Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

     

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Mimpi dalam Islam

Tafsir Mimpi dalam Islam

Nabi bersabda: Mimpi yang baik itu dari Allah sedang mimpi buruk itu dari setan. Barangsiapa bermimpi buruk, kemudian meludah ke kiri (tanpa keluar air ludah) tiga kali dan mengucapkan ta’awwudz (yaitu, ucapan audzubillahi minasyaitanirrojim), maka syaitan tidak akan mengganggunya

Daftar isi

  1. Tafsir Mimpi
  2. Mimpi dalam Islam
  3. Hukum Tafsir Mimpi
  4. Mimpi dan Tafsir Mimpi Bukan Hujjah Syar’iyah (Argumen Syariah)
  5. Mukasyafah Tidak Bisa Jadi Dalil, Apalagi Mimpi
  6. Cara Konsultasi Agama

Tafsir Mimpi

  1. Mimpi jatuh dari pohon
  2. Mimpi anak terlanggar pohon kecil
  3. Mimpi bertemu Nabi Isa
  4. Mimpi Ular
  5. Mimpi tentang Hewan
  6. Mimpi kerudung Jilbab Hijab Niqab
  7. Mimpi Tentang Kopiah Songkok
  8. Mimpi Tentang Sorban
  9. Mimpi Penyakit di Jari
  10. Mimpi Bulan
  11. Mimpi banjir
  12. Mimpi dililit ular
  13. Mimpi memancing ikan
  14. Mimpi Melihat Hewan
  15. Mimpi digigit ular
  16. Mimpi dikhianati oleh teman
  17. Mimpi Rumah Rusak
  18. Mimpi Telanjang Tidak Pakai Baju
  19. Mimpi menangis
  20. Mimpi menyembelih ayam
  21. Mimpi berzina
  22. Mimpi Cukur Rambut
  23. Mimpi Bertemu Orang berbagai Profesi
  24. Mimpi Dibonceng Teman Pakai Motor Berakhir Kecelakaan
  25. Mimpi tentang Hewan Binatang
  26. Mimpi Berkaitan Alam Dan Tanaman
  27. Mimpi Berkaitan Peristiwa Atau Kejadian
  28. Mimpi Melihat anak-anak
  29. Mimpi Bertemu Orang Tak Dikenal
  30. Mimpi melihat lelaki yang dikenali
  31. Mimpi Melihat keranda mayat
  32. Mimpi Melihat Kain kafan
  33. Mimpi Memandikan Mayat Jenazah Mayit
  34. Mimpi Mati dan Kematian
  35. Doa Mimpi Buruk

Mimpi dalam Islam

Dalam sebuah hadits sahih riwayat Bukhari Muslim (muttafaq alaih) Nabi bersabda:

الرؤيا الصالحة من الله، والرؤيا السوء من الشيطان، فمن رأى رؤيا فكره منها شيئاً فلينفث عن يساره ثلاثاً، وليتعوذ بالله من الشيطان لا تضره، ولا يخبر بها أحداً، فإن رأى رؤيا حسنة فليبشر بها ولا يخبر إلا من يحب

Artinya: Mimpi yang baik itu dari Allah sedang mimpi buruk itu dari setan. Barangsiapa bermimpi buruk, kemudian meludah ke kiri (tanpa keluar air ludah) tiga kali dan mengucapkan ta’awwudz (yaitu, ucapan audzubillahi minasyaitanirrojim), maka syaitan tidak akan mengganggunya dan hendaknya tidak memberitahu siapapun. Dan barangsiapa yang bermimpi baik, maka bergembiralah dan jangan meberitahu kecuali pada orang yang kamu senangi.

Hadits lain riwayat Ibnu Hibban dan Tabrani menyatakan:

الرؤيا ثلاثة، منها أهاويل الشيطان ليحزن به بني آدم، ومنها ما يهتم به في اليقظة فيراه في منامه، ومنها جزء من ستة وأربعين جزءا من النبوة. رواه ابن ماجه والطبراني وابن حبان بألفاظ متقاربة

Artinya: Mimpi itu ada tiga. Satu, gangguan syaitan untuk membuat manusia gundah. Dua, apa yang menjadi pikiran saat bangun lalu muncul di saat tidur (dalam mimpi). Tiga, satu bagian dari 46 bagian kenabian (HR Ibnu Majah, Tabrani, Ibnu Hibban; status hadits sahih).

