Hukum Berkata “Bersaksi Atas Diriku”
HUKUM BERKATA “BERSAKSI ATAS DIRIKU”
Assalamu’alaikum
Mohon pencerahan atas pertanyaan saya berikut :
Disuatu ketika saya sangat kasihan melihat ibu saya yg sudah tua masih terus bekerja sedangkan penghasilan saya belum bisa menutupi kebutuhan keluarga.
Saya menangis melihat keadaan ibu saya dan saya berkata pada Allah
“Ya Allah aku bersaksi atas diriku bahwa selama ini ibuku telah merawatku dengan kasih sayang. Maka ampunilah dosanya dan masukanlah dia ke surgaMu kelak”
Di suatu ketika saya takut mengenai pertanggungjawaban atas perkataan saya yg berkata “bersaksi atas diriku” yg artinya mempertaruhkan diri saya sendiri. Bagaimana jika dalam merawat saya, ibu saya pernah ada perasaan jengkel atau pernah sesekali tak ada rasa sayang, karena saya tak bisa melihat isi hati ibu saya. Apakah benar ibu saya merawat saya dengan kasih sayang ? Entah kenapa itu menjadi keraguan dalam diri saya. Saya takut apa yg akan terjadi pada saya kelak atas perkataan saya. Karena perkara akhirat bukan perkara yg mudah.
Karena takut, saya ingin menarik kembali kata kata saya, tapi jika perkataan itu saya tarik kembali saya merasa begitu dzolim pada ibu yg telah membesarkan saya, sama seperti saya tidak mengakui kasih sayangnya selama ini. Padahal ibu telah bekerja keras untuk merawat saya. Bagaimana bisa saya mempertanyakan kasih sayang ibu saya sedangkan saya lahir dari rahimnya. Begitu jahatnya saya.
Pernah waktu kecil ibu memukul saya tapi bukan berarti pukulan itu bisa menutupi seluruh kasih sayang yg ibu berikan pada saya. Dan saya sadar begitu banyak dosa yg telah saya lakukan pada ibu saya. Mungkin jika sisa umur saya habis untuk berbakti pada ibu saya tidak akan sebanding untuk membalas kebaikannya. Ibu adalah orang yg sangat berjasa dalam hidup saya.
Apa yg harus saya lakukan ? Haruskah saya menarik perkataan saya kembali ?
Saya hanya ingin yg terbaik untuk ibu saya di dunia dan di akhirat kelak. Saya tak kuasa jika harus melihat ibu saya di siksa, saya ingin Allah mengabulkan doa saya agar ibu saya bisa masuk surgaNya kelak di akhirat.
Saya juga tidak ingin terjadi apa apa pada saya kelak di akhirat. Saya takut jika perkataan saya salah maka bagaimana saya mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah.
Dan saya takut jika perkataan itu salah apa yg akan terjadi pada saya karena telah mempertaruhkan diri saya sendiri dalam perkataan itu.
Dan bagaimana saya bisa berkata bahwa perkataan saya tentang kasih sayang ibu adalah salah. Betapa durhakanya saya pada ibu saya sendiri yg telah begitu besar berkorban untuk saya.
Apakah kekawatiran dalam diri saya ini di tunggangi oleh syetan ?
Saya tidak tau harus bagaimana.
Mohon pencerahannya.
JAWABAN
Tidak ada yang perlu anda lakukan atas kesaksian anda tentang ibu anda. Karena persaksian anda itu tidak ada dampak hukumnya bagi anda. Ini berbeda dengan sumpah atas nama Allah, di mana apabila melanggar sumpah tersebut harus membayar kafarat.
Baca detail:
– Hukum Nadzar
– Hukum Nadzar dan Sumpah
Kesaksian yang anda ucapkan dalam bentuk pujian pada ibunda itu justru baik.
