُ مَعَ ذَلِكَ الْغَرْسُ عَلَى الْمَذْهَبِ |
Air, Api dan Rumput
Ketahuilah sesungguhnya air yang sudah tertentu untuk seseorang, maka tidak wajib diberikan pada binatang ternak orang lain secara mutlak. | وَاعْلَمْ أَنَّ الْمَاءَ الْمُخْتَصَّ بِشَخْصٍ لَا يَجِبُ بَذْلُهُ لِمَاشِيَةِ غَيْرِهِ مُطْلَقًا. |
Kewajiban memberikan air tersebut hanya diberlakukan dengan tiga syarat. | (وَ) إِنَّمَا (يَجِبُ بَذْلُ الْمَاءِ بِثَلَاثَةِ شَرَائِطَ) |
Salah satunya, air tersebut lebih dari kebutuhannya, maksudnya orang yang memiliki air tersebut. | أَحَدُهَا (أَنْ يَفْضُلَ عَنْ حَاجَتِهِ) أَيْ صَاحِبِ الْمَاءِ |
Jika air itu tidak lebih, maka ia berhak mendahulukan dirinya sendiri dan tidak wajib memberikannya pada orang lain. | فَإِنْ لَمْ يَفْضُلْ بَدَأَ بِنَفْسِهِ وَلَا يَجِبُ بَذْلُهُ لِغَيْرِهِ |
Yang kedua, air tersebut dibutuhkan oleh orang lain, baik untuk dirinya sendiri atau binatangnya. | (وَ) الثَّانِيْ (أَنْ يَحْتَاجَ إِلَيْهِ غَيْرُهُ) إِمَّا (لِنَفْسِهِ أَوْ لِبَهِيْمَتِهِ) |
Hal ini ketika di sana terdapat padang rumput yang digunakan untuk mengembalakan binatang ternak, dan tidak mungkin mengembala di sana kecuali dengan memberi minum air. | هَذَا إِذَا كَانَ هُنَاكَ كَلَاءٌ تَرْعَاهُ الْمَاشِيَةُ وَلَا يُمْكِنُ رَعْيُهُ إِلَّا بِسَقْيْ الْمَاءِ |
Tidak wajib baginya memberikan air untuk tanaman orang lain dan tidak untuk pohonnya orang lain. | وَلَا يَجِبُ عَلَيْهِ بَذْلُ الْمَاءِ لِزَرْعِ غَيْرِهِ وَلَا لِشَجَرِهِ |
Yang ketiga, air tersebut masih berada di tempatnya, yaitu tempat keluarnya air baik sumur atau sumber. | (وَ) الثَّالِثُ (أَنْ يَكُوْنَ) الْمَاءُ فِيْ مَقَرِّهِ وَهُوَ (مِمَّا يُسْتَخْلَفُ فِيْ بِئْرٍ أَوْ عَيْنٍ) |
Sehingga, ketika air ini sudah diambil di dalam sebuah wadah, maka tidak wajib diberikan menurut pendapat shahih. | فَإِذَا أَخَذَ هَذَا الْمَاءَ فِيْ إِنَاءٍ لَمْ يَجِبْ بَذْلُهُ عَلَى الصَّحِيْحِ |
Ketika wajib untuk memberikan air, maka yang dikehendaki dengan ini adalah mempersilahkan binatang ternak orang lain untuk mendatangi sumur, jika pemilik air tidak terganggu pada tanaman dan binatang ternaknya sendiri. | وَحَيْثُ يَجِبُ الْبَذْلُ لِلْمَاءِ فَالْمُرَادُ بِهِ تَمْكِيْنُ الْمَاشِيَةِ مِنْ حُضُوْرِهَا لِلْبِئْرِ إِنْ لَمْ يَتَضَرَّرْ صَاحِبُ الْمَاءِ فِيْ زَرْعِهِ أَوْ مَاشِيَتِهِ |
Jika ia terganggu dengan kedatangan binatang ternak tersebut, maka binatang ternak tersebut dicegah untuk mendatangi sumur, dan bagi para pengembalanya yang harus mengambilkan air untuk binatang-binatang ternaknya, sebagaimana keterangan yang disampaikan oleh imam al Mawardi. | فَإِنْ تَضَرَّرَ بِوُرُوْدِهَا مُنِعَتْ مِنْهُ وَاسْتَقَى لَهَا الرُّعَاةُ كَمَا قَالَهُ الْمَاوَرْدِيُّ |
Sekira wajib memberikan air, maka tidak diperkenankan untuk mengambil upah atas air tersebut menurut pendapat shahih. | وَحَيْثُ وَجَبَ الْبَذْلُ لِلْمَاءِ امْتُنِعَ أَخْذُ الْعِوَضِ عَلَيْهِ عَلَى الصَّحِيْحِ |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum wakaf. | (فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْوَقْفِ |
Wakaf secara bahasa adalah menahan. | وَهُوَ لُغَةً الْحَبْسُ |
Dan secara syara’ adalah menahan harta tertentu yang menerima untuk dialih milikkan yang mungkin untuk dimanfaatkan tanpa menghilangkan barangnya dan memutus hak tasharruf pada barang tersebut karena untuk ditasharrufkan ke jalan kebaikan dengan tujuan mendekat kepada Allah Ta’ala. | وَشَرْعًا حَبْسُ مَالٍ مُعَيَّنٍ قَابِلٍ لِلنَّقْلِ يُمْكِنُ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ وَقَطْعُ التَّصَرُّفِ فِيْهِ عَلَى أَنْ يُصْرَفَ فِيْ جِهَّةِ خَيْرٍ تَقَرُّبًا إِلَى اللهِ تَعَالَى |
Syarat orang yang mewakafkan harus sah ibarah-nya dan sah untuk bersedekah kesunnahan. | وَشَرْطُ الْوَاقِفِ صِحَّةُ عِبَارَتِهِ وَأَهْلِيَةُ التَّبَرُّعِ |
Syarat Wakaf
Wakaf hukumnya jawaz dengan tiga syarat. | (وَالْوَقْفُ جَائِزٌ بِثَلَاثَةِ شَرَائِطَ) |
Dalam sebagian redaksi dengan menggunakan bahasa “wakaf hukumnya jawaz. Dan wakaf memiliki tiga syarat”. | وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَالْوَقْفُ جَائِزٌ وَلَهُ ثَلَاثَةُ شُرُوْطٍ |
Salah satunya, maukuf (barang yang diwakafkan) harus berupa barang yang bisa dimanfaatkan tanpa menghilangkan barangnya. | أَحَدُهَا (أَنْ يَكُوْنَ) الْمَوْقُوْفُ (مِمَّا يُنْتَفَعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ) |
Kemanfaatannya harus kemanfaatan yang mubah dan maqsud. | وَيَكُوْنُ الْاِنْتِفَاعُ مُبَاحًا مَقْصُوْدًا |
Sehingga tidak sah mewakafkan alat musik dan mewakafkan dirham untuk digunakan hiasan. | فَلَا يَصِحُّ وَقْفُ آلَةِ اللَّهْوِ وَلَا وَقْفُ دَرَاهِمَ لْلزِّيْنَةِ |
Tidak disyaratkan kemanfaat harus wujud pada saat itu. Sehingga hukumnya sah mewakafkan budak dan keledai yang masih kecil. | وَلَا يُشْتَرَطُ النَّفْعُ فِيْ الْحَالِ فَيَصِحُّ وَقْفُ عَبْدٍ وَجَحْشٍ صَغِيْرَيْنِ |
Adapun barang yang tidak bisa menetap ainiyah-nya seperti makanan dan wewangian, maka tidak sah mewakafkannya. | وَأَمَّا الَّذِيْ لَا يَبْقَى عَيْنُهُ كَمَطْعُوْمٍ وَرَيْحَانٍ فَلَا يَصِحُّ وَقْفُهُ |
Yang kedua, wakaf harus diberikan pada asal (maukuf alaih pertama) yang sudah wujud, dan far’ (maukuf alaih selanjutnya) yang tidak akan terputus -akan selalu ada-. | (وَ) الثَّانِيْ (أَنْ يَكُوْنَ) الْوَقْفُ (عَلَى أَصْلٍ مَوْجُوْدٍ وَفَرْعٍ لَا يَنْقَطِعُ) |
Sehingga mengecualikan wakaf yang diberikan kepada anaknya orang yang mewakafkan yang akan dilahirkan kemudian setelahnya diberikan kepada fuqara’. | فَخَرَجَ الْوَقْفُ عَلَى مَنْ سَيُوْلَدُ لِلْوَاقِفِ ثُمَّ عَلَى الْفُقَرَاءِ |
Contoh ini dinamakan dengan mungqati’ al awwal (maukuf alaih pertamanya terputus). | وَيُسَمَّى هَذَا مُنقَطِعَ الْأَوَّلِ |
Jika wakif (orang yang mewakafkan) tidak menyebutkan kata “kemudian setelahnya diberikan pada fuqara’”, maka contoh ini adalah mungqathi’ awwal wal akhir (maukuf pertama dan yang akhir terputus). | فَإِنْ لَمْ يَقُلْ ثُمَّ الْفُقَرَاءَ كَانَ مُنْقَطِعَ الْأَوَّلِ وَالْآخِرِ |
Perkataan mushannif “yang tidak terputus” mengecualikan wakaf yang mungqathi’ al akhir (terputus mauquf ‘alaih selanjutnya) seperti ucapan wakif, “saya mewakafkan barang ini pada Zaid kemudian pada anak-anaknya”, dan ia tidak menambahkan kata-kata setelah itu. | وَقَوْلُهُ لَا يَنْقَطِعُ اخْتِرَازٌ عَنِ الْوَقْفِ الْمُنْقَطِعِ الْآخِرِ كَقَوْلِهِ وَقَفْتُ هَذَا عَلَى زَيْدٍ ثُمَّ نَسْلِهِ وَلَمْ يَزِدْ عَلَى ذَلِكَ |
Dan dalam permasalahan ini terdapat dua thariq (pendapat), salah satunya mengatakan bahwa sesungguhnya contoh ini hukumnya batal sebagaimana permasalahan mungqathi’ al awwal. Ini adalah pendapat yang disetujui oleh mushannif. | وَفِيْهِ طَرِيْقَانِ أَحَدُهُمَا أَنَّهُ بَاطِلٌ كَمُنْقَطِعِ الْأَوَّلِ وَهُوَ الَّذِيْ مَشَى عَلَيْهِ الْمُصَنِّفُ |
Akan tetapi menurut pendapat yang rajih / kuat hukumnya adalah sah. | لَكِنِ الرَّاجِحُ الصِّحَةُ. |
Yang ketiga, wakaf tidak dilakukan pada sesuatu yang diharamkan. Lafadz “mahdhur” dengan menggunakan huruf dha’ yang dibaca dengan mengangkat lidah, maksudnya yang diharamkan. | (وَ) الثَّالِثُ (أَنْ لَا يَكُوْنَ) الْوَقْفُ (فِيْ مَحْظُوْرٍ) بِظَاءٍ مُشَالَةٍ أَي مُحَرَّمٍ |
Sehingga tidak sah wakaf untuk membangun gereja yang digunakan untuk beribadah. | فَلَا يَصِحُّ الْوَقْفُ عَلَى عِمَارَةِ كَنِيْسَةٍ لِلتَّعَبُّدِ |
Penjelasan mushannif ini memberi pemahaman bahwa sesungguhnya dalam wakaf tidak disyaratkan harus nampak jelas tujuan ibadahnya, bahkan yang penting tidak ada unsur maksiatnya, baik nampak jelas tujuan ibadahnya seperti wakaf kepada kaum fuqara’, atau tidak nampak jelas seperti wakaf kepada orang-orang kaya. | وَأَفْهَمَ كَلاَمُ الْمُصَنِّفِ أَنَّهُ لَا يُشْتَرَطُ فِيْ الْوَقْفِ ظُهُوْرُ قَصْدِ الْقُرْبَةِ بَلِ انْتِفَاءُ الْمَعْصِيَةِ سَوَاءٌ وُجِدَ فِي الْوَقْفِ ظُهُوْرُ قَصْدِ الْقُرْبَةِ كَالْوَقْفِ عَلَى الْفُقَرَاءِ أَمْ لَا كَالْوَقْفِ عَلَى الْأَغْنِيَاءِ |
