Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

     

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Hukum Memakai Kuas Bulu Babi

Hukum Memakai Kuas Bulu Babi
CAT RUMAH PAKE KUAS BULU BABI

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu
Ustadz saya ingin menanyakan

1. Saya baru saja renovasi rumah dan baru mengetahui kalau ternyata tukang menggunakan kuas yang katanya di internet atau sosial media terbuat dari bulu babi. Lalu bagaimana nasib rumah saya yang terlanjur sudah dicat dengan kuas tersebut? Terus terang saya jadi pusing tidak mungkin juga menghilangkan cat tersebut karena sudah menempel, apakah ini termasuk misalnya najis yang dimaafkan ?bagaimana saya menyikapinya?

2. Dalam perpindahan najis terjadi bila salah satu atau keduanya basah, tangan kita adalah sesuatu yang tidak mungkin kering karena pasti lembab oleh keringat, yang ingin saya tanyakan apakah lembabnya tangan karena keringat bisa menularkan najis dan termasuk dalam kategori basah?… terimakasih

JAWABAN

1. Kuas yang dipakai untuk mengecat rumah anda belum tentu berasal dari babi. Dalam situasi masih meragukan, maka ia dianggap suci berdasarkan pada keumuman kuas yang berasal dari bahan suci. Anggapan itu berasal dari bulu babi karena ada kata “bristle”. Namun itu belum tentu demikian. Ada juga kata “bristle” tapi berasal dari bulu hewan lain. Berikut pernyataan dari LPPOM MUI terkait kata “bristle”:

“Makna bristle secara leksikal adalah a short, stiff hair, fiber, etc (Webster’s Dictionary). Jadi semua rambut, serat yang kaku, maka secara istilah akan disebut sebagai bristle. Rambut, jenggot yang kaku, bisa dikategorikan sebagai bristle. Contoh yang lain adalah ijuk atau daun pinus yang kaku pun bisa disebut sebagai bristle.

Lantas, bagaimana aplikasinya di dalam dunia industri? Dalam dunia industri bristle memang digunakan sebagai bahan pembuat kuas atau sikat (brush) termasuk sikat gigi (toothbrush). Bristle dimaksud bisa bersumber dari bulu hewan atau serat tanaman atau serat sintetik seperti nylon dan silikon. Bulu hewan yang digunakan bisa bersumber dari babi, kambing, kuda, atau unta. Serat tanaman yang pernah juga digunakan sebagai bahan kuas atau sikat adalah ijuk. Nylon pun serat sintetik yang jamak digunakan untuk bahan kuas, sikat atau pun sikat gigi.

Namun, kuas, sikat, atau sikat gigi tidak selalu terbuat dari babi walaupun ada tulisan bristle nya, karena istilah bristle yang masih bersifat umum. Ada beberapa produsen sudah menggunakan bulu kambing atau bulu unta atau kuda sebagai bahan kuas atau berbahan nylon. Kelompok bahan terakhir jelas boleh digunakan.” (Sumber: http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/detil_page/8/23216).

Karena kuas yg mengandung kata “bristle” belum tentu mengandung unsur bulu babi, maka statusnya masih meragukan. Dalam kondisi demikian, maka kembali ke status asal yaitu suci. Baca detail: Kaidah: Yakin tidak hilang karena Ragu

SEANDAINYA BERASAL DARI BULU BABI

Kalau seandainya kuas itu, setelah diselidiki, betul-betul berasal dari bulu babi, maka bagaimana hukumnya? Dalam hal status babi dan bulu babi, ulama berbeda pendapat:

Pertama, babi termasuk hewan yang najis berat sama dengan anjing. Ini menurut pendapat madzhab Syafi’i. Al-Syirazi dalam Al-Muhadzab, hlm. 1/93, menyatakan:


وأما الخنزير فنجس لأنه أسوأ حالا من الكلب، لأنه مندوب إلى قتله من غير ضرر فيه، ومنصوص على تحريمه، فإذا كان الكلب نجسا فالخنزير أولى، وأما ما تولد منهما أو من أحدهما فنجس لأنه مخلوق من نجس فكان مثله

Artinya: Babi hukumnya najis karena lebih buruk kondisinya dari anjing dan karena sunnah membunuhnya tanpa membahayakan sekalipun dan di-nash atas haramnya. Apabila anjing najis, maka babi lebih najis lagi. Adapun yang terlahi dari keduanya atau salahsatunya maka juga najis karena tercipta dari hal najis maka hukumnya sama najisnya.

Apabila babi itu najis, maka demikian juga bulunya. Dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, hlm. 20/ 35, dinyatakan:


ذهب الجمهور إلى نجاسة شعر الخنزير فلا يجوز استعماله لأنه استعمال للعين النجسة .
وعند الشافعية لو خرز خف بشعر الخنزير لم يطهر محل الخرز بالغسل أو بالتراب ، لكنه معفو عنه ، فيصلى فيه الفرائض والنوافل لعموم البلوى . وعند الحنابلة يجب غسل ما خرز به رطبا ، .

