Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

     

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Bisnis Halal dari Harta Haram

Bisnis Halal dari Harta Haram
USAHA DARI UANG MENANG TOGEL

Asalamualaikum Wr. Wb.

Saya mau bertanya teman saya buat usaha dari hasil uang menang togel, saya kerja di tempat tersebut apakah gaji saya halal atau haram ?
Dan usaha dari uang hasil menang togel itu gimana hukumnya gimana ?

Wasalamualaikum Wr. Wb.

JAWABAN

Uang hasil menang judi togel itu hukumnya haram dimakan atau untuk membeli barang keperluan lainnya seperti beli rumah, pakaian, mobil, motor, dll. Rasulullah menegaskan bahwa tidak akan diterima doa dan amal ibadah orang yang terdapat perkara haram dalam makanan, minuman atau pakaiannya. Dalam hadits riwayat Muslim, Nabi bersabda:


أيها الناس إن الله طيب لا يقبل إلا طيبا،ً وإن الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين فقال: يا أيها الرسل كلوا من الطيبات واعملوا صالحاً إني بما تعملون عليم. وقال: يا أيها الذين آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم. ثم ذكر الرجل يطيل السفر، أشعث أغبر، يمد يديه إلى السماء يا رب يا رب، ومطعمه حرام، ومشربه حرام، وملبسه حرام، وغذي بالحرام، فأنى يستجاب لذلك

Artinya: Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang orang yang beriman dengan sesuatu yang telah diperintahkan kepada para RosulNya. Maka Allah Ta’ala berfirman: ** Wahai para Rosul makanlah kamu dari yang baik dan berbuatlah kamu dengan beramal sholeh. **Dan Allah Ta’ala berfirman [juga]: **Wahai orang orang yang beriman makanlah kamu dari yang baik yaitu dari apa yang Saya [Allah] rezekikan kepadamu **. Kemudian Beliau menyebut seorang laki laki yang panjang perjalanannya berambut kusut lagi berdebu sambil menadahkan tangannya ke langit seraya berkata: ” Wahai Tuhan ! wahai Tuhan ! sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dikenyangkan dengan yang haram, bagaimana mungkin ia akan di kabulkan [permohonannya].

Dalam menjelaskan makna hadits di atas, Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, hlm. 7/100, mengutip Al-Qurtubi menyatakan:


( أي كيف يستجاب له على جهة الاستبعاد، ومعناه أنه ليس أهلا لإجابة دعائه، ولكن يجوز أن يستجيب الله له فضلا وكرما ) وقال ابن رجب: ( فهو استفهام وقع على وجه التعجب والاستبعاد، وليس صريحا في استحالة الاستجابة، ومنعها بالكلية )

Artinya: “Bagaimana mungkin akan dikabulkan” artinya dari sisi jauh untuk diterima. Maknanya, dia bukanlah orang yang bisa diterima doanya. Namun, mungkin saja doanya dikabulkan sebagai fadol dari Allah. Ibnu Rajab berkata: Kalimat itu adalah kata tanya yang terjadi sebagai ungkapan heran dan jauh. Bukan ungkapan eksplisit atas mustahilnya dikabulkan doanya.

Bagi pelaku perbuatan haram, termasuk perbuatan judi, maka diwajibkan agar segera bertaubat dengan cara membuang harta yang haram dengan memberikannya pada fakir miskin atau kepentingan umum. Di samping bertaubat memohon ampun pada Allah. Baca detail: Cara Taubat Nasuha

HUKUM LABA BISNIS HALAL DARI UANG HARAM

Namun, kalau uang tersebut dijadikan modal usaha yang halal, maka keuntungan usaha hukumnya halal. Sedangkan modal yang berasal dari uang haram tersebut harus dikeluarkan dengan cara diberikan pada lembaga sosial atau fakir miskin agar tidak ada lagi uang haram yang menjadi milik anda. Ini pendapat madzhab Syafi’i dan sebagian madzhab Maliki.