Di dalam wakaf disyaratkan harus tidak dibatasi dengan waktu seperti, “aku wakafkan barang ini selama setahun.” | وَيُشْتَرَطُ فِيْ الْوَقْفِ أَنْ لَا يَكُوْنَ مُؤَقَّتًا كَوَقَفْتُ هَذَا سَنَةً |
Dan tidak digantungkan dengan sesuatu seperti ucapan wakif, “ketika datang awal bulan, maka sesungguhnya aku mewakafkan barang ini.” | وَأَنْ لَا يَكُوْنَ مُعَلَّقًا كَقَوْلِهِ إِذَا جَاءَ رَأْسُ الشَّهْرِ فَقَدْ وَقَفْتُ كَذَا |
Sesuai Syarat Wakif
Wakaf disesuaikan dengan apa yang disyaratkan oleh wakif pada barang tersebut, | (وَهُوَ) أَيِ الْوَقْفُ (عَلَى مَا شَرَّطَ الْوَاقِفُ) فِيْهِ |
Yaitu syarat mendahulukan sebagian dari orang-orang yang mendapatkan wakaf seperti, “aku wakafkan pada anak-anakku yang paling wira’i.” | (مِنْ تَقْدِيْمٍ) لِبَعْضِ الْمَوْقُوْفِ عَلَيْهِمْ كَوَقَفْتُ عَلَى أَوْلَادِيْ الْاَوْرَعِ مِنْهُمْ |
Atau mengakhirkan sebagiannya seperti, “aku wakafkan kepada anak-anakku. Kemudian ketika mereka sudah tidak ada, maka kepada anak-anak mereka.” | (أَوْ تَأْخِيْرٍ) كَوَقَفْتُ عَلَى أَوْلَادِيْ فَإِذَا انْقَرَضُوْا فَعَلَى أَوْلَادِهِمْ |
Atau menyamakan -diantara seluruh maukuf alaih- seperti, “aku wakafkan kepada anak-anakku sama rata antara yang laki-laki dan yang perempuan.” | (أَوْ تَسْوِيَةٍ) كَوَقَفْتُ عَلَى أَوْلَادِيْ بِالسَّوِيَةِ بَيْنَ ذُكُوْرِهِمْ وَإِنَاثِهِمْ |
Atau mengunggulkan sebagian anak-anaknya di atas sebagian yang lain seperti, “aku wakafkan kepada anak-anakku, yang laki-laki mendapatkan bagian dua kali lipat dari bagian yang perempuan.” | (أَوْ تَفْضِيْلٍ) لِبَعْضِ الْأَوْلَادِ عَلَى بَعْضٍ كَوَقَفْتُ عَلَى أَوْلَادِيْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ. |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum hibbah. | فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْهِبَّةِ |
Hibbah menurut bahasa adalah diambil dari kata-kata “tiupan air”. | هِيَ لُغَةً مَأْخُوْذٌ مِنْ هُبُوْبِ الرِّيْحِ |
Dan bisa diambil dari kata-kata “orang terbangun dari tidurnya ketika ia terjaga”, maka seakan-akan orang yang melakukan hibbah tersebut terjaga untuk melakukan kebaikan. | وَيَجُوْزُ أَنْ تَكُوْنَ مِنْ هَبَّ مِنْ نَوْمِهِ إِذَا اسْتَيْقَظَ فَكَأَنَّ فَاعِلَهَا اسْتَيْقَظَ لِلْإِحْسَانِ |
Hibbah secara syara’ adalah memberikan kepemilikan suatu benda secara langsung dan dimutlakkan saat masih hidup tanpa meminta imbal balik, walaupun kepada orang yang lebih tinggi derajatnya. | وَهِيَ فِي الشَّرْعِ تَمْلِيْكٌ مُنَجَّزٌ مُطْلَقٌ فِيْ عَيْنٍ حَالَ الْحَيَاةِ بِلَا عِوَضٍ وَلَوْ مِنَ الْأَعْلَى |
Dengan keterangan “secara langsung”, mengecualikan wasiat. | فَخَرَجَ بِالْمُنَجَّزِ الْوَصِيَّةُ |
Dengan keterangan “secara mutlak”, mengecualikan pemberikan milik yang dibatasi dengan waktu. | وَبِالْمُطْلَقِ التَّمْلِيْكُ الْمُؤَقَّتُ |
Dengan keterangan “benda”, maka mengecualikan hibbah berupa manfaat. | فَخَرَجَ بِالْعَيْنِ هِبَّةُ الْمَنَافِعِ |
Dengan keterangan “saat masih hidup”, mengecualikan wasiat. | وَخَرَجَ بِحَالِ الْحَيَاةِ الْوَصِيَّةُ |
Syarat Hibbah
Hibbah hukumnya tidak sah kecuali dengan ijab (serah) dan qabul (terima) dengan ucapan. | وَلَا تَصِحُّ الْهِبَّةُ إِلَّا بِإِيْجَابٍ وَقَبُوْلٍ لَفْظًا |
Dan mushannif menjelaskan batasan barang yang bisa dihibbahkan di dalam perkataan beliau, | وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ ضَابِطَ الْمَوْهُوْبِ فِيْ قَوْلِهِ |
Setiap barang yang boleh dijual, maka boleh dihibbahkan. | (وَكُلُّ مَا جَازَ بَيْعُهُ جَازَ هِبَّتُهُ) |
Dan sesuatu yang tidak boleh dijual seperti barang yang tidak jelas, maka tidak boleh dihibbahkan kecuali dua biji gandum dan sesamanya. | وَمَا لَا يَجُوْزُ بَيْعُهُ كَمَجْهُوْلٍ لَا يَجُوْزُ هِبَّتُهُ إِلَّا حَبَّتَيِ حِنْطَةٍ وَنَحْوَهَمَا |
Maka dua biji gandum tersebut tidak boleh dijual, namun boleh dihibbahkan. | فَلَا يَجُوْزُ بَيْعُهُمَا وَتَجُوْزُ هِبَّتُهُمَا |
Konsekwensi Hibbah
Hibbah tidak bisa dimiliki dan belum tetap kecuali barangnya telah diterima dengan seizin pemberi. | وَتُمْلَكُ (وَلَا تَلْزَمُ الْهِبَّةُ إِلَّا بِالْقَبْضِ) بِإِذْنِ الْوَاهِبِ |
Sehingga, seandainya orang yang diberi atau yang memberi meninggal dunia sebelum barang yang dihibbahkan diterima, maka hibbah tersebut tidak rusak, dan yang menggantikan keduanya adalah ahli warisnya didalam menerima dan menyerahkannya. | فَلَوْ مَاتَ الْمَوْهُوْبُ لَهُ أَوِ الْوَاهِبُ قَبْلَ قَبْضِ الْهِبَّةِ لَمْ تَنْفَسِخِ الْهِبَّةُ وَقَامَ وَارِثُهُ مَقَامَهُ فِيْ الْقَبْضِ وَالْإِقْبَاضِ |
Ketika orang yang diberi telah menerima barang pemberiannya, maka bagi si pemberi tidak diperkenankan menarik kembali kecuali ia adalah orang tua orang yang diberi, walaupun seatasnya. | (وَإِذَا قَبَضَهَا الْمَوْهُوْبُ لَهُ لَمْ يَكُنْ لِلْوَاهِبِ أَنْ يَرْجِعَ فِيْهَا إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ وَالِدًا)وَإِنْ عَلَا |
Ketika seseorang memberikan seumur hidup suatu barang, maksudnya rumah semisal, seperti ucapannya, “aku memberikan rumah ini seumur hidup padamu.” | (وَإِذَا أَعْمَرَ) شَخْصٌ (شَيْئًا) أَيْ دَارًا مَثَلًا كَقَوْلِهِ أَعْمَرْتُكَ هَذِهِ الدَّارَ |
Atau melakukan raqbah rumah tersebut pada orang lain seperti perkataannya, “aku memberikan raqbah rumah ini padamu dan aku menjadikan ruqbah padamu”, maksudnya “jika engkau meninggal dulu sebelum aku, maka rumah ini kembali padaku. Dan jika aku meninggal dulu sebelum engkau, maka rumah ini tetap menjadi milikmu.” | (أَوْ أَرْقَبَهُ) إِيَّاهَا كَقَوْلِهِ أَرْقَبْتُكَ هَذِهِ الدَّارَ وَجَعَلْتُهَا لَكَ رُقْبَى أَيْ إِنْ مُتَّ قَبْلِيْ عَادَتْ إِلَيَّ وَإِنْ مُتُّ قَبْلَكَ اسْتَقَرَّتْ لَكَ |
Kemudian orang yang diberi mau melakukan qabul (terima) dan menerimanya, maka sesuatu tersebut langsung menjadi milik orang yang diberi seumur hidup atau orang yang diberi ruqbah, dengan menggunakan bentuk kalimat isim maf’ul pada kedua bentuk lafadz tersebut. | فَقَبِلَ وَقَبِضَ (كَانَ) ذِلِكَ الشَّيْئُ (لِلْمُعَمَّرِ أَوْ لِلْمُرَقَّبِ) بَلَفْظِ اسْمِ الْمَفْعُوْلِ فِيْهِمَا |
Dan dimiliki oleh ahli warisnya setelah ia meninggal dunia. sedangkan syarat yang diucapkan tidak berguna. | (وَلِوَرَثَتِهِ مِنْ بَعْدِهِ) وَيَلْغُوْ الشَّرْطُ الْمَذْكُوْرُ |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum luqathah. | (فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ اللُّقَطَةِ |
Luqathah, dengan dibaca fathah huruf qafnya, adalah nama sesuatu yang ditemukan. | وَهِيَ بِفَتْحِ الْقَافِ اسْمٌ لِلشَّيْئِ الْمُلْتَقَطِ |
Makna luqathah secara syara’ adalah harta yang tersia-sia dari pemiliknya sebab jatuh, lupa dan sesamanya. | وَمَعْنَاهَا شَرْعًا مَالٌ ضَاعَ مِنْ مَالِكِهِ بِسُقُوْطٍ أَوْ غَفْلَةٍ وَنَحْوِهِمَا |
Ketika ada seseorang baik baligh atau belum, muslim atau bukan, fasiq ataupun tidak, menemukan barang temuan di bumi mawat ataupun di jalan, maka bagi dia diperkenankan mengambil atau membiarkannya. | (وَإِذَا وَجَدَ) شَخْصٌ بِالِغًا أَوْ لَا مُسْلِمًا كَانَ أَوْ لَا فَاسِقًا كَانَ أَوْ لَا (لُقَطَةً فِيْ مَوَاتٍ أَوْ طَرِيْقٍ فَلَهُ أَخْذُهَا وَتَرْكُهَا |
Akan tetapi mengambilnya lebih utama daripada membiarkannya, jika orang yang mengambilnya percaya bahwa dia bisa menjaganya. | وَ) لَكِنْ (أَخْذُهَا أَوْلَى مِنْ تَرْكِهَا إِنْ كَانَ) الْآخِذُ لَهَا (عَلَى ثِقَّةٍ مِنَ الْقِيَامِ بِهَا) |
Seandainya ia membiarkannya tanpa mengambil / memegangnya sama sekali, maka ia tidak memiliki tanggungan apa-apa. | فَلَوْ تَرَكَهَا مِنْ غَيْرِ أَخْذٍ لَمْ يَضْمَنْهَا |