Artinya: Jumhur ulama (tiga madzhab selain Maliki) menyatakan najisnya bulu babi. Maka tidak boleh memakainya karena najis ainiyah. Menurut madzhab Syafi’i, apabila khuf (kasus kaki khusus) dilubangi dengan bulu babi, maka tempat lubangnya tidak suci dengan dibasuh atau diberi debu akan tetapi dimakfu. Maka, boleh shalat dengan khuf tsb. baik shalat fardhu atau sunnah karena umumul balwa (meratanya kesulitan). Menurut Hambali, wajib membasuh perkara yang dilubangi dengan bulu babi dalam keadaan basah.

Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa babi tidak najis. Ini pendapat dari madzhab Maliki. Dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, hlm. 20/ 35, dinyatakan:


وذهب المالكية إلى طهارة شعر الخنزير ، فإذا قص بمقص جاز استعماله ، وإن وقع القص بعد الموت ، لأن الشعر مما لا تحله الحياة ، وما لا تحله الحياة لا ينجس بالموت ، إلا أنه يستحب غسله للشك في طهارته ونجاسته . أما إذا نتف فلا يكون طاهرا

Artinya: Madzhab Maliki menyatakan bahwa bulu babi itu suci. Apabila seseorang memotong bulu babi dengan alat pemotong maka boleh memakainya. Walaupun pemotongan itu terjadi setelah matinya. Karena, bulu termasuk bagian yang tidak membuat halal babi saat hidupnya. Sesuatu yang tidak membuat halal saat hidupnya tidak membuat najis saat matinya. Hanya saja sunnah dibasuh karena adanya keraguan tentang suci dan najisnya. Adapun apabila bulu babi itu dicabut maka ia tidak suci.

Dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, hlm. 26/ 102, ditegaskan kembali sucinya bulu babi:


وانفرد المالكية بالقول بطهارة شعر الخنزير ، لأنه [أي الشعر] طاهر حال الحياة ، وهذا إذا جز جزا ولم ينتف . فإن نتف فإن أصوله نجسة ، وأعلاه طاهر . واستدلوا بقوله سبحانه وتعالى : ومن أصوافها وأوبارها وأشعارها أثاثا ومتاعا إلى حين . والآية سيقت للامتنان ، فالظاهر شمولها الموت والحياة . وبحديث ميمونة – رضي الله عنها – : أن الرسول صلى الله عليه وسلم قال في شاة ميمونة حين مر بها : إنما حرم أكلها . – وفي لفظ – إنما حرم عليكم لحمها ورخص لكم في مسكها أي جلدها . واستدلوا من المعقول بأن المعهود في الميتة حال الحياة الطهارة ، وإنما يؤثر الموت النجاسة فيما تحله الحياة ، والشعور لا تحلها الحياة فلا يحلها الموت ، وإذا لم يحلها وجب الحكم ببقاء الوصف الشرعي المعهود لعدم المزيل . فالأصل في طهارة شعر الميتة أن ما لا تحله الحياة – لأنه لا يحس ولا يتألم – لا تلحقه النجاسة بالموت ” انتهى .

Artinya: Madzhab Maliki berpendapat sucinya bulu babi karena bulu tersebut suci saat hidup…..

Kesimpulan: Bulu babi hukumnya suci menurut madzhab Maliki baik saat hidup atau mati. Jadi, tidak masalah seandainya kuas cat itu berasal dari bulu babi.

Baca detail: Najis Babi Menurut Empat Madzhab

HUKUM BULU DARI HEWAN YANG MATI SECARA UMUM

a) Adapun bulu binatang yang berasal dari hewan yang bisa dimakan dagingnya maka jumhur ulama berpendapat suci. Dalam Al-Mausuah Al Fiqhiyah, hlm. 24/237, dinyatakan:


وَمَذْهَبُ جُمْهُورِ الْعُلَمَاءِ – فِي الْجُمْلَةِ – طَهَارَةُ رِيشِ الطَّيْرِ الْمَأْكُول إِذَا مَاتَ، وَلَهُمْ تَفْصِيلٌ فِي ذَلِكَ. اهــ

Artinya: Menurut madzhab jumhur ulama secara umum sucinya bulu burung yang bisa dimakan dagingnya apabila burung itu mati. Dalam hal ini terdapat rincian hukumnya.

b) Bulu burung yang tidak boleh dimakan hukumnya juga suci menurut madzhab Maliki dan Hanafi. Sebagaimana dinyatakan dalam kitab Al-Mausuah Al Fiqhiyah, hlm. 24/238, berikut:


: أَمَّا الطَّيْرُ غَيْرُ الْمَأْكُول: فَمَذْهَبُ الْحَنَفِيَّةِ وَالْمَالِكِيَّةِ فِي رِيشِهِ، كَمَذْهَبِهِمْ فِي رِيشِ الطَّيْرِ الْمَأْكُول أَنَّهُ طَاهِرٌ … اهــ.

Artinya: Apabila hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya, maka madzhab Hanafi dan Maliki dalam soal bulunya itu sama dengan madzhab mereka dalam masalah bulu burung yang bisa dimakan yakni suci.
Baca detail: Najis dan Cara Menyucikan

KESIMPULAN

a) Dalam keadaan belum terjadi, sebaiknya hindari memakai kuas cat yang diduga berasal dari bulu babi karena sebagian ulama menganggapnya najis.

b) Dalam keadaan sudah terjadi dan terlanjur, maka tidak ada yang perlu dilakuan karena ada pendapat dari kalangan madzhab empat yang menyatakna bahwa bulu babi tidak najis.

Kembali ke Atas