Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

     

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Hukum Wasiat Bukan Harta, Wajib Dilaksanakan?

Hukum Wasiat Bukan Harta, Wajib Dilaksanakan?
Hukum Wasiat Bukan Harta, Wajib Dilaksanakan?
WASIAT SELAIN HARTA BENDA, WAJIB DILAKSANAKAN?

Apakah wasiat tidak berupa harta atau benda wajib di laksanakan? Mohon jwabannya

JAWABAN

Ringkasan:

Wasiat selain harta pelaksanaannya tergantung dari kandungan wasiat. Apabila perkara wajib maka wajib dilaksanakan, apabila sunnah, maka sunnah melaksanakannya. Apabila perkara makruh, maka makruh melaksanakannya. Apabila hal mubah, maka boleh melakukannya.

Uraian:

Wasiat adalah perkara yang pelaksanaannya dilakukan setelah matinya pemberi wasiat (Arab: al-mushi المُوصِي)

Wasiat terbagi menjadi dua. Pertama, wasiat yang terkait dengan harta pewasiat. Yaitu pengalihan hak dari pewasiat pada orang lain setelah kematian pewasiat. Dalam hal ini wasiat hukumnya sah dengan dua syarat: (a) harta yang diwasiatkan tidak boleh lebih dari 1/3; (b) penerima wasiat (Arab: al-musho lahu الموصي له) bukan salah satu ahli waris.

Apabila wasiat lebih dari 1/3, maka yang boleh dilaksanakan hanya senilai 1/3. Apabila penerima wasiat berasal dari salah satu ahli waris, maka tidak sah kecuali apabila ahli waris yang lain sepakat. Baca detail: Wasiat dalam Islam

Kedua, wasiat selain harta. Pewasiat berpesan tentang keinginannya yang dilakukan setelah kematiannya. Seperti ia berwasiat agar si Hasan memandikan, mengkafani dan menyolati mayitnya kelak kalau ia wafat. Atau meminta si Karim untuk menjadi wali putrinya setelah kematiannya, dll.

Dalam hal ini, Ibnu Hajar Asqalani dalam Fathul Bari, hlm. 5/357, menyatakan:


قد تكون الوصية بغير المال كأنه يعين من ينظر في مصالح ولده أو يعهد إليهم بما يفعلونه من بعده من مصالح دينهم ودنياهم، وهذا لا يدفع أحدٌ ندبيته

Artinya: Wasiat terkadang selain harta. Seperti pewasiat meminta tolong pada orang lain untuk mengawasi kemaslahatan anaknya atau ada orang yang menjaga kemaslahatan anaknya dari segi agama dan dunianya. Dalam hal ini ulama tidak menolak kesunnahannya.

Atiyah Shaqar dalam Fatawa Al-Azhar, hlm. 8/355, menyatakan:


الوصية هي التصرف المضاف لما بعد الموت كالوصية ببناء مسجد من ماله بعد موته أو الوصية لولده بحفظ القرآن ونحو ذلك.

وتنفيذ الوصية يكون فيما ليس فيه ظلم أو خروج على المصلحة المشروعة وهذا التنفيذ مطلوب قال تعالى: فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ البقرة:181 لكن ذلك كله في الشيء الواجب فيكون التنفيذ واجبا، وفي المندوب يكون التنفيذ مندوبا، وفي غير ذلك فلا تنفيذ لأي عهد. وعلى هذا فإن تنفيذ الوصية بالدفن في مكان معين يكون من البر إن كان لهذا المكان ميزة كفضل البقعة أو القرب من الأهل لسهولة الزيارةا “.

Artinya: Wasiat adalah perbuatan yang disandarkan setelah mati seperti wasiat membangun masjid setelah wafatnya atau wasiat pada anaknya untuk menghafak Al-Quran dll.

Melaksanakan wasiat atas perbuatan yang tidak dosa atau tidak keluar dari maslahat yang syar’i itu dianjurkan berdasarkan firman Allah dalam QS Al-Baqarah 2:181 “Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya.” Apabila wasiat itu terkait hal wajib, maka pelaksanaan wasiat itu wajib. Dalam masalah sunnah, pelaksanannya sunnah. Untuk selain keduanya maka tidak perlu dilakukan. Oleh karena itu, melaksanakan wasiat untuk memakamkan pewasiat di tempat tertentu termasuk perbuatan baik apabila tempat itu ada kelebihannya. Seperti keutamaan tempat tersebut atau dekatnya tempat itu dari keluarga untuk mempermudah ziarah.

Imam Nawawi menganjurkan agar penerima wasiat tidak begitu saja mengikuti apa yang diwasiatkan. Harus dilihat dulu baik buruknya dari tinjauan syariah.