Tidak wajib mengangkat saksi atas barang temuan baik karena untuk dimiliki ataupun hanya untuk dijaga. | وَلَا يَجِبُ الْإِشْهَادُ عَلَى الْتِقَاطِهَا لِتَمَلُّكٍ أَوْ حِفْظٍ |
Orang Yang Menemukan Fasiq
Bagi seorang qadli harus mengambil barang temuan dari orang yang fasiq dan menyerahkannya pada orang yang adil. | وَيَنْزَعُ الْقَاضِي اللُّقَطَةَ مِنَ الْفَاسِقِ وَيَضَعُهَا عِنْدَ عَدْلٍ |
Pengumuman orang fasiq atas barang temuan tidak bisa dibuat pegangan, bahkan qadli harus menyertakan seorang pengawas yang adil pada orang fasiq tersebut agar bisa mencegahnya dari berhianat pada barang temuan tersebut. | وَلَا يَعْتَمِدُ تَعْرِيْفَ الْفَاسِقِ اللُّقَطَةَ بَلْ يَضُمُّ الْقَاضِيْ إِلَيْهِ رَقِيْبًا عَدْلًا يَمْنَعُهُ مِنَ الْخِيَانَةِ فِيْهَا |
Anak Kecil yang Menemukan Luqathah
Seorang wali harus mengambil barang temuan dari tangan anak kecil dan mengumumkannya. | وَيَنْزِعُ الْوَلِيُّ اللُّقَطَةَ مِنْ يَدِّ الصَّبِيِّ وَيُعَرِّفُهَا |
Kemudian setelah mengumumkan, wali berhak mengambil kepemilikan barang temuan tersebut untuk si anak kecil, jika ia melihat ada maslahah dalam mengambil kepemilikan barang temuan tersebut untuk si anak kecil. | ثُمَّ بَعْدَ التَّعْرِيْفِ يَتَمَلَّكُ اللُّقَطَةَ لِلصَّبِيِّ إِنْ رَأَى الْمَصْلَحَةَ فِيْ تَمَلُّكِهَا لَهُ |
Konsekwensi Menemukan Luqathah
Ketika seseorang mengambil barang temuan, maka wajib bagi dia untuk mengetahui enam perkara pada barang temuan tersebut setelah mengambilnya. | (وَإِذَا أَخَذَهَا) أَيِ اللُّقَطَةَ (وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يَعْرِفَ) فِيْ اللُّقَطَةِ عَقِبَ أَخْذِهَا (سِتَّةَ أَشْيَاءَ |
Yaitu wadahnya, apakah dari kulit atau kain semisal. | وِعَاءَهَا) مِنْ جِلْدٍ أَوْ خِرْقَةٍ مَثَلًا |
‘ifash-nya, yaitu yang bermakna wadah. | (وَعِفَاصَهَا) هُوَ بِمَعْنَى الْوِعَاءِ |
Dan talinya. Lafadz “wika’” dengan dibaca panjang. Wika’ adalah tali yang digunakan untuk mengikat barang temuan tersebut. | (وَوِكَاءَهَا) بِالْمَدِّ وَهُوَ الْخَيْطُ الَّذِيْ تُرْبَطُ بِهِ |
Dan jenisnya, dari emas atau perak. Jumlahnya dan timbangannya. | (وَجِنْسَهَا) مِنْ ذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ (وَعَدَدَهَا وَوَزْنَهَا) |
Lafadz “ya’rifa”, dengan dibaca fathah huruf awalnya dan dibaca sukun huruf yang kedua, itu diambil dari masdar “ma’rifah (mengetahui)” bukan dari masdar “ta’rif (Mengumumkan)”. | وَيَعْرِفَ بِفَتْحِ أَوَّلِهِ وَسُكُوْنِ ثَانِيْهِ مِنَ الْمَعْرِفَةِ لَا مِنَ التَّعْرِيْفِ |
Dan wajib untuk menjaganya ditempat penyimpan barang sesamanya. | (وَ) أَنْ يَحْفَظَهَا) حَتْمًا (فِيْ حِرْزِ مِثْلِهَا) |
Ketika Ingin Memiliki Luqathah
Kemudian setelah apa yang telah dijelaskan tersebut, ketika penemu ingin memiliki barang tersebut, maka wajib baginya mengumumkan selama setahun di pintu-pintu masjid saat orang-orang keluar habis sholat berjama’ah. Lafadz “’arrafa” dengan ditasydid huruf ra’nya, diambil dari masdar “ta’rif (mengumumkan)” tidak dari masdar “ma’rifah (mengetahui)”. | ثُمَّ بَعْدَ مَا ذُكِرَ(إِذَا أَرَادَ) الْمُلْتَقِطُ (تَمَلُّكَهَا عَرَّفَهَا) بِتَشْدِيْدِ الرَّاءِ مِنَ التَّعْرِيْفِ لَا مِنَ الْمَعْرِفَةِ (سَنَةً عَلَى أَبْوَابِ الْمَسَاجِدِ) عِنْدَ خُرُوْجِ النَّاسِ مِنَ الْجَمَاعَةِ |
Dan di tempat ia menemukan barang tersebut. | (وَفِيْ الْمَوْضِعِ الَّذِيْ وَجَدَهَا فِيْهِ) |
Di pasar-pasar dan sesamanya yaitu tempat-tempat berkumpulnya manusia. | وَفِيْ الْأَسْوَاقِ وَنَحْوِهَا مِنْ مَجَامِعِ النَّاسِ |
Masa Mengumumkan
Mengumumkan itu disesuaikan dengan kebiasaan, waktu dan tempatnya. | وَيَكُوْنُ التَّعْرِيْفُ عَلَى الْعَادَةِ زَمَانًا وَمَكَانًا |
Permulaan setahun dihitung sejak waktu mengumumkan, bukan dari waktu menemukan barang tersebut. | وَابْتِدَاءُ السَّنَةِ يُحْسَبُ مِنْ وَقْتِ التَّعْرِيْفِ لَا مِنْ وَقْتِ الْاِلْتِقَاطِ |
Tidak wajib mengumumkan selama setahun secara penuh. | وَلَا يَجِبُ اسْتِيْعَابُ السَّنَةِ بِالتَّعْرِيْفِ |
Akan tetapi pertama mengumumkan setiap hari dua kali, pagi dan sore tidak malam hari dan tidak pada waktu qailulah (istirahat siang). | بَلْ يُعَرِّفُ أَوَّلًا كُلَّ يَوْمٍ مَرَّتَيْنِ طَرَفَيِ النَّهَارِ لَا لَيْلًا وَلَا وَقْتَ الْقَيْلُوْلَةِ |
Setelah itu kemudian mengumumkan setiap minggu satu atau dua kali. | ثُمَّ يُعَرِّفُ بَعْدَ ذَلِكَ كُلَّ أُسْبُوْعٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ |
Praktek Pengumuman
Saat mengumumkan barang temuan, si penemu hanya boleh menyebutkan sebagian dari ciri-ciri barang temuannya. | وَيَذْكُرُ الْمُلْتَقِطُ فِيْ تَعْرِيْفِ اللُّقَطَةِ بَعْضَ أَوْصَافِهَا |
Sehingga, jika ia terlalu banyak menyebutkan ciri-cirinya, maka ia terkena beban untuk menggantinya (dlaman). | فَإِنْ بَالَغَ فِيْهَا ضَمِنَ |
Bagi si penemu tidak wajib mengeluarkan biaya pengumuman jika ia mengambil barang temuan tersebut dengan tujuan menjaganya karena pemiliknya. | وَلَا يَلْزَمُهُ مُؤْنَةُ التَّعْرِيْفِ إِنْ أَخَذَ اللُّقَطَةَ لِيَحْفِظَهَا عَلَى مَالِكِهَا |
Bahkan bagi qadli mengambilkan biayanya dari baitulmal atau si penemu hutang biaya tersebut atas nama si pemilik barang. | بَلْ يُرَتِّبُهَا الْقَاضِيْ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ أَوْ يَقْتَرِضُهَا عَلَى الْمَالِكِ |
Jika ia mengambil barang temuan tersebut untuk dimiliki, maka wajib baginya mengumumkan dan wajib mengeluarkan biaya pengumumannya. Baik setelah itu ia memang memilikinya ataupun tidak. | وَإِنْ أَخَذَ اللُّقَطَةَ لِيَتَمَلَّكَهَا وَجَبَ عَلَيْهِ تَعْرِيْفُهَا وَلَزِمَهُ مُؤْنَةُ تَعْرِيْفِهَا سَوَاءٌ تَمَلَّكَهَا بَعْدَ ذَلِكَ أَمْ لَا |
Barang siapa menemukan barang yang remeh, maka ia tidak wajib mengumumkan selama setahun, bahkan cukup mengumumkan dalam selang waktu yang ia sangka bahwa pemiliknya sudah tidak memperdulikan barang tersebut setelah waktu itu. | وَمَنِ الْتَقَطَ شَيْئًا حَقِيْرًا لَا يُعَرِّفُهُ سَنَةً بَلْ يُعَرِّفُهُ زَمَنًا يَظُنُّ أَنَّ فَاقِدَهُ يُعْرِضُ عَنْهُ بَعْدَ ذِلِكَ الزَّمَنِ |
Kemudian, jika ia tidak menemukan pemiliknya setelah mengumumkannya selama setahun, maka baginya diperkenankan untuk memiliki barang temuan tersebut dengan syarat akan menggantinya -saat pemiliknya sudah ditemukan-. | (فَإِنْ لَمْ يَجِدْ صَاحِبَهَا) بَعْدَ تَعْرِيْفِهَا سَنَةً (كَانَ لَهُ أَنْ يَتَمَلَّكَهَا بِشَرْطِ الضَّمَانِ) لَهَا |
Si penemu tidak bisa langsung memiliki barang temuan tersebut hanya dengan lewatnya masa setahun, bahkan harus ada kata-kata yang menunjukkan pengambilan kepemilikan seperti, “saya mengambil kepemilikan barang temuan ini.” | وَلَا يَمْلِكُهَا الْمُلْتَقِطُ بِمُجَرَّدِ مُضِيِّ السَّنَةِ بَلْ لَا بُدَّ مِنْ لَفْظٍ يَدُلُّ عَلَى التَّمَلُّكِ كَتَمَلَّكْتُ هَذِهِ اللُّقَطَةَ |
Jika Pemiliknya Datang
Jika ia sudah mengambil kepemilikan barang temuan tersebut dan ternyata pemiliknya datang saat barang tersebut masih tetap seperti semula dan keduanya sepakat untuk mengembalikan barang itu atau sepakat mengembalikan gantinya, maka urusannya sudah jelas. | فَإِنْ تَمَلَّكَهَا وَظَهَرَ مَالِكُهَا وَهِيَ بَاقِيَةٌ وَاتَّفَقَا عَلَى رَدِّ عَيْنِهَا أَوْ بَدَلِهَا فَالْأَمْرُ فِيْهِ وَاضِحٌ |
Jika keduanya berbeda pendapat, si pemilik menginginkan barang tersebut dan si penemu ingin pindah pada gantinya, maka yang dikabulkan adalah sang pemilik menurut pendapat al ashah. | وَإِنْ تَنَازَعَا فَطَلَبَهَا الْمَالِكُ وَأَرَادَ الْمُلْتَقِطُ الْعُدُوْلَ إِلَى بَدَلِهَا أُجِيْبَ الْمَالِكُ فِيْ الْأَصَحِّ |
Jika barang temuan tersebut rusak setelah diambil kepemilikan oleh si penemu, maka ia wajib mengganti barang sesamanya jika memang barang temuan tersebut berupa barang mitsl. | وَإِنْ تَلِفَتِ اللُّقَطَةُ بَعْدَ تَمَلُّكِهَا غَرَمَ الْمُلْتَقِطُ مِثْلَهَا إِنْ كَانَتْ مِثْلِيَّةً |
