Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

     

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Tidak Benar Abul Jadid Keturunan Ahmad Bin Isa

Judul asal: Syarif Abul Jadid Bukan Keturunan Ahmad Bin Isa

Penulis: KH Imaduddin Utsman Al-Bantani

Kitab Al-Suluk fi Tabaqat al-Ulama wa al-Muluk adalah kitab sejarah yang memuat tentang nama-nama ulama dan penguasa Yaman. ia ditulis oleh sejarawan dari kota Janad yang bernama Bahauddin al-Janadi (w.732 H.). kitab ini mereportase seorang ulama yang bernama Syarif Abul Jadid dari keluarga Abu Alwi dan adiknya yang bernama Abdul Malik. Dari sinilah nanti di abad ke-9 H. keluarga Abdurrahman Assegaf mengklaim Syarif Abul Jadid ini sebagai bagian keluarga mereka.

Ketika mengurut silsilah nasab Syarif Abul Jadid , Al-Janadi menyambungkannya sampai Ahmad bin Isa tanpa menyebutkan dasar dan sumber otoritatif dari kitab-kitab nasab. silsilah lengkap Syarif Abul Jadid yang terdapat dalam tiga versi manuskrip kitab Al Suluk adalah: Abul Hasan Ali (Syarif Abul Jadid) bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin Isa dst.

Daftar Artikel soal Nasab Habib

  1. Kesalahan KH Fahrur Rozi dalam Membela Nasab Baalawi
  2. Pembelaan Kurtubi Lebak atas Nasab Baalwi
  3. Betulkah al-Sakhawi mengitsbat Nasab Baalwi? Tanggapan Kyai Imaduddin
  4. Tanggapan Kyai Imad atas Itsbat Yusuf an-Nabhani pada Nasab Baalwi
  5. Ini Makalah Kyai Imaduddin yg akan Disampaikan di UIN Jakarta bersama Prof. Dr. Said Agil Al-Munawar
  6. Nasab Ba’Alwi dalam Pandangan Ibnu Hajar al-Haitami
  7. Apakah Kitab Al-Raud al-Jali karya Al-Zabidi Dapat Dipercaya? Respons Kyai Imad pada Kyai Afifuddin
  8. Mengapa Asumsi Walisongo Keturunan Baalwi itu Tidak Benar
  9. Surat Kyai Imaduddin kepada Habib Taufik Segaf (Ketua RA)
  10. Respons KH Imaduddin Utsman pada Gus Najih Maimun
  11. Isbat Baalwi oleh Mahdi Rojai, Tanggapan Kyai Imaduddin
  12. Tanggapan atas Sanggahan Habib dari Oman
  13. Pakar DNA Yaman: Habib bukun cucu Nabi
  14. Tanggapan Kyai Imaduddin atas Habib Muhdor Jember
  15. Pemalsuan sejarah Yaman: kesaksian seorang ulama Yaman
  16. Sejarawan Yaman, Al-Barihi, Di Abad 9 H. Tidak Menyebut Ba’alwi Sebagai Keturunan Nabi Muhammad SAW
  17. Kitab 9 Hijrah Tidak Menyebut Ba’alwi Sebagai Keturunan Nabi Muhammad SAW
  18. Sanggahan pada Gus Najih: Dalil Perlunya Kitab Sezaman

Buku Kyai Imaduddin soal Nasab

Silsilah tersebut tertolak oleh kitab-kitab nasab yang menulis anak keturunan Ahmad bin Isa. di mana dalam kitab-kitab nasab “al-qadimah” (terdahulu) tidak pernah menyebutkan bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Abdullah. Kitab Al-Syajarah al-Mubarakah (597 H.) menyebutkan bahwa anak Ahmad bin Isa yang berketurunan adalah tiga orang: Muhammad, Ali dan Husain. Tidak ada anak Ahmad bernama Abdullah.

Para ahli nasab menetapkan bahwa kitab sejarah seperti kitab Al-Suluk ini, tidak bisa dijadikan tools untuk mengitsbat nasab apalagi kitab sejarah itu bertentangan dengan kitab-kitab nasab.

Dalam Kitab Ushulu ‘Ilmi al-Nasab wa al-Mufadlalah Bain al-Ansab karya Fuad bin Abduh bin Abil Gaits al Jaizani halaman 76-77 dikatakan:

وعندما نحقق النسب فان المصادر التى يمكن ان نستقي منها النسب يجب ان تكون من كتب الانساب القديمة التي كتبت فيما قبل العصر الحديث حيث كان الناس اقرب الى معرفة اصولهم

“Dan ketika kita men-tahqiq nasab, maka sumber-sumber yang memungkinkan kita mengambil darinya, wajib berupa kitab-kitab nasab terdahulu yang ditulis sebelum masa modern, yaitu ketika orang lebih dekat mengetahui keturunan mereka”

Perhatikan kalimat “wajib berupa kitab-kitab nasab terdahulu”. Sedangkan Al-Suluk bukanlah kitab nasab, maka Al-Suluk tidak memenuhi syarat para ahli nasab untuk menetapkan nasab.