Dalam hadits lain Nabi bersabda:

الرؤيا ثلاثة، من الرحمن ومن الشيطان وحديث نفس

Artinya, mimpi itu ada tiga: dari Allah, dari syaitan dan dari diri sendiri.

Dari tiga hadits di atas, ada dua hal yang bisa kita ambil pelajaran. Pertama, bahwa mimpi baik atau buruk itu dapat memengaruhi perasaan kita setelah bangun. Oleh karena itu, dianjurkan membaca doa sebelum tidur agar terhindar dari mimpi buruk yang hanya akan membuat kita merasa tidak bahagia.

Umumnya mimpi memiliki kemungkinan berasal dari syaitan atau dari diri sendiri. Karena, hanya satu yang pasti benarnya yaitu apabila bermimpi bertemu Rasulullah, karena wajah Rasulullah tidak dapat ditiru.

Namun demikian, mimpi bertemu Rasulullah tidak menjamin itu betul-betul Nabi. Walaupun syaitan tidak dapat meniru wajah Nabi, tetapi syaitan dapat saja mengaku-ngaku sebagai Nabi. Toh, tidak ada seorangpun dari kita yang mengetahui wajah Nabi Muhammad itu seperti apa. Oleh karena itu, yang paling aman adalah tidak usah menanggapi mimpi. Mimpi apapun itu lebih besar kemungkinan berasal dari setan atau sekedar ilusi pribadi.

Kedua, bahwa mimpi itu tidak berhubungan dengan masa depan kita. Mimpi tidak dapat dijadikan pertanda yang memengaruhi masa depan. Begitu juga, mimpi tidak dapat dijadikan dalil syariah atau duniawi untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu. Karena Islam sudah meletakkan dasar aturan yang jelas dalam Quran dan Hadits tentang kewajiban dan larangan dan itu bersifat final.[2]

Hukum Tafsir Mimpi dalam Islam

Menafsiri atau mentakwil atau ta’bir mimpi hukumnya boleh bagi mereka yang memiliki kemampuan dalam menafsirinya. Sebab, Nabi sendiri pernah menafsiri mimpi dan pernah memberikan ijin pada para Sahabatnya untuk menafsiri mimpi. Terkadang tafsiran mereka benar, terkadang salah.

Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim (muttafaq alaih) diriwayatkan:

  عن ابن عباس ـ رضي الله عنهما ـ: أن رجلًا أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقص عليه رؤيا، فطلب أبو بكر ـ رضي الله عنه ـ أن يعبرها، فأذن له النبي صلى الله عليه وسلم، ثم قال أبو بكر ـ رضي الله عنه ـ بعد ذلك: بأبي أنت أصبت أم أخطأت؟ قال النبي صلى الله عليه وسلم: أصبت بعضًا وأخطأت بعضًا، قال: فوالله يا رسول الله؛ لتحدثني بالذي أخطأت، قال: لا تقسم

Artinya: “Seorang laki-laki datang ke Nabi lalu menceritakan tentang mimpinya. Lalu Abu Bakar meminta untuk menafsirkannya. Nabi pun mengijinkan Abu Bakar melakukan itu. Abu Bakar berkata setelah itu: Demi ayahku, aku benar atau salah? Lalu Nabi berkata: Engkau benar sebagian, dan salah sebagian. Abu Bakar berkata: Demi Allah wahai Rasulullah, ceritakan padaku mana yang salah? Nabi menjawab: Jangan bersumpah.”[1]

Ibnu Abdil Bar dalam kitab al-Tamhid lima fi al-Muwatta’ min al-Ma’ani wa al-Asanid, hlm. 1/288, menukil Imam Malik berkata:

وقال الإمام مالك: لا يعبر الرؤيا إلا من يحسنها، فإن رأى خيراً أخبر به، وإن رأى غير ذلك فليقل خيراً أو ليصمت. اهـ

Artinya: “Hendaknya tidak menafsiri mimpi kecuali yang pandai menafsirinya. Apabila si penafsir itu melihat kebaikan, maka beritakanlah. Apabila ia melihat selain itu, maka katakan yang baik atau diam.”