Atau mengganti harganya jika barang tersebut berupa barang yang memiliki harga, dengan ukuran harga saat mengambil kepemilikan. | أَوْ قِيْمَتَهَا إِنْ كَانَتْ مُتَقَوَّمَةً يَوْمَ التَّمَلُّكِ لَهَا |
Jika barang temuan tersebut menjadi kurang sebab cacat, maka bagi si pemilik diperkenankan mengambilnya beserta ganti rugi dari kekurangan tersebut menurut pendapat al ashah. | وَإِنْ نَقَصَتْ بِعَيْبٍ فَلَهُ أَخْذُهَا مَعَ الْأُرْشِ فِيْ الْأَصَحِّ |
Pembagian Barang Temuan
Barang temuan, dalam sebagian redaksi menggunakan “jumlah barang temuan”, terbagi menjadi empat macam. | (وَاللُّقَطَةُ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَجُمْلَةُ اللُّقَطَةِ (عَلَى أَرْبَعَةِ أَضْرُبٍ) |
Salah satunya barang yang utuh dalam jangka waktu lama seperti emas dan perak. | أَحَدُهَا (مَا يَبْقَى عَلَى الدَّوَامِ) كَذَهَبٍ وَفِضَّةٍ |
Maka hal ini, maksudnya keterangan yang sudah lewat yaitu mengumumkan selama setahun dan mengambil kepemilikkan setelah melewati setahun, adalah hukumnya, maksudnya hukum barang yang utuh dalam jangka waktu lama. | (فَهَذَا) أَيْ مَا سَبَقَ مِنْ تَعْرِيْفِهَا سَنَةً وَتَمَلُّكِهَا بَعْدَ السَّنَةِ (حُكْمُهُ) أَيْ حُكْمُ مَا يَبْقَى عَلَى الدَّوَامِ |
Macam kedua adalah barang temuan yang tidak tahan lama seperti makanan basah. | (وَ) الضَّرْبُ (الثَّانِيْ مَا لَا يَبْقَى) عَلَى الدَّوَامِ (كَالطَّعَامِ الرَّطْبِ |
Maka penemu barang tersebut diperkenankan memilih antara dua hal. | فَهُوَ) أَيِ الْمُلْتَقِطُ لَهُ (مُخَيَّرٌ بَيْنَ) خَصْلَتَيْنِ |
Memakan dan menggantinya, maksudnya mengganti harganya. Atau menjualnya dan menjaga hasil penjualannya hingga jelas siapa pemiliknya. | (أَكْلِهِ وَغَرْمِهِ) أَيْ غَرْمِ قِيْمَتِهِ (أَوْ بَيْعِهِ وَحِفْظِ ثَمَنِهِ) إِلَى ظُهُوْرِ مَالِكِهِ |
Yang ketiga adalah barang yang tahan lama dengan cara diproses seperti kurma basah dan anggur basah. | (وَالثَّالِثُ مَا يَبْقَى بِعِلَاجٍ) فِيْهِ (كَالرُّطَبِ) وَالْعِنَبِ |
Maka si penemu melakukan hal yang maslahah, yaitu menjual dan menjaga hasil penjualannya, atau mengeringkan dan menjaganya hingga jelas siapa pemiliknya. | (فَيَفْعَلُ مَا فِيْهِ الْمَصْلَحَةُ مِنْ بَيْعِهِ وَحِفْظِ ثَمَنِهِ أَوْ تَخْفِيْفِهِ وَحِفْظِهِ) إِلَى ظُهُوْرِ مَالِكِهِ |
Yang ke empat adalah barang temuan yang butuh nafkah seperti binatang. Dan bagian ini ada dua macam, | (وَ الرَّابِعُ مَا يَحْتَاجُ إِلَى نَفَقَةٍ كَالْحَيَوَانِ وَهُوَ ضَرْبَانِ) |
Salah satunya adalah binatang yang tidak bisa menjaga diri dari binatang pemburu yang kecil, seperti kambing dan anak sapi. | أَحَدُهُمَا (حَيَوَانٌ لَا يَمْتَنِعُ بِنَفْسِهِ) مِنْ صِغَارِ السِّبَاعِ كَغَنَمٍ وَعَجْلٍ |
Maka bagi penemunya diperkenankan memilih diantara tiga perkara, memakan dan mengganti harganya, membiarkan tidak memakannya dan dan bersedekah dengan memberi nafkah padanya, atau menjual dan menjaga hasil penjualannya hingga jelas siapa pemiliknya. | (فَهُوَ) أَيْ مُلْتَقِطُهُ (مُخَيَّرٌ) فِيْهِ (بَيْنَ) ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ (أَكْلِهِ وَغَرْمِ ثَمَنِهِ أَوْ تَرْكِهِ) بِلَا أَكْلٍ. (وَالتَّطَوُّعِ بِالْإِنْفَاقِ عَلَيْهِ أَوْ بَيْعِهِ وَحِفْظِ ثَمَنَهِ) إِلَى ظُهُوْرِ مَالِكِهِ |
Yang kedua adalah binatang yang bisa menjaga diri dari binatang-binatang pemburu yang kecil seperti onta dan kuda. | (وَ) الثَّانِيْ (حَيَوَانٌ يَمْتَنِعُ بِنَفْسِهِ) مِنْ صِغَارِ السِّبَاعِ كَبَعِيْرٍ وَفَرَسٍ |
Maka, jika si penemu menemukannya di alam bebas, maka harus membiarkannya, dan haram mengambilnya untuk dimiliki. | (فَإِنْ وَجَدَهُ) الْمُلْتَقِطُ (فِيْ الصَّحْرَاءِ تَرَكَهُ) وَحَرُمَ اِلْتِقَاطُهُ لِلتَّمَلُّكِ |
Sehingga, seandainya ia mengambilnya untuk dimiliki, maka ia memiliki beban untuk menggantinya (dlamman). | فَلَوْ أَخَذَهُ لِلتَّمَلُّكِ ضَمِنَهُ |
Jika si penemu menemukannya di pemukiman, maka ia diperkenankan memiliki di antara tiga hal pada binatang tersebut. | (وَإِنْ وَجَدَهُ) الْمُلْتَقِطُ (فِيْ الْحَضَرِ فَهُوَ مُخَيَّرٌ بَيْنَ الْأَشْيَاءِ الثَّلَاثَةِ فِيْهِ) |
Yang dikehendaki adalah tiga hal yang telah dijelaskan dalam permasalahan binatang yang tidak bisa menjaga diri. | وَالْمُرَادُ الثَّلَاثَةُ السَّابِقَةُ فِيْمَا لَا يَمْتَنِعُ |
(Fasal) menjelasakan hukum-hukum laqith. | (فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ اللَّقِيْطِ |
Laqith adalah anak kecil yang terlantar dan tidak ada yang mengurusnya baik ayah, kakek, atau orang-orang yang menggantikan keduanya. | وَهُوَ صَبِيٌّ مَنْبُوْذٌ لَا كَافِلَ لَهُ مِنْ أَبٍّ أَوْ جَدٍّ أَوْ مَنْ يَقُوْمُ مَقَامَهُمَا |
Disamakan dengan anak kecil, sebagaimana yang diungkapkan oleh sebagian ulama’, adalah orang gila yang sudah baligh. | وَيُلْحَقُ بِالصَّبِيِّ كَمَا قَالَ بَعْضُهُمُ الْمَجْنُوْنُ الْبَالِغُ |
Hukum Mengambil Laqith
Ketika ada seorang laqith, dengan makna malquth (anak yang ditemukan), ditemukan di pinggir jalan, maka mengambilnya dari sana, merawat dan menanggungnya hukumnya adalah wajib kifayah. | (وَإَذَا وُجِدَ لَقِيْطٌ) بِمَعْنَى مَلْقُوْطٍ (بِقَارِعَةِ الطَّرِيْقِ فَأَخْذُهُ) مِنْهَا (وَتَرْتِيْبُهُ وَكَفَالَتُهُ وَاجِبَةٌ عَلَى الْكِفَايَةِ) |
Ketika ia sudah diambil oleh sebagian orang yang berhak untuk merawat laqith, maka tuntutan dosa menjadi gugur dari yang lainnya. | فَإِذَا الْتَقَطَهُ بَعْضٌ مِمَنْ هُوَ أَهْلٌ لِحَضَانَةِ اللَّقِيْطِ سَقَطَ الْإِثْمُ عَنِ الْبَاقِيْ |
Sehingga, jika tidak ada seorangpun yang mau mengambilnya, maka semuanya berdosa. | فَإِنْ لَمْ يَلْتَقِطْهُ أَحَدٌ أَثِمَ الْجَمِيْعُ |
Seandainya yang mengetahuinya hanya satu orang, maka tuntutan hanya tertentu pada orang tersebut (fardlu ‘ain). | وَلَوْ عَلِمَ بِهِ وَاحِدٌ فَقَدْ تَعَيَّنَ عَلَيْهِ |
Menurut pendapat al ashah, wajib mengangkat saksi atas temuan anak terlantar. | وَيَجِبُ فِيْ الْأَصَحِّ الْإِشْهَادُ عَلَى الْتِقَاطِهِ |
Syarat Orang yang Mengambil Laqith
Mushannif memberi isyarah terhadap syarat-syarat penemu anak terlantar dengan perkataan beliau -di bawah ini-. | وَأَشَارَ الْمُصَنِّفُ لِشَرْطِ الْمُلْتَقِطِ بِقَوْلِهِ. |
Seorang laqith tidak diserahkan kecuali pada orang yang dapat dipercaya, merdeka, islam dan rasyid. | (وَلَا يُقَرُّ) اللَّقِيْطُ (إِلاَّ فِيْ يَدِّ أَمِيْنٍ) حُرٍّ مُسْلِمٍ رَشِيْدٍ |
Jika ditemukan harta besertaan dengan anak tersebut, maka seorang hakim menafkahinya dari harta itu. Bagi si penemu tidak diperkenankan menafkahi anak tersebut dari harta itu kecuali dengan izin hakim. | (فَإِنْ وُجِدَ مَعَهُ) أَيِ اللَّقِيْطِ (مَالٌ أَنْفَقَ عَلَيْهِ الْحَاكِمُ مِنْهُ) وَلَا يُنْفِقُ الْمُلْتَقِطُ عَلَيْهِ مِنْهُ إِلَّا بِإِذْنِ الْحَاكِمِ |
Jika tidak ditemukan harta besertaan dengan anak tersebut, maka nafkahnya diambilkan di baitulmal, jika memang ia tidak memiliki hak pada harta yang umum seperti harta wakaf untuk anak-anak terlantar. | (وَإِنْ لَمْ يُوْجَدْ مَعَهُ) أَيِ اللَّقِيْطِ (مَالٌ فَنَفَقَتُهُ) كَائِنَةٌ (فِيْ بَيْتِ الْمَالِ) إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مَالٌ عَامٌ كَالْوَقْفِ عَلَى اللُّقَطَاءِ |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum wadi’ah. | (فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْوَدِيْعَةِ |
Lafadz “wadi’ah” yang mengikut pada wazan “fa’ilatun” diambil dari fi’il madli “wadda’a” (orang meninggalkan) ketika ia meninggalkannya. | هِيَ فَعِيْلَةٌ مِنْ وَدَّعَ إِذَا تَرَكَ |
Secara bahasa, wadi’ah diungkapkan pada sesuatu yang dititipkan pada selain pemiliknya untuk dijaga. | وَتُطْلَقُ لُغَةً عَلَى الشَّيْئِ الْمَوْدُوْعِ عِنْدَ غَيْرِ صَاحِبِهِ لِلْحِفْظِ |