Syekh Al-Nassabah Khalil bin Ibrahim dalam kitabnya Muqaddimat fi ‘Ilm al-Ansab berkata:

لا يؤخذ هذ العلم الا من مصادره ومراجعه المعتمدة

“Ilmu ini (penetapan nasab) tidak bisa diambil kecuali dari referensi ilmu nasab dan rujukan-rujukannya” (Muqaddimat fi ‘Ilm al-Ansab, h. 86)

Perhatikan kalimat ucapan ahli nasab ini, bahwa penetapan nasab tidak bisa diambil dari kitab-kitab selain rujukan penetapan nasab. sedangkan Al-Suluk adalah rujukan sejarawan bukan rujukan ahli nasab.

Dr. Abdurrahman bin Majid al-Qaraja dalam kitabnya Al-Kafi al- Muntakhob mengatakan:

ولا يقدم بحال على ما يثبته النسابة خصوصا ان كانوا اقرب زمانا او مكانا

“(Sejarawan) tidak boleh didahulukan dari penetapan ahli nasab khususnya jika ahli nasab itu lebih dekat masanya atau tempatnya” (Al-Kafi al- Muntakhab, h. 71).

Perhatikan ucapan seorang doktor dan seorang nassabah (ahli nasab) ini, bahwa sejarawan tidak boleh didahulukan sama sekali dari apa yang telah ditetapkan ahli nasab. Al-Janadi adalah seorang sejarawan, ia mencatat nama Abdullah sebagai anak Ahmad bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan ahli nasab abad sebelumnya, maka apa yang telah ditulis Al-Janadi itu sama sekali tidak bermakna apa-apa dalam penetapan nasab. apalagi kebiasaan para sejarawan tentang pengakuan nasab itu hanya menulis informasi yang ia terima tanpa memverifikasinya, karena bagi sejarawan pengakuan itupun merupakan bagian dari sejarah itu sendiri. Mengenai benar atau tidaknya pengakuan nasab itu hal lain yang akan dibuktikan kebenaran dan kedustaanya oleh ahli nasab.

Dalam kitab Al-‘Ibar karya Ibnu Khaldun dikatakan:

وكثيرا ما وقع للمؤرّخين والمفسّرين وأئمّة النّقل من المغالط في الحكايات والوقائع لاعتمادهم فيها على مجرّد النّقل غثّا أو سمينا ولم يعرضوها على أصولها ولا قاسوها بأشباهها ولا سبروها بمعيار الحكمة والوقوف على طبائع الكائنات وتحكيم النّظر والبصيرة في الأخبار فضلّوا عن الحق وتاهوا في بيداء الوهم والغلط

“Dan banyak para sejarawan, ahli tafsir dan para imam-imam perawi terjadi kesalahan dalam hikayat-hikayat dan kejadian-kejadian karena mereka berpatokan dengan hanya mengutip tidak peduli yang rusak atau yang baik. Mereka tidak memverifikasinya kepada sumbernya dan tidak mengukurnya dengan serupanya dan tidak menelitinya dengan standar ilmu dan berdiri terhadap kebiasaan alam semesta dan menguatkan pemikiran dan bashirah dalam berita-berita maka mereka tersesat dari kebenaran dan bingung dalam lapangan dugaan dan kesalahan” (Al-Ibar, Al-Maktabah al Syamilah juz 1 h. 13).

Jadi, kitab-kitab selain kitab nasab, semacam kitab sejarah, tabaqat, sanad, tasawuf, semacam Al-Suluk, Al-Athoya, Al-Iqd al-Fakhir, Tuhfat al-Zaman, Al-Jauhar al-Syafaf, Al-Burqat, dan sebagainya tidak dapat digunakan sebagai pengitsbatan nasab. kitab semacam itu bisa untuk menguji apakah nama-nama dalam objek kajian itu merupakan sosok historis atau tidak tetapi tidak bisa digunakan untuk mengitsbat nasab. pengitsbatan nasab hanya bisa dilakukan oleh kitab nasab yang ditulis memang untuk mengitsbat nasab semacam kitab Al-Syajarah al-Mubarakah.

Kitab nasab pertama yang mengitsbat Syarif Abul Jadid adalah kitab Al-Nafhah al-Anbariyah tahun 880 H. tetapi sayang kitab itu bertentangan dengan kitab-kitab nasab sebelumnya. Menurut para ahli nasab, sebuah kitab nasab bisa dijadikan tools untuk mengitsbat nasab hanya jika isinya tidak bertentangan dengan kitab nasab sebelumnya. Sedangkan, kitab Al-Nafhah ini bertentangan dengan kitab sebelumnya yang menyatakan bahwa Ahmad bin Isa hanya mempunyai keturunan dari tiga anak yaitu: Muhammad, Ali dan Husain tidak ada nama Abdullah atau Ubaidillah seperti yang disebut oleh Al-Nafhah.

Nama Syarif Abul Jadid tidak pernah sekalipun disebut dalam kitab-kitab nasab sebelum abad sembilan sebagai keturunan Ahmad bin Isa. Dengan sangat lemahnya nasab Syarif Abul Jadid ini, keluarga Abdurrahman Assegaf mencangkoknya untuk menautkan diri dengan Ahmad bin Isa. jika yang dicangkoknya saja tidak sah, maka yang mencangkoknya lebih tidak sah lagi.[]

Kembali ke Atas