Ibnu Hajar di dalam kitab Fathul Bâri 3/2014 dengan berdasar pada keumuman hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menyatakan:
مَنْ أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ خَيْرًا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
Artinya: “Orang yang kalian puji dengan kebaikan wajib baginya surga.”
Pandangan Ibnu Hajar Asqalani ini menegaskan bahwa memuji kebaikan seseorang (dan tidak menyebut keburukannya) itu adalah hal yang baik.
Bahkan kesaksian yang biasa kita lihat saat jenazah hendak dikebumikan itu juga dianggap baik.
Dalam hadis sahih riwayat Bukhari, Sahabat Anas bin Malik radliyallâhu ‘anhu menuturkan:
مَرُّوا بِجَنَازَةٍ، فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا خَيْرًا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَجَبَتْ» ثُمَّ مَرُّوا بِأُخْرَى فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا شَرًّا، فَقَالَ: «وَجَبَتْ» فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: مَا وَجَبَتْ؟ قَالَ: «هَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ خَيْرًا، فَوَجَبَتْ لَهُ الجَنَّةُ، وَهَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ شَرًّا، فَوَجَبَتْ لَهُ النَّارُ، أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي الأَرْضِ
Artinya: “Sahabat Anas bin Malik berkata, orang-orang lewat membawa satu jenazah, mereka memujinya dengan kebaikan. Maka Rasulullah bersabda, “Wajabat (wajib).” Kemudian lewat lagi orang-orang membawa satu jenazah, mereka mencelanya dengan kejelekan. Maka Rasulullah bersabda, “Wajabat.” Sahabat Umar bin Khathab berkata, “Apa yang wajib, ya Rasul?” Rasulullah bersabda, “Jenazah ini yang kalian puji dengan kebaikan wajib baginya surga. Dan orang ini yang kalian cela dengan kejelekan wajib baginya neraka. Kalian adalah para saksinya Allah di muka bumi.”
Dari hadis di atas jelas sekali menegaskan, bahwa bersaksi baik pada seseorang, baik ia masih hidup atau sudah mati, akan berdampak kebaikan pada orang yang dipuji tersebut.
Jadi, apa yang anda lakukan pada ibu anda itu sudah benar. Dan sama sekali tidak ada beban pertanggungjawaban apapun.
Imam Ahmad, Ibnu Hiban dan Hakim dari jalur Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَشْهَدُ لَهُ أَرْبَعَةٌ مِنْ جِيرَانِهِ الْأَدْنَيْنَ أَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ مِنْهُ إِلَّا خَيْرًا إِلَّا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَدْ قَبِلْتُ قَوْلَكُمْ وَغَفَرْتُ لَهُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya: “Tidaklah seorang muslim meninggal kemudian empat orang tetangganya yang paling dekat memberikan kesaksian kepadanya bahwa mereka tidak mengetahui dari orang tersebut kecuali kebaikan, kecuali Allah berkata, “Aku terima ucapan kalian dan aku ampuni apa-apa yang tidak kalian ketahui.”
أَيُّمَا مُسْلِمٍ شَهِدَ لَهُ أَرْبَعَةٌ بِخَيْرٍ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ فَقُلْنَا وَثَلَاثَةٌ قَالَ وَثَلَاثَةٌ فَقُلْنَا وَاثْنَانِ قَالَ وَاثْنَانِ ثُمَّ لَمْ نَسْأَلْهُ عَنْ الْوَاحِدِ
صحيح البخاري
“Tiadalah empat orang muslim bersaksi bahwa seorang jenazah itu orang baik, maka Allah masukkan ia ke sorga”, maka kami berkata : Bagaimana jika cuma 3 orang yg bersaksi?, beliau saw bersabda : “walau tiga”, lalu kami berkata : jika cuma dua?, beliau bersabda : “walau dua”. Lalu kami tak bertanya jika hanya satu” (Shahih Bukhari)
Baca detail: Hukum Taat dan Berbakti pada Orang Tua