Dan secara syara’ diungkapkan pada akad yang menetapkan penjagaan. | وَتُطْلَقُ شَرْعًا عَلَى الْعَقْدِ الْمُقْتَضِيْ لِلْاِسْتِحْفَاظِ |
Hukum Wadi’ah
Wadi’ah adalah amanah yang berada di tangan wadi’ (orang yang dititipi). | (وَالْوَدِيْعَةُ أَمَانَةٌ) فِيْ يَدِّ الْوَدِيْعِ |
Disunnahkan untuk menerima titipan bagi orang yang mampu melaksanakan amanah pada titipan tersebut, jika memang di sana masih ada orang yang lain. | (وَيُسْتَحَبُّ قَبُوْلُهُا لِمَنْ قَامَ بِالْأَمَانَةِ فِيْهَا) إِنْ كَانَ ثَمَّ غَيْرُهُ |
Jika tidak ada, maka wajib untuk menerimanya sebagaimana yang dimutlakkan oleh segolongan ulama’. | وَإِلَّا وَجَبَ قَبُوْلُهَا كَمَا أَطْلَقَهُ جَمْعٌ |
Imam an Nawawi berkata di dalam kitab ar Raudlah dan kitab asalnya, “hukum ini diarahkan untuk penerimaannya saja bukan masalah menggunakan kemanfaatan dan tempat penjagaannya secara gratis.” | قَالَ فِيْ الرَّوْضَةِ كَأَصْلِهَا وَهَذَا مَحْمُوْلٌ عَلَى أَصْلِ الْقَبُوْلِ دُوْنَ إِتْلَافِ مَنْفَعَتِهِ وَحِرْزِهِ مَجَانًا |
Konsekwensi Titipan
Wadi’ tidak wajib mengganti barang titipan kecuali ia berbuat ceroboh pada barang titipan tersebut. | (وَلَا يَضْمَنُ) الْوَدِيْعُ الْوَدِيْعَةَ (إِلَّا بِالتَّعَدِّيْ) فِيْهَا |
Bentuk-bentuk kecerobohan itu banyak dan disebutkan di dalam kitab-kitab yang panjang penjelasannya. | وَصُوَرُ التَّعَدِّيْ كَثِيْرَةٌ مَذْكُوْرَةٌ فِيْ الْمُطَوَّلَاتِ |
Di antaranya adalah ia menitipkan barang titipan tersebut pada orang lain tanpa seizin pemilik dan tidak ada udzur padanya. | مِنْهَا أَنْ يُوْدِعَ الْوَدِيْعَةَ عِنْدَ غَيْرِهِ بِلَا إِذْنٍ مِنَ الْمَالِكِ وَلَا عُذْرَ مِنَ الْوَدِيْعِ |
Di antaranya adalah ia memindah barang titipan dari satu perkampungan atau satu rumah ke tempat lain yang ukuran keamaannya di bawah tempat yang pertama. | وَمِنْهَا أَنْ يَنْقُلَهَا مِنْ مَحِلَّةٍ أَوْ دَارٍ إِلَى أُخْرَى دُوْنَهَا فِي الْحِرْزِ. |
Ucapan al muda’ (orang yang dititipi), dengan membaca fathah pada huruf dalnya, diterima dalam hal mengembalikannya pada al mudi’ (orang yang menitipkan), dengan dibaca kasrah huruf dalnya. | (وَقَوْلُ الْمُوْدَعِ) بِفَتْحِ الدَّالِ (مَقْبُوْلٌ فِيْ رَدِّهَا عَلَى الْمُوْدِعِ) بِكَسْرِ الدَّالِ |
Bagi wadi’ harus menjaga barang titipan di tempat penjagaan barang sesamanya. | (وَعَلَيْهِ) أَيِ الْوَدِيْعِ (أَنْ يَحْفَظَهَا فِيْ حِرْزِ مِثْلِهَا) |
Jika tidak dilakukan, maka ia memiliki beban menggantinya. | فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ ضَمِنَ |
Ketika wadi’ diminta untuk mengembalikan barang titipan, namun ia tidak memberikannya padahal mampu ia lakukan, hingga barang tersebut rusak, maka ia wajib menggantinya. | (وَإِذَا طُوْلِبَ) الْوَدِيْعُ (بِهَا) أَيْ بِالْوَدِيْعَةِ (فَلَمْ يُخْرِجْهَا مَعَ الْقُدْرَةِ عَلَيْهَا حَتَّى تَلِفَتْ ضَمِنَ) |
Sehingga, jika ia menundah untuk mengembalikan sebab ada udzur, maka ia tidak wajib menggantinya. | فَإِنْ أَخَّرَ إِخْرَاجَهَا بِعُذْرٍ لَمْ يَضْمَنْ. |
KITAB FARAIDL (WARIS) DAN WASIAT
Lafadz “al fara’id” adalah bentuk kalimat jama’ dari lafardz “faridlah” dengan menggunakan makna faladz “mafrudlah” yang diambil dari bentuk kalimat masdar “al fardl” dengan menggunakan makna bagian pasti. | وَالْفَرَائِضُ جَمْعُ فَرِيْضَة ٍبِمَعْنَى مَفْرُوْضَةٍ مِنَ الْفَرْضِ بِمَعْنَى التَّقْدِيْرِ |
Al faridlah secara syara’ adalah nama bagian pasti bagi orang yang menghakinya. | وَالْفَرِيْضَةُ شَرْعًا اسْمُ نَصِيْبٍ مُقَدَّرٍ لِمُسْتَحِقِّهِ |
Lafadz “al washaya” adalah bentuk kalimat jama’ lafadz “washiyyah” dari kata-kata “aku menyambung sesuatu dengan sesuatu yang lain ketika aku menyambungnya dengan sesuatu yang lain tersebut”. | وَالْوَصَايَا جَمْعُ وَصِيَّةٍ مِنْ وَصَّيْتُ الشَّيْئَ بِالشَّيْئِ إِذَا وَصَلْتُهُ بِهِ |
Wasiat secara syara’ adalah bersedekah sunnah dengan suatu hak yang disandarkan pada masa setelah meninggal dunia. | وَالْوَصِيَّةُ شَرْعًا تَبَرُّعٌ بِحَقٍّ مُضَافٌ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ. |
Golongan Ahli Waris Laki-Laki
Golongan ahli waris dari pihak laki-laki yang disepati berhak menerima warisan ada sepuluh orang secara ringkas, dan lima belas orang secara terperinci. | (وَالْوَارِثُوْنَ مِنَ الرِّجَالِ) الْمُجْمَعِ عَلَى إِرْثِهِمْ (عَشْرَةٌ) بِالْاِخْتِصَارِ وَبِالْبَسْطِ خَمْسَةَ عَشَرَ |
Mushannif menyebutkan sepuluh orang tersebut dengan perkataan beliau, “yaitu anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki terus hingga ke bawah, ayah, kakek hingga terus ke atas, saudara laki-laki, putra dari saudara laki-laki walaupun agak jauh, paman dari ayah, putra paman dari ayah walaupun jarak keduanya jauh, suami, dan majikan yang telah memerdekakan. | وَعَدَّ الْمُصَنِّفُ الْعَشْرَةَ بِقَوْلِهِ (الاِبْنُ وَابْنُ الْاِبْنِ وَإِنْ سَفُلَ وَالْأَبُّ وَالْجَدُّ وَإِنْ عَلَا وَالْأَخُ وَابْنُ الْلأَخِ وَإِنْ تَرَاخَى وَالْعَمُّ وَابْنُ الْعَمِّ وَإِنْ تَبَاعَدَا وَالزَّوْجُ وَالْمَوْلَى الْمُعْتِقُ) |
Seandainya semua golongan laki-laki ini berkumpul, maka yang mendapatkan warisan dari mereka hanya tiga orang, yaitu ayah, anak laki-laki dan suami. | وَلَوِ اجْتَمَعَ كُلُّ الرِّجَالِ وَرَثَ مِنْهُمْ ثَلَاثَةٌ الْأَبُّ وَالْاِبْنُ وَالزَّوْجُ فَقَطْ |
Mayat dalam kasus ini tidak lain adalah mayat perempuan. | وَلَا يَكُوْنُ الْمَيِّتُ فِيْ هَذِهِ الصُّوْرَةِ إِلَّا امْرَأَةً. |
Golongan Ahli Waris Perempuan
Golongan ahli waris dari pihak perempuan yang disepakati berhak mendapat warisan ada tujuh orang secara ringkas, dan sepuluh orang secara terperinci. | (وَالْوَارِثَاتُ مِنَ النِّسَاءِ) الْمُجْمَعِ عَلَى إِرْثِهِنَّ (سَبْعٌ) بِالْاِخْتِصَارِ وَبِالْبَسْطِ عَشْرَةٌ |
Mushannif menyebutkan ketujuh golongan tersebut di dalam perkataan beliau, “yaitu anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki walaupun hingga ke bawah, ibu, nenek walaupun hingga ke atas, saudara perempuan, istri, dan majikan perempuan yang memerdekan” hingga akhir penjelasan beliau. | وَعَدَّ الْمُصَنِّفُ السَّبْعَ فِيْ قَوْلِهِ (الْبِنْتُ وَبِنْتُ الْاِبْنِ) وَإِنْ سَفُلَتْ (وَالْأُمُّ وَالْجَدَّةُ) وَإِنْ عَلَتْ (وَالْأُخْتُ وَالزَّوْجَةُ وَالْمَوْلَاةُ الْمُعْتِقَةُ) الخ |
Seandainya seluruh golongan perempuan saja yang berkumpul, maka yang mendapat warisan dari mereka hanya lima orang, yaitu anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, istri dan saudara perempuan seibu sebapak. | وَلَوِ اجْتَمَعَ كُلُّ النِّسَاءِ فَقَطْ وَرَثَ مِنْهُنَّ خَمْسٌ الْبِنْتُ وَبِنْتُ الْاِبْنِ وَالْأُمُّ وَالزَّوْجَةُ وَالْأُخْتُ الشَّقِيْقَةُ |
Mayat dalam bentuk ini tidak lain kecuali berupa mayat laki-laki. | وَلَا يَكُوْنُ الْمَيِّتُ فِيْ هَذِهِ الصُّوْرَةِ إِلَّا رَجُلًا |
Orang Yang Pasti Mendapatkan Warisan
Golongan ahli waris yang tidak akan pernah gugur dalam berbagai keadaan ada lima orang, yaitu zaujain maksudnya suami dan istri, abawain maksudnya ayah dan ibu, dan putra kandung, baik laki-laki atau perempuan. | (وَمَنْ لَا يَسْقُطُ) مِنَ الْوَرَثَةِ (بِحَالٍ خَمْسَةٌ الزَّوْجَانِ) أَيِ الزَّوْجُ وَالزَّوْجَةُ (وَالْأَبَوَانِ) أَيِ الْأَبُّ وَالْأُمُّ (وَوَلَدُ الصُّلْبِ) ذَكَرًا كَانَ أَوْ أُنْثَى. |
Yang Tidak Bisa Mewaris
Orang yang sama sekali tidak bisa mendapat warisan dalam berbagai keadaan ada tujuh, yaitu budak laki-laki dan perempuan. | (وَمَنْ لَا يَرِثُ بِحَالٍ سَبْعَةٌ الْعَبْدُ) وَالْأَمَّةُ |
Seandainya mushannif menggungkapkan dengan bahasa “raqiq”, niscaya akan lebih baik. | وَلَوْ عَبَّرَ بِالرَّقِيْقِ لَكَانَ أَوْلَى |
Selanjutnya budak mudabbar, ummul walad, dan budak mukatab. | (وَالْمُدَبَّرُ وَأُمُّ الْوَلَدِ وَالْمُكَاتَبُ) |