As-Syarbini Al-Khatib (madzhab Syafi’i) menyatakan dalam kitab Mughnil Muhtaj hlm. 3/363: sbb:


لو اتجر الغاصب في المال المغصوب فالربح له في الأظهر

Artinya: Apabila ghasib (orang yang ghasab) menjalankan harta yang dighasab, maka keuntungan menjadi miliknya menurut pendapat yang adzhar (paling zahir)

Adapun menurut pandangan madzhab Hambali, hasil usaha atau keuntungan bisnis dari modal harta haram hukumnya juga haram.

Ibnu Qudamah (madzhab Hambali) dalam Al-Mughni, hlm. 5/159, menyatakan:


وإذا غصب أثمانا فاتجر بها , أو عروضا فباعها واتجر بثمنها , فقال أصحابنا : الربح للمالك , والسلع المشتراة له … قال الشريف : وعن أحمد أنه يتصدق به

Artinya: Apabila seseorang mengghasab (mencuri) harta lalu dibuat modal usaha atau mengghasab benda lalu dijual dan dibuat modal usaha maka menurut madzhab Hanbali labanya diberikan kepada pemilik.. Al-Syarif berkata: Menurut Ahmad bin Hanbal keuntungan itu disedekahkan.

Sementara itu, menurut pendapat madzhab Maliki, keuntungan dari usaha tersebut harus dibagi dua: separuh hukumnya halal untuk diri sendiri sedangkan separuhnya lagi harus dikeluarkan untuk fakir miskin dalam rangka pembersihan harta dari keharaman.

Dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, Vol. 22 hlm. 84 terdapat uraian perbedaan pendapat ulama empat madzhab sebagai berikut:


الربح المختلف فيه، فمنه ما نتج عن التصرف فيما كان تحت يد الإنسان من مال غيره، سواء كانت يد أمانة كالمودع، أم يد ضمان كالغاصب وخلافه، وقد اختلف الفقهاء في هذه المسألة على أقوال:

فالحنفية على أن الربح لا يطيب لمن تصرف في المغصوب أو الوديعة، هذا عند أبي حنيفة ومحمد خلافا لأبي يوسف.ووجه ذلك عند أبي يوسف أنه حصل التصرف في ضمانه وملكه.أما الضمان فظاهر ; لأن المغصوب دخل في ضمان الغاصب، وأما الملك ; فلأنه يملكه من وقت الغصب إذا ضمن، وعند أبي حنيفة ومحمد أن التصرف حصل في ملكه وضمانه، لكنه بسبب خبيث ; لأنه تصرف في ملك الغير بغير إذنه، وما هو كذلك فسبيله التصدق به، إذ الفرع يحصل على وصف الأصل، وأصله حديث الشاة حيث أمر النبي – صلى الله عليه وسلم – بالتصدق بلحمها على الأسرى.

وأما عند المالكية والشافعية في الأظهر فالربح لمن تصرف في الوديعة وليس للمالك ; لأنها لو تلفت لضمنها، وقال الشربيني الخطيب: لو اتجر الغاصب في المال المغصوب فالربح له في الأظهر، فإذا غصب دراهم واشترى شيئا في ذمته ونقد الدراهم في ثمنه وربح رد مثل الدراهم ; لأنها مثلية إن تعذر عليه رد ما أخذه، وإلا وجب عليه رده بعينه، أما إذا اشترى بعينه فالجديد بطلانه.

وعند الحنابلة: الربح لصاحب الوديعة أو مالك المغصوب.

Arti ringkasan: Harta yang dicuri harus dikembaikan. Harta haram yang bukan dari hasil mencuri harus disedekahkan pada fakir miskin. Sedangkan keuntungan atau laba dari harta haram itu boleh dipakai menurut madzhab Syafi’i dan Maliki, dan dikembalikan juga ke pemilik harta menurut madzhab Hanbali, disedekahkan menurut madzhab Hanafi.

Kesimpulan:

Hasil keuntungan suatu bisnis halal namun berasal dari modal haram hukumnya ulama berbeda pendapat:
a) Labanya halal menurut madzhab Syafi’i.
b) Labanya tetap haram menurut madzhab Hambali.
c) Separuh labanya halal, sedangkan separuhnya haram menurut madzhab Maliki.

Kembali ke Atas