Imam Nawawi dalam Al-Adzkar, hlm. 1/371, menyatakan:

 

 

وينبغي ألا يقلد الميت ويتابع في كل ما وصى به بل يعرض ذلك على أهل العلم، فما أباحوه فعل ومالا فلا، وأنا أذكر من ذلك أمثلة فإذا أوصى بأن يدفن في موضع من مقابر بلدته وذلك الموضع معدن الأخيار يعني بجوار الصالحين فينبغي أن يحافظ على وصيته، وإذا أوصى بأن ينقل إلى بلد آخر لا تنفذ وصيته فإن النقل حرام على المذهب الصحيح المختار الذي قاله الأكثرون، وصرح به المحققون، وقيل مكروه، قال الشافعي رحمه الله: إلا أن يكون بقرب مكة أو المدينة أو بيت المقدس فينقل إليها لبركتها

Artinya: Hendaknya seseorang tidak mengikuti pada semua yang diwasiatkan mayit padanya. Tapi hendaknya dilihat dulu berdasarkan pandangan ulama. Apabila ulama membolehkan maka boleh, untuk wasiat yang tidak dibolehkan, maka tidak (perlu dilaksanakan). Sebagai contoh, apabila pewasiat berwasiat agar dimakamkan di suatu tempat pemakaman yang memiliki kelebihan karena dekat dengan orang-orang soleh, maka sebaiknya dipenuhi wasiatnya. Apabila ia berwasiat untuk dipindah ke negara lain maka tidak perlu dilaksanakan wasiatnya. Karena memindah jenazah itu haram menurut madzhab yang sahih dan terpilih dikatakan oleh kebanyakan ulama. Dan ditashrih oleh ulama muhaqqiq. Menurut satu pendapat makruh. Imam Syafi’i berkata: Kecuali kalau dekat Makkah atau Madinah atau Baitul Maqdis maka boleh dipindahkan ke sana karena barokahnya.

***

HUKUM MENYAMAKAN DIRI DENGAN ORANG KAFIR

ada seorang muslim sebut saja namanya si a,dan ada seorang non muslim sebut saja si b

1.jika si a menganggap bahwa dirinya adalah si b,dan karena si b merupakan non muslim,apakah si a mendapat dosa murtad?

2.apakah kasus si a yang menganggap si a adalah si b sama dengan kasus mengkafirkan seorang muslim?

3.bagaimana seorang muslim mendapat dosa murtad apabila seorang muslim menganggap kafir dirinya sendiri?

JAWABAN

1. Tidak. Karena banyak kemungkinan dari penyamaan tersebut. Bisa saja sama dari segi kemanusiaan. Sama dari segi tanah air. Sama dari segi asal daerah dan tempat kelahiran, dll. Menyamakan dalam hal-hal tersebut tidak dilarang. Baca detail: Hukum Murtad

2. Tidak. apabila bermakna seperti jawaban poin 1. Baca detail: Cara Masuk Islam bagi Kafir dan Murtad

3. Mengkafirkan diri bagaimana yang dimaksud? Kalau dia tetap melaksanakan syariah Islam dan menjauhi larangan syariah maka dia tidak kafir. Apalagi kalau pengkafiran diri sendiri itu timbul hanya karena penyakit kejiwaan seperti yang anda derita saat ini. Sehingga tidak habis-habisnya bertanya dengan topik yang sama puluhan kali. Baca detail: Mengkafirkan Sesama Muslim

MENGKAFIRKAN DIRI SENDIRI APAKAH MURTAD?

karena saya tidak tahu,saya mau tanya,yang ingin saya tanyakan:

1.apakah sama hukum muslim yang mengkafirkan orang lain yang beragama Islam dengan muslim yang mengkafirkan dirinya sendiri?

2.apakah sama hukum muslim yang mengkafirkan dirinya sendiri dengan muslim yang menganggap dirinya sebagai orang lain (orang lain yang dianggap dirinya adalah non muslim)?

JAWABAN

1. Dalam keadaan normal tidak sama. Orang yang mengkafirkan muslim lain maka hukumnya haram. Tapi tetap muslim. Baca detail: Mengkafirkan Sesama Muslim

Sedangkan muslim yang mengkafirkan dirinya sendiri, maka dia kafir beneran. Karena itu berarti ikrar atau pengakuan bahwa dirinya telah keluar dari Islam. Baca detail: Hukum Murtad

Itu apabila si pengucap dalam keadaan normal secara mental. Sedangkan apabila dia menderita penyakit mental seperti was-was atau OCD maka tidak menjadi murtad karena sama dengan di luar kesengajaan. Baca detail: Penyakit OCD

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyatakan:


وقال: قال الكرماني فيه أن الوجود الذهني لا أثر له وإنما الاعتبار بالوجود القولي في القوليات والعملي في العمليات. انتهى.

Artinya: Al Kirmani berkata: Keberadaan sesuatu dalam hati itu tidak ada pengaruhnya (secara hukum). Yang dianggap adalah keberadaan ucapan dan perbuatan.

2. Tidak sama. Sudah dijelaskan di pertanyaan anda sebelumnya.

Kembali ke Atas