Adapun budak yang sebagiannya distatuskan merdeka, ketika meninggal dunia dan meninggalkan harta yang ia miliki dengan status merdeka pada sebagian dari dirinya, maka ia akan diwaris oleh kerabatnya yang merdeka, istrinya dan orang yang memerdekakan sebagian dirinya. | وَأَمَّا الَّذِيْ بَعْضُهُ حُرٌّ إِذَا مَاتَ عَنْ مَالٍ مَلَكَهُ بِبَعْضِهِ الْحُرِّ وَرَثَهُ قَرِيْبُهُ الْحُرُّ وَزَوْجَتُهُ وَمُعْتِقُ بَعْضِهِ |
Dan orang yang membunuh. Seorang pembunuh tidak bisa mewaris orang yang ia bunuh, baik pembunuhan yang ia lakukan mendapatkan denda ataupun tidak. | (وَالْقَاتِلُ) لَا يَرِثُ مِمَنْ قَتَلَهُ سَوَاءٌ كَانَ قَتْلُهُ مَضْمُوْنًا أَمْ لَا |
Dan orang murtad. Seperti orang murtad adalah orang kafir zindiq. Kafir zindiq adalah orang yang menyebunyikan kekafirannya dan memperlihatkan keislamannya. | (وَالْمُرْتَدُ) وَمِثْلُهُ الْزِنْدِيْقُ وَهُوَ مَنْ يُخْفِيْ الْكُفْرَ وَيُظْهِرُ الْإِسْلَامَ |
Dan penganut dua agama yang berbeda. Sehingga orang muslim tidak bisa mewaris orang kafir, dan juga tidak bisa sebaliknya. | (وَأَهْلُ مِلَّتَيْنِ) فَلَا يَرِثُ مُسْلِمٌ مِنْ كَافِرٍ وَلَا عَكْسُهُ |
Orang kafir bisa mendapat warisan dari orang kafir yang lain walaupun agama keduanya berbeda seperti orang yahudi dan orang nashrani. | وَيَرِثُ الْكَافِرُ مِنَ الْكَافِرِ وَإِنِ اخْتَلَفَتْ مِلَّتُهُمَا كَيَهُوْدِي وَنَصْرَانِي |
Orang kafir harbi tidak bisa mewaris orang kafir dzimmi, dan tidak juga sebaliknya. | وَلَا يَرِثُ حَرْبِيٌّ مِنْ ذِمِيٍّ وَعَكْسُهُ |
Orang murtad tidak bisa mewaris orang murtad yang lain, tidak dari orang muslim dan tidak dari orang kafir. | وَالْمُرْتَدُّ لَا يَرِثُ مِنْ مُرْتَدٍّ وَلَا مِنْ مُسْلِمٍ وَلَا مِنْ كَافِرٍ. |
Waris Ashabah
Dan golongan waris ashabah yang terdekat. Dalam sebagian redaksi menggunakan kalimat mufrad “al ashabah”. | (وَأَقْرَبُ الْعَصَبَاتِ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَالْعَصَبَةُ |
Yang dikehendaki dengan golongan waris ashabah adalah orang yang ketika dalam keadaan diashabahkan tidak memiliki bagian pasti, yaitu dari orang-orang yang disepakati berhak mendapat warisan dan telah dijelaskan di depan. | وَأُرِيْدَ بِهَا مَنْ لَيْسَ لَهُ حَالَ تَعْصِيْبِهِ سَهْمٌ مُقَدَّرٌ مِنَ الْمُجْمَعِ عَلَى تَوْرِيْثِهِمْ وَسَبَقَ بَيَانُهُمْ |
Yang dipertimbangkan adalah bagian ketika dalam keadaan ashabah agar memasukkan ayah dan kakek. Karena sesungguhnya masing-masing dari keduanya memiliki bagian pasti di selain keadaan ashabah. | وَإِنَّمَا اعْتُبِرَ السَّهْمُ حَالَ التَّعْصِيْبِ لِيَدْخُلَ الْأَبُّ وَالْجَدُّ فَإِنَّ لِكُلٍّ مِنْهُمَا سَهْمًا مُقَدَّرًا فِيْ غَيْرِ التَّعْصِيْبِ |
Kemudian mushannif menghitung / menampilkan urutan terdekat di dalam perkataan beliau, “yaitu anak laki-laki, lalu cucu laki-laki dari anak laki-laki, kemudian ayah, ayahnya ayah, saudara laki-laki kandung seayah dan seibu, saudara laki-laki seayah, anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah seibu, kemudian anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah”, hingga akhir penjelasannya. | ثُمَّ عَدَّ الْمُصَنِّفُ الْأَقْرَبِيَّةَ فِيْ قَوْلِهِ (الْاِبْنُ ثُمُّ ابْنُهُ ثُمَّ الْأَبُّ ثُمَّ أَبُوْهُ ثُمَّ الْأَخُّ لِلْأَبِّ وَلِلْأُمِّ ثُمَّ الْأَخُّ لِلْأَبِّ ثُمَّ ابْنُ الْأَخِ لِلْأَبِّ وَلِأُمٍّ ثُمَّ ابْنُ الْأَخِّ لِلْأَبِّ) الخ |
Perkataan mushannif, “kemudian paman dari ayah sesuai dengan urutan ini, lalu anak laki-lakinya” maksudnya, kemudian didahulukan paman dari ayah yang seayah seibu, lalu paman dari ayah yang seayah, anak-anak laki-lakinya paman dari ayah sesuai dengan urutan di atas, lalu didahulukan pamannya ayah dari jalurnya kakek yang seayah seibu dengan ayah, kemudian yang seayah, lalu anak-anak laki-laki keduanya sesuai dengan urutan di atas, kemudian didahulukan pamannya kakek dari jalur ayahnya kakek yang seayah seibu, lalu yang seayah dan begitu seterusnya. | وَقَوْلُهُ. (ثُمَّ الْعَمُّ عَلَى هَذَا التَّرْتِيْبِ ثُمَّ ابْنُهُ) أَيْ فَيُقَدَّمُ الْعَمُّ لِلْأَبَوَيْنِ ثُمَّ لِلْأَبِّ ثُمَّ بَنُوْ الْعَمِّ كَذَلِكَ ثُمَّ يُقَدَّمُ عَمُّ الْأَبِّ مِنَ الْأَبَوَيْنِ ثُمَّ مِنَ الْأَبِّ ثُمَّ بَنُوْهُمَا كَذَلِكَ ثُمَّ يُقَدَّمُ عَمُّ الْجَدِّ مِنَ الْأَبَوَيْنِ ثُمَّ مِنَ الْأَبِّ وَهَكَذَا |
Ketika golongan ahli waris ashabah dari jalur nasab tidak ada, sedangkan mayatnya adalah budak yang telah dimerdekakan, maka majikan yang telah memerdekakannya mendapat warisan dari dia dengan waris ashabah, baik majikan yang memerdekakan tersebut laki-laki atau perempuan. | (فَإِذَا عُدِمَتِ الْعَصَبَاتُ) مِنَ النَّسَبِ وَالْمَيِّتُ عَتِيْقٌ (فَالْمَوْلَى الْمُعْتِقُ) يَرِثُهُ بِالْعُصُوْبَةِ ذَكَرًا كَانَ الْمُعْتِقُ أَوْ أُنْثَى |
Jika tidak ditemukan ahli waris ashabah si mayat dari jalur nasab dan sebab wala’, maka harta tinggalan si mayit menjadi milik baitul mal. | فَإِنْ لَمْ يُوْجَدْ لِلْمَيِّتِ عَصَبَةٌ بِالنَّسَبِ وَلَا عَصَبَةٌ بِالْوَلَاءِ فَمَالُهُ لِبَيْتِ الْمَالِ. |
(Fasal) bagian-bagian pasti yang disebutkan di dalam Kitabullah Ta’ala ada enam. Dalam sebagian redaksi menggunakan lafadz “wal furudl al muqaddarah”. | (فَصْلٌ) وَالْفُرُوْضُ الْمَذْكُوْرَةُ وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَالْفُرُوْضُ الْمُقَدَّرَةُ (فِيْ كِتَابِ اللهِ تَعَالَى سِتَّةٌ) |
Tidak ditambah dan tidak dikurangi dari itu kecuali karena ada sesuatu yang baru datang seperti permasalahan “al ‘aul”. | لَا يُزَادُ عَلَيْهَا وَلَا يُنْقَصُ مِنْهَا إِلَّا لِعَارِضٍ كَالْعَوْلِ |
Enam bagian tersebut tidak lain adalah 1/2, 1/4, 1/8 , 2/3 , 1/3 , dan 1/6. | وَالسِّتَّةُ هِيَ (النِّصْفُ وَالرُّبُعُ وَالثُّمُنُ وَالثُّلُثَانِ وَالثُّلُثُ وَالسُّدُسُ) |
Ulama’ ahli fara’idl mengungkapkan semua itu dengan ungkapan yang ringkas, “bagian-bagian pasti adalah 1/4, 1/3, kelipatan dari masing-masing, dan separuh masing-masing dari keduanya. | وَقَدْ يُعَبِّرُ الْفَرَضِيُّوْنَ عَنْ ذَلِكَ بِعِبَارَةٍ مُخْتَصَرَةٍ وَهِيَ الرُّبُعُ وَالثُّلُثُ وَضِعْفُ كُلٍّ وَنِصْفُ كُلٍّ |
Maka separuh adalah bagian lima orang. | (فَالنِّصْفُ فَرْضُ خَمْسَةٍ |
Anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, ketika masing-masing dari keduanya tidak bersamaan dengan lelaki yang mengashabahkannya. | الْبِنْتِ وَبِنْتِ الْاِبْنِ) إِذَا انْفَرَدَ كُلٌّ مِنْهُمَا عَنْ ذَكَرٍ يُعَصِّبُهَا |
Saudara perempuan dari jalur ayah dan ibu, dan saudara perempuan yang seayah, ketika masing-masing dari keduanya tidak bersamaan dengan laki-laki yang mengashabahkannya. | (وَالْأُخْتِ مِنَ الْأَبِّ وَالْأُمِّ وَالْأُخْتِ مِنَ الْأَبِّ) إِذَا انْفَرَدَ كُلٌّ مِنْهُمَا عَنْ ذَكَرٍ يُعَصِّبُهَا |
Dan suami ketika tidak bersamaan dengan anaknya mayit, baik anak laki-laki atau perempuan, dan tidak bersamaan dengan anak dari anak laki-laki si mayit. | (وَالزَّوْجِ إِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ وَلَدٌ) ذَكَرًا كَانَ الْوَلَدُ أَوْ أُنْثًى وَلَا وَلَدُ ابْنٍ. |
Seperempat adalah bagian pasti bagi dua orang. | (وَالرُّبُعُ فَرْضُ اثْنَيْنِ |
Yaitu suami ketika bersamaan dengan anak atau cucu dari anak laki-laki si mayit, baik anak itu dari suami tersebut atau orang lain. | الزَّوْجِ مَعَ الْوَلَدِ أَوْ وَلَدِ الْإِبْنِ) سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ الْوَلَدُ مِنْهُ أَوْ مِنْ غَيْرِهِ |
Seperempat adalah bagian pasti satu, dua atau beberapa istri ketika tidak bersamaan dengan anak atau cucu dari anak laki-laki. | (وَهُوَ) أَيِ الرُّبُعُ (فَرْضُ الزَّوْجَةِ) وَالزَّوْجَتَيْنِ (وَالزَّوْجَاتِ مَعَ عَدَمِ الْوَلَدِ أَوْ وَلَدِ الْإِبْنِ) |