وفي رسالة ابن أبي زيد القيرواني المالكي قوله: ولا ينبغي أن يفسر الرؤيا من لا علم له بها،. قال شارح الرسالة النفراوي في كتابه: الفواكه الدواني: لأنه يكون من الكذب، لأن الإخبار من غير العالم كذب، قال تعالى: وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ .{الإسراء: 36}

Dalam kitab Risalah Ibn Abi Zaid al-Qairawani ia berkata: Tidak selayaknya menafsiri mimpi orang yang tidak memiliki kapasitas tentangnya. Pensyarah al-Risalah al-Nafrawi dalam kitabnya al-Fawakih al-Diwani berkata: karena itu bagian dari kebohongan. Karena memberitahu dari orang yang tidak tahu itu kebohongan. Allah berfirman dalam QS al-Isra’ ayat 36: “Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kauketahui.”[]

Mimpi dan Tafsir Mimpi Bukan Hujjah Syar’iyah (Argumen Syariah)

Hukum percaya dan mengamalkan tafsir mimpi itu tidak wajib dan tidak harus.  Karena, a) tafsir mimpi itu bisa salah dan bisa benar seperti disinggung dalam hadits Nabi dengan Abu Bakar di muka; b) tafsir mimpi tidak bisa dijadikan hujjah syar’iyah (argumen hukum syariah).

Imam al-Zarkasyi dalam al-Bahr al-Muhith fi Ushul al-Fiqh, hlm. 8/118, menyatakan:

قال الإمام الزركشي في “البحر المحيط في أصول الفقه” (8/ 118، ط. دار الكتب العلمية): [الصحيح أن المنام لا يُثبت حكمًا شرعيًا ولا بينة، وإن كانت رؤيا النبي صلى الله عليه وآله وسلم حقًا، والشيطان لا يتمثل به، ولكن النائم ليس من أهل التحمل والرواية لعدم تحفظه، وأما المنام الذي روي في الأذان، وأمر النبي صلى الله عليه وآله وسلم بالعمل به، فليس الحجة فيه المنام، بل الحجة فيه أمره بذلك في مدارك العلم] اهـ

Artinya: Yang benar bahwa mimpi itu tidak bisa untuk menetapkan hkum syariah dan tidak bisa dijadikan bukti. Walaupun mimpi tentang Nabi itu benar dan setan tidak bisa menirunya. Akan tetapi, orang yang tidur (yang bermimpi) bukanlah ahli tahamul dan riwayah karena tidak dapat menjaganya. Adapun mimpi yang diriwayatkan dalam adzan lalu Nabi memerintahkan untuk mengamalkannya, maka hujjahnya tidak terletak di mimpi, namun hujjahnya terletak pada perintah Nabi atasnya yang memiliki kekuatan ilmu.


Mukasyafah Tidak Bisa Menjadi Hujjah, apalagi Mimpi

Menurut Abdul Wahab al-Sya’rani dalan kitab Al-Tabaqat al-Kubro (hlm. 4/2), mukasyafah atau ilham bagi orang wali itu tidak dapat dijadikan hujah apabila berlawanan dengan syariah dalam al-Quran dan Sunnah. Karena, mukasyafah itu tidak ma’sum (tidak lepas dari salah), sedangkan al-Quran dan al-Sunnah itu pasti benarnya dan tidak mungkin salah (ma’sum).

Abdul Wahab al-Sya’rani dalan kitab Al-Tabaqat al-Kubro (hlm. 4/2) menukil Imam Abul Hasan Syadzili berkata:

قال الإمام أبو الحسن الشاذلي رضي الله عنه: إذا عارض كشفك الكتاب والسنة، فتمسك بالكتاب والسنة، ودع الكشف، وقل لنفسك: إن الله تعالى قد ضمن لي العصمة في الكتاب والسنة، ولم يضمنها في جانب الكشف ولا الإلهام ولا المشاهدة، مع أنهم أجمعوا على أنه لا ينبغي العمل بالكشف ولا الإلهام إلا بعد عرضه على الكتاب والسنة،… وقال أيضًا رضي الله عنه: إذا لم يواظب الفقير على الصلوات الخمس في الجماعة فلا تعبأن به،… وقال أيضًا: كل علم تسبق إليك فيه الخواطر، وتميل إليه النفس، وتلذ به الطبيعة، فارمِ به وإن كان حقًّا، وخذ بالكتاب والسنة] اهـ بتصرف