Bahasa yang paling fasih di dalam lafadz “az zaujah” adalah membuang huruf ta’nya, akan tetapi menetapkan huruf ta’ di dalam faraidl adalah sesuatu yang lebih baik karena untuk membedakan antara istri dan suami. | وَالْأَفْصَحُ فِيْ الزَّوْجَةِ حَذْفُ التَّاءِ وَلَكِنْ إِثْبَاتُهَا فِي الْفَراَئِضِ أَحْسَنُ لِلتَّمْيِيْزِ |
Seperdelapan adalah bagian pasti satu, dua atau beberapa istri ketika bersamaan dengan anak atau cucu dari pihak anak laki-laki. | وَالثُّمُنُ فَرْضُ الزَّوْجَةِ) وَالزَّوْجَتَيْنِ (وَالزَّوْجَاتِ مَعَ الْوَلَدِ أَوْ وَلَدِ الْاِبْنِ) |
Mereka semua bersekutu dalam memiliki seperdelapan. | (يَشْتَرِكْنَ كُلُّهُنَّ فِي الثُّمُنِ. |
Dua sepertiga adalah bagian pasti anak perempuan dua atau lebih, dan cucu perempuan dari anak laki-laki, dua atau lebih. | (وَالثُّلُثَانِ فَرْضُ أَرْبَعَةٍ الْبِنْتَيْنِ) فَأَكْثَرَ (وَبِنْتَيِ الْاِبْنِ) فَأَكْثَرَ |
Dalam sebagian redaksi disebutkan dengan bahasa, “wabanati ibni”. | وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَبَنَاتِ الْاِبْنِ |
Dan bagian pasti saudara perempuan seayah seibu, dan seayah, dua atau lebih. | (وَالْأُخْتَيْنِ مِنَ الْأَبِّ وَالْأُمِّ) فَأَكْثَرَ (وَالْأُخْتَيْنِ مِنَ الْأَبِّ) فَأَكْثَرَ. |
Hal ini ketika masing-masing dari keduanya tidak bersamaan dengan saudara-saudara laki-lakinya. | وَهَذَا عِنْدَ انْفِرَادِ كُلٍّ مِنْهُمَا عَنْ إِخْوَتِهِنَّ |
Sehingga, ketika ada saudara laki-laki yang bersamaan dengan mereka, maka terkadang akan mendapatkan lebih dari dua sepertiga sebagaimana seandainya mereka berjumlah sepuluh orang dan yang laki-laki satu orang, maka mereka mendapatkan sepuluh dari dua belas bagian, dan itu lebih banyak dari dua sepertiganya. | فَإِنْ كَانَ مَعَهُنَّ ذَكَرٌ فَقَدْ يَزِدْنَ عَلَى الثُّلُثَيْنِ كَمَا لَوْ كُنَّ عَشْرًا وَالذَّكَرُ وَاحِدًا فَلَهُنَّ عَشْرَةٌ مِنِ اثْنَيْ عَشَرَ وَهِيَ أَكْثَرُ مِنْ ثُلُثَيِهَا |
Dan terkadang mendapat kurang dari dua sepertiga, seperti dua anak perempuan dengan dua anak laki-laki. | وَقَدْ يَنْقُصْنَ كَبِنْتَيْنِ مَعَ ابْنَيْنِ. |
Sepertiga adalah bagian pasti dua orang. | وَالثُّلُثُ فَرْضُ اثْنَيْنِ |
Yaitu ibu ketika tidak di-mahjub. | (الْأُمِّ إِذَا لَمْ تُحْجَبْ) |
Hal ini ketika mayit tidak memiliki anak, cucu dari anak laki-laki, atau dua orang saudara laki-laki atau saudara perempuan. | وَهَذَا إَذَا لَمْ يَكُنْ لِلْمَيِّتِ وَلَدٌ وَلَا وَلَدُ ابْنٍ أَوْ اثْنَانِ مِنَ الْإِخْوَةِ وَالْأَخَوَاتِ |
Baik mereka seibu seayah, seayah saja, atau seibu saja. | سَوَاءٌ كَانُوْا أَشِقَّاءَ أَوْ لِأَبٍّ أَوْ لِأُمٍّ |
Sepertiga adalah bagian dua orang atau lebih dari saudara laki-laki dan saudara perempuan dari anak-anaknya ibu. | (وَهُوَ) أَيِ الثُّلُثُ (لِلْاِثْنَيْنِ فَصَاعِدًا مِنَ الْإِخْوَةِ وَالْأَخَوَاتِ مِنْ وَلَدِ الْأُمِّ) |
Baik mereka berjenis kelamin laki-laki, perempuan, khuntsa atau sebagian berjenis ini dan sebagian lagi berjenis kelamin yang lain. | ذُكُوْرًا كَانُوْا أَوْ إِنَاثًا أَوْ خُنَاثَى أَوِ الْبَعْضُ كَذَا وَالْبَعْضُ كَذَا |
Seperenam adalah bagian pasti tujuh orang, yaitu ibu ketika bersamaan dengan anak, cucu dari anak laki-laki, dua orang atau lebih dari saudara laki-laki dan saudara perempuan. | (وَالسُّدُسُ فَرْضُ سَبْعَةٍ الْأُمِّ مَعَ الْوَلَدِ أَوْ وَلَدِ الْإِبْنِ أَوِ اثْنَيْنِ فَصَاعِدًا مِنَ الْإِخْوَةِ وَالْأَخَوَاتِ) |
Tidak ada perbedaan antara yang seayah seibu dan bukan, dan antara sebagian seayah seibu dan sebagian lagi bukan. | وَلَافَرْقَ بَيْنَ الْأَشِقَاءِ وَغَيْرِهِمْ وَلَا بَيْنَ الْبَعْضِ كَذَا وَالْبَعْضُ كَذَا |
Seperenam adalah bagian satu, dua atau beberapa nenek, ketika tidak ada ibu. | (وَهُوَ) أَيِ السُّدُسُ (لِلْجَدَّةِ عِنْدَ عَدَمِ الْأُمِّ) وَلِلْجَدَّتَيْنِ وَالثَّلَاثِ |
Dan bagian cucu perempuan dari anak laki-laki ketika bersamaan dengan anak perempuan mayit kerena untuk menyempurnakan bagian dua sepertiga. | (وَلِبِنْتِ الْاِبْنِ مَعَ بِنْتِ الصُّلْبِ) لِتَكْمِلَةِ الثُّلُثَيْنِ |
Seperenam adalah bagian saudara perempuan seayah ketika bersamaan dengan saudara perempuan seayah seibu karena untuk menyempurnakan bagian dua sepertiga. | (وَهُوَ) أَيِ السُّدُسُ (لِلْأُخْتِ مِنَ الْأَبِّ مَعَ الْأُخْتِ مِنَ الْأَبِّ وَالْأُمِّ) لِتَكْمِلَةِ الثُّلُثَيْنِ. |
Seperenam adalah bagian pasti ayah ketika bersamaan dengan anak atau cucu dari anak laki-laki. | (وَهُوَ) أَيِ السُّدُسُ (فَرْضُ الْأَبِّ مَعَ الْوَلَدِ أَوْ وَلَدِ الْاِبْنِ) |
Termasuk di dalam keterangan mushannif adalah permasalahan seandainya mayit meninggalkan anak perempuan dan ayah, maka anak perempuan mendapatkan bagian separuh, sedangkan ayah mendapatkan bagian pasti seperenam dan bagian ashabah sisanya. | وَيَدْخُلُ فِيْ كَلَامِ الْمُصَنِّفِ مَا لَوْ خَلَفَ الْمَيِّتُ بِنْتًا وَ أَبًّا فَلِلْبِنْتِ النِّصْفُ وَلِلْأَبِّ السُّدُسُ فَرْضًا وَالْبَاقِيْ تَعْصِيْبًا |
dan -seperenam- adalah bagian kakek yang mendapatkan warisan ketika tidak ada ayah. | (وَفَرْضُ الْجَدِّ) الْوَارِثِ (عِنْدَ عَدَمِ الْأَبِّ) |
Kakek juga mendapat bagian pasti seperenam ketika bersamaan dengan saudara laki-laki. Sebagaimana ketika kakek bersamaan dengan orang yang mendapatkan bagian pasti, dan seperenam harta warisan lebih baik baginya daripada bagian muqasamah, dan bagian sepertiga ashabah (tsulusul baq), seperti permasalahan dua anak perempuan, kakek, dan tiga saudara laki-laki | وَقَدْ يُفَرَّضُ لِلْجَدِّ السُّدُسُ أَيْضًا مَعَ الْإِخْوَةِ كَمَا لَوْ كَانَ مَعَهُ ذُوْ فَرْضٍ وَكَانَ سُدُسُ الْمَالِ خَيْرًا لَهُ مِنَ الْمُقَاسَمَةِ وَمِنْ ثُلُثِ الْبَاقِيْ كَبِنْتَيْنِ وَجَدٍّ وَثَلَاثَةِ إِخْوَةٍ |
Seperenam adalah bagian pasti satu orang dari anak-anaknya ibu, baik laki-laki atau perempuan. | (وَهُوَ) أَيِ السُّدُسُ (فَرْضُ الْوَاحِدِ مِنْ وَلَدِ الْأُمِّ) ذَكَرًا كَانَ أَوْ أُنْثَى. |
Ahli Waris Yang Mahjub
Nenek baik yang dekat ataupun jauh menjadi gugur sebab ibu saja. | (وَتَسْقُطُ الْجَدَّاتُ) سَوَاءٌ قَرَبْنَ أَوْ بَعُدْنَ (بِالْأُمِّ) فَقَطْ |
Kakek menjadi gugur sebab ayah. | (وَ) تَسْقُطُ (الْأَجْدَادُ بِالْأَبِّ |
Anaknya ibu, maksudnya saudara seibu menjadi gugur ketika bersamaan dengan empat orang. | وَيَسْقُطُ وَلَدُ الْأُمِّ) أَيِ الْأَخِ لِلْأُمِّ (مَعَ) وُجُوْدِ (أَرْبَعَةِ |
Yaitu anaknya mayit, baik laki-laki ataupun perempuan. | الْوَلَدِ) ذَكَرًا كَانَ أَوْ أُنْثًى |
Dan bersamaan dengan cucu dari anak laki-laki, begitu juga baik laki-laki ataupun perempuan. Dan bersamaan dengan ayah atau kakek walaupun hingga ke atas. | (وَ) مَعَ (وَلَدِ الْاِبْنِ كَذَلِكَ وَ) مَعَ (الْأَبِّ وَالْجَدِّ) وَإِنْ عَلَا |
Saudara laki-laki seayah seibu menjadi gugur ketika bersamaan dengan tiga orang, yaitu anak laki-laki, dan cucu laki-laki dari anak laki-laki walaupun hingga ke bawah. Dan ketika bersamaan dengan ayah. | (وَيَسْقُطُ الْأَخُ لِلْأَبِّ وَالْأُمِّ مَعَ ثَلَاثَةٍ الْاِبْنِ وَابْنِ الْاِبْنِ) وَإِنْ سَفُلَ (وَ) مَعَ (الْأَبِّ |
anak seayah -saudara seayah- menjadi gugur sebab empat orang, yaitu dengan tiga orang itu, maksudnya anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan ayah. Dan sebab saudara seayah seibu. | وَيَسْقُطُ وَلَدُ الْأَبِّ) بِأَرْبَعَةٍ (بِهَؤُلَاءِ الثَّلَاثَةِ) أَيِ الْإِبْنِ وَابْنِ الْاِبْنِ وَالْأَبِّ (وَبِالْأَخِ لِلْأَبِّ وَالْأُمِّ) |
Ashabah Bil Ghair
Ada empat orang yang meng-ashabahkan saudara-saudara perempuannya, maksudnya orang-orang perempuan. Bagi yang laki-laki mendapat bagian yang sama dengan bagian dua orang perempuan. | (وَأَرْبَعَةٌ يُعَصِّبُوْنَ أَخَوَاتِهِمْ) أَيِ الْإِنَاثَ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ |
Yaitu anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-anak laki-laki, saudara laki-laki seayah seibu dan saudara laki-laki seayah. | (الْاِبْنُ وَابْنُ الْاِبْنِ وَالْأَخُ مِنَ الْأَبِّ وَالْأُمِّ وَالْأَخُّ مِنَ الْأَبِّ) |