Artinya: Imam Abul Hasan Syadzili berkata: Apabila kasyaf-mu berlawanan dengan al-Quran dan al-Sunnah, maka berpeganglah pada al-Quran dan al-Sunnah (hadits sahih) dan tinggalkan kasyaf. Katakan pada dirimu: Allah telah menjamin ishmah/makshum (tidak mungkin salah)-nya al-Quran dan Sunnah. Dan Allah tidak menjamin ishmah-nya kasyaf/mukasyafah, ilham dan musyahadah. Mereka, para ulama tasawuf, sepakat bahwa tidak seyogyanya mengamalkan hasil kasyaf dan ilham kecuali setelah diteliti atas al-Quran dan Sunnah … al-Syadzili juga berkata: Apabila seorang sufi tidak mengamalkan shalat lima waktu secara berjamaah maka tidak ada kepayahan baginya … ia berkata lagi: Setiap ilmu yang ada dalam hati, dan kecondongan diri, dan dirasa lezat oleh tabiat, maka buanglah semua itu walaupun benar dan ambillah al-Quran dan al-Sunnah.

CATATAN

[1] Hadits selengkapnya sbb:

عن ابن عباس أنه كان يحدث أن رجلًا أتى رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم فقال: يا رسول الله، إني أرى الليلة في المنام ظلة تنطف السمن والعسل، فأرى الناس يتكففون منها بأيديهم، فالمستكثر والمستقل، وأرى سببًا وَاصِلًا من السماء إلى الأرض، فأراك أخذت به فَعَلَوْتَ، ثم أخذ به رجل من بعدك فَعَلَا، ثم أخذ به رجل آخر فَعَلَا، ثم أخذ به رجل آخر فانقطع به، ثم وُصِلَ له فَعَلَا. قال أبو بكر رضي الله عنه: يا رسول الله، بأبي أنت، والله لتدعني فلأعبرنها، قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: «اعْبُرْهَا»، قال أبو بكر رضي الله عنه: أما الظلة؛ فظلة الإسلام، وأما الذي ينطف من السمن والعسل؛ فالقرآن حلاوته ولينه، وأما ما يتكفف الناس من ذلك؛ فالمستكثر من القرآن والمستقل، وأما السبب الواصل من السماء إلى الأرض؛ فالحق الذي أنت عليه، تأخذ به فيُعليك الله به، ثم يأخذ به رجل من بعدك فيعلو به، ثم يأخذ به رجل آخر فيعلو به، ثم يأخذ به رجل آخر فينقطع به ثم يوصل له فيعلو به، فأخبرني يا رسول الله، بأبي أنت، أصبتُ أم أخطأتُ؟ قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: «أَصَبْتَ بَعْضًا، وَأَخْطَأْتَ بَعْضًا»، قال: فوالله يا رسول الله لتحدثني ما الذي أخطأتُ؟ قال «لَا تُقْسِمْ». متفق عليه واللفظ لمسلم

[2] Al-Baghawi dalam  Syarah al-Sunnah, hlm. 21/211, menyatakan:

 [وقوله: «الرُّؤْيَا ثَلَاثَةٌ» فيه بيان أن ليس كل ما يراه الإنسان في منامه يكون صحيحًا، ويجوز تعبيره، إنما الصحيح منها ما كان من الله عز وجل يأتيك به ملك الرؤيا من نسخة أم الكتاب، وما سوى ذلك أضغاث أحلام لا تأويل لها. وهي على أنواع قد يكون من فعل الشيطان يلعب بالإنسان، أو يريه ما يحزنه، وله مكايد يحزن بها بني آدم، كما أخبر الله سبحانه وتعالى عنه: ﴿إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا﴾ [المجادلة: 10]، ومِن لعب الشيطان به الاحتلام الذي يوجب الغسل، فلا يكون له تأويل، وقد يكون ذلك من حديث النفس، كمن يكون في أمر، أو حرفة يرى نفسه في ذلك الأمر، والعاشق يرى معشوقه ونحو ذلك، وقد يكون ذلك من مزاج الطبيعة] اهـ.

Kembali ke Atas