Adapun saudara laki-laki yang seibu tidak bisa meng-ashabahkan saudara perempuannya, bahkan keduanya mendapat bagian sepertiga. | أَمَّا الْأَخُ مِنَ الْأُمِّ فَلَا يُعَصِّبُ أُخْتَهُ بَلْ لَهُمَا الثُّلُثُ |
Ashabah Bin Nafsi
Ada empat orang yang mendapatkan warisan sedangkan saudara-saudara perempuan mereka tidak bisa mendapatkan warisan. Mereka adalah paman dari jalur ayah, anak laki-laki paman dari jalur ayah, anak laki-laki saudara laki-laki, dan orang-orang yang mendapatkan waris ashabah dari majikan yang telah memerdekakan. | (وَأَرْبَعَةٌ يَرِثُوْنَ دُوْنَ أَخَوَاتِهِمْ وَهُمُ الْأَعْمَامُ وَبَنُوْ الْأَعْمَامِ وَبَنُوْ الْأَخِ وَعَصَبَاتُ الْمَوْلَى الْمُعْتِقِ) |
Hanya mereka yang mendapat warisan tanpa menyertakan saudara-saudara perempuannya karena sesungguhnya mereka adalah golongan ashabah yang bisa mendapatkan warisan, sedangkan saudara-saudara perempuan mereka adalah termasuk dzawil arham yang tidak bisa mendapatkan warisan. | وَإِنَّمَا انْفَرَدُوْا عَنْ أَخَوَاتِهِمْ لِأَنَّهُمْ عَصَبَةٌ وَارِثُوْنَ وَأَخَوَاتُهُمْ مِنْ ذَوِي الْأَرْحَامِ لَا يَرِثُوْنَ. |
(Fasal) menjelaskan hukum-hukum wasiat. | (فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْوَصِيَّةِ |
Makna wasiat secara bahasa dan syara’ telah dijelaskan diawal-awal kitab “FARAIDL”. | وَسَبَقَ مَعْنَاهَا لُغَةً وَشَرْعًا أَوَائِلَ كِتَابِ الْفَرَائِضِ |
Syarat Barang Yang Diwasiatkan
Barang yang diwasiatkan tidak disyaratkan harus ma’lum dan sudah wujud. | وَلَايُشْتَرَطُ فِيْ الْمُوْصَى بِهِ أَنْ يَكُوْنَ مَعْلُوْمًا وَمَوْجُوْدًا |
Dengan demikian, maka boleh wasiat dengan barang yang ma’lum dan barang yang majhul seperti air susu yang masih berada di kantong susu binatang. | (وَ) حِيْنَئِذٍ (تَجُوْزُ الْوَصِيَّةُ بِالْمَعْلُوْمِ وَالْمَجْهُوْلِ) كَاللَّبَنِ فِيْ الضَّرْعِ |
Dan -wasiat- dengan barang yang sudah wujud atau belum wujud seperti wasiat kurma kering dari pohon ini sebelum wujud buahnya. | (وَبِالْمَوْجُوْدِ وَالْمَعْدُوْمِ) كَالْوَصِيَّةِ بِتَمْرِ هَذِهِ الشَّجَرَةِ قَبْلَ وُجُوْدِ الثَّمْرَةِ |
Wasiat Dari Sepertiga
Wasit diambilkan dari sepertiga harta orang yang berwasiat. | (وَهِيَ) أَيِ الْوَصِيَّةُ (مِنَ الثُّلُثِ) أَيْ ثُلُثِ مَالِ الْمُوْصِيْ |
Sehingga, jika lebih dari sepertiganya, maka yang lebih tergantung pada persetujuan ahli waris yang mutlak tasharrufnya. | (فَإِنْ زَادَ) عَلَى الثُّلُثِ (وُقِفَ) الزَّائِدُ (عَلَى إِجَازَةِ الْوَرَثَةِ) الْمُطْلَقِيْ التَّصَرُّفِ |
Jika mereka setuju, maka persetujuan mereka adalah bentuk realisasi wasiat dengan harta yang lebih dari sepertiga. | فَإِنْ أَجَازُوْا فَإِجَازَتُهُمْ تَنْفِيْذٌ لْلْوَصِيَّةِ بِالزَّائِدِ |
Jika mereka menolak, maka hukum wasiat menjadi batal pada bagian yang lebih dari sepertiga. | وَإِنْ رَدُّوْهُ بَطَلَتْ فِيْ الزَّائِدِ |
Tidak diperkenankan wasiat pada ahli waris walaupun diambil dari sebagian sepertiga dari harta orang yang berwasiat, kecuali jika ahli waris yang lain yang mutlak tasharruf setuju. | (وَلَا تَجُوْزُ الْوَصِيَّةُ لِوَارِثٍ) وَإِنْ كَانَتْ بِبَعْضِ الثُّلُثِ (إِلَّا أَنْ يُجِيْزَهَا بِاقِيْ الْوَرَثَةِ) الْمُطْلَقِيْ التَّصَرُّفِ |
Syarat Orang Yang Wasiat
Mushannif menjelaskan syarat orang wasiat di dalam perkataan beliau, | وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ شَرْطَ الْمُوْصِيْ فِيْ قَوْلِهِ: |
Hukumnya sah, dalam sebagian redaksi menggunakan bahasa “hukumnya diperbolehkan”, wasiat setiap orang yang baligh dan yang berakal, maksudnya orang yang berkendak sendiri yang merdeka, walaupun orang kafir atau orang yang mahjur alaih sebab safih. | (وَتَصِحُّ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَتَجُوْزُ (الْوَصِيَّةُ مِنْ كُلِّ بَالِغٍ عَاقِلٍ) أَيْ مُخْتَارٍ حُرٍّ وَإِنْ كَانَ كَافِرًا أَوْ مَحْجُوْرًا عَلَيْهِ بِسَفَهٍ |
Sehingga tidak sah wasiat yang dilakukan orang gila, mughma alaih (epilepsi), anak kecil dan yang dipaksa. | فَلَا تَصِحُّ وَصِيَّةُ مَجْنُوْنٍ وَمُغْمَى عَلَيْهِ وَصَبِيٍّ وَمُكْرَهٍ |
Syarat Orang Yang Diberi Wasiat
Mushannif menyebutkan syarat orang diberi wasiat ketika ditentukan di dalam perkataan beliau, “ -wasiat hukumnya sah- pada orang yang bisa menerima kepemilikan”, maksudnya setiap orang yang bisa untuk memiliki. | وَذَكَرَ شَرْطَ الْمُوْصَى لَهُ إِذَا كَانَ مُعَيَّنًا فِيْ قَوْلِهِ (لِكُلِّ مُتَمَلِّكٍ) أَيْ لِكُلِّ مَنْ يُتَصَوَّرُ لَهُ الْمِلْكُ |
Baik anak kecil, orang besar, sempurna akalnya, gila, dan janin yang sudah wujud saat terjadi wasiat dengan arti bayi itu lahir kurang dari enam bulan setelah waktu wasiat. | مِنْ صَغِيْرٍ وَكَبِيْرٍ وَكَامِلٍ وَمَجْنُوْنٍ وَحَمْلٍ مَوْجُوْدٍ عِنْدَ الْوَصِيَّةِ بِأَنْ يَنْفَصِلَ لِأَقَلِّ مِنْ سِتَّةِ أَشْهُرٍ مِنْ وَقْتِ الْوَصِيَّةِ |
Dengan keterangan “orang yang tertentu”, mengecualikan permasalahan ketika yang diberi wasiat adalah jihah ‘ammah (tujuan yang umum). | وَخَرَجَ بِمُعَيَّنٍ مَا إِذَا كَانَ الْمُوْصَى لَهُ جِهَّةً عَامَّةً |
Sehingga, sesungguhnya syarat dalam permasalahan ini adalah wasiat tidak pada jalur maksiat seperti membangun gereja dari orang islam atau kafir karena untuk beribadah di sana. | فَإِنَّ الشَّرْطَ فِيْ هَذَا أَنْ لَا تَكُوْنَ الْوَصِيَّةُ جِهَةَ مَعْصِيَّةٍ كَعِمَارَةِ كَنِيْسَةٍ مِنْ مُسْلِمٍ أَوْ كَافِرٍ لِلتَّعَبُّدِ فِيْهَا |
Hukumnya sah wasiat di jalan Allah Swt, dan ditasharrufkan kepada orang-orang yang berperang. | (وَ) تَصِحُّ الْوَصِيَّةُ (فِيْ سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَى) وَتُصْرَفُ لِلْغُزَّاةِ |
Dalam sebagian redaksi menggunakan bahasa “fi sabilil bir” sebagai ganti “sabilillah”, maksudnya seperti wasiat untuk orang-orang faqir, atau membangun masjid. | وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ بَدَلَ سَبِيْلِ اللهِ وَفِيْ سَبِيْلِ البِرِّ أَيْ كَالْوَصِيَّةِ لِلْفُقَرَاءِ أَوْ لِبِنَاءِ مَسْجِدٍ. |
Al Isha’ (Mewasiatkan)
Dan hukumnya sah wasiat, maksudnya berwasiat untuk melunasi hutang, melaksanakan wasiat, dan mengurus urusan anak-anak kecil, pada orang yang memiliki lima sifat. | (وَتَصِحُّ الْوَصِيَّةُ) أَيِ الْإِيْصَاءُ بِقَضَاءِ الدُّيُوْنِ وَتَنْفِيْذِ الْوَصَايَا وَالنَّظَرِ فِيْ أَمْرِ الْأَطْفَالِ (إِلَى مَنْ) أَيْ شَخْصٍ (اجْتَمَعَتْ فِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ |
Islam, baligh, berakal, merdeka, dapat dipercaya. | الْإِسْلَامُ وَالْبُلُوْغُ وَالْعَقْلُ وَالْحُرِّيَةُ وَالْأَمَانَةُ) |
mushannif mencukupkan dari syarat “adil” Dengan bahasa “amanah”. Sehingga tidak sah mewasiatkan kepada orang yang memiliki sifat-sifat bertolak belakang dengan orang yang telah disebutkan. | وَاكْتَفَى بِهَا الْمُصَنِّفُ عَنِ الْعَدَالَةِ فَلَا يَصِحُّ الْإِيْصَاءُ لِأَضْدَادِ مَنْ ذُكِرَ |
Akan tetapi menurut pendapat al ashah hukumnya jawaz / sah wasiat kafir dzimmi pada kafir dzimmi yang adil di dalam agamanya untuk mengurusi anak-anak orang kafir. | لَكِنِ الْأَصَحُّ جَوَازُ وَصِيَّةِ ذِمِّيٍّ إِلَى ذِمِّيٍ عَدْلٍ فِيْ دِيْنِهِ عَلَى أَوْلَادِ الْكُفَّارِ |
Orang yang diwasiati juga disyaratkan harus mampu untuk mentasharrufkan. | وَيُشْتَرَطُ أَيْضًا فِيْ الْوَصِيِّ أَنْ لَا يَكُوْنَ عَاجِزًا عَنِ التَّصَرُّفِ |
Sehingga orang yang tidak mampu untuk tasharruf sebab terlalu tua atau pikun semisal, maka tidak sah berwasiat padanya. | فَالْعَاجِزُ عَنْهُ لِكِبَرٍ أَوْ هَرَمٍ مَثَلًا لَا يَصِحُّ الْإِيْصَاءُ إِلَيْهِ |
Ketika syarat-syarat tersebut terkumpul pada ibu si anak kecil, maka ia lebih berhak / lebih utama daripada yang lainnya. | وَإِذَا اجْتَمَعَتْ فِيْ أُمِّ طِفْلٍ الشَّرَائِطُ الْمَذْكُوْرَةُ فَهِيَ أَوْلَى مِنْ غَيْرِهَا. |
Satu tanggapan pada “Bab Jual Beli Kitab Fathul Qorib”
Komentar ditutup.