Hukum Bangkai dan Kotoran Cicak
Hukum Bangkai dan Kotoran Cicak apakah najis atau suci? Kalau najis apakah termasuk najis yang dimaafkan atau tidak? Kalau dimakfu apakah berarti cukup dibersihkan saja tanpa perlu disucikan?
Assalamu alaikum Ustadz,
Di rumah kami, banyak kotoran cicak. Setiap dibersihkan, muncul lagi esok harinya.
Apakah kotoran (tai) cicak termasuk najis atau bukan? Apakah cukup dibersihkan atau harus disucikan?
Terima Kasih
Wassalamu alaikum,
JAWABAN
Pendapat pertama: Cicak termasuk hewan yang tidak mengalir darahnya
Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’, hlm. 1/129, menyatakan:
وأما الوزغ فقطع الجمهور بأنه لا نفس له سائلة
Artinya: “Untuk cicak, mayoritas ulama menegaskan, dia termasuk binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir.”
Mazhab Hanbali: Hewan yang tidak mengalir darahnya tidak najis kotorannya
Hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir kotorannya dianggap tidak najis. Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, hlm. 3/252, menjelaskan pendapat dalam mazhab Hanbali:
مَا لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ ، فَهُوَ طَاهِرٌ بِجَمِيعِ أَجْزَائِهِ وَفَضَلَاتِهِ
Artinya: “Binatang yang tidak memiliki darah mengalir semua bagian tubuhnya dan yang keluar dari tubuhnya (kotorannya) adalah suci.”
Madzhab Syafi’i: Hewan yang tidak mengalir darahnya kotorannya dimaafkan (dimakfu)
Dalam mazhab Syafi’i, hewan yang tidak mengalir darahnya kotorannya dimakfu (dimaafkan).
dalam kitab Hasyiyah Qolyubi, hlm. 1/209, dijelaskan:
(ويعفى) أي في الصّلاة فقط، أو فيها وغيرها ما مرّ على عامر. قوله: (عن قليل دم البراغيث) ومثله فضلات ما لا نفس له سائلة. قال شيخ شيخنا عميرة ومثله بول الخفّاش، كما في شرح شيخنا ورجّح العلّامة ابن قاسم العفو عن كثيره أيضا. قال وذرقه كبوله، وقال تبعا لابن حجر، وكذا سائر الطّيور، ويعفى عن ذرقها وبولها، ولو في غير الصّلاة على نحو بدن أو ثوب قليلا أو كثيرا رطبا أو جافّا ليلا أو نهارا لمشقّة الاحتراز عنها فراجعه مع ما ذكروه في ذرق الطّيور في المساجد
Artinya: “Dimaafkan juga darah kutu yang sedikit. Sama dengan itu (dimakfu) adalah yang keluar dari tubuhnya hewan yang tidak mengalir darahnya. Ini pendapat Syaikh Umairah. Termasuk dimakfu adalah kencing kelelawar. Sebagaimana keterangan dalam penjelasan guru kita. Ibnu Qasim mengunggulkan pendapat dimakfunya kencing kelelawar yang banyak juga. Ibnu Qasim berpendapat bahwa kotoran kelelawar sama halnya seperti kencingnya, pendapat beliau ini mengikuti Imam Ibnu Hajar, dan hal ini sama dengan jenis burung yang lainnya. Kotoran dan air kencingnya hukumnya dima’fu meskipun itu terjadi dalam selain shalat seperti terkena pada badan atau baju, baik najisnya sedikit atau banyak, basah ataupun kering, dan malam atau siang dikarenakan sulit untuk menjaganya, dan apa yang telah tertuturkan tadi itu hukumnya sama (dima’fu) dengan kotoran burung yang berada di dalam masjid.”
Baca detail: Kotoran Lalat, Kelelawar Najis Makfu
Bangkai Hewan yang tidak mengalir darahnya hukumnya suci
Syihabuddin Ar-Ramli dalam Nihayah al-Muhtaj, hlm. 1/237, menyatakan:
ويستثنى من النجس ميته لا دم لها سائل عن موضع جرحها، إما بأن لا يكون لها دم أصلاً، أو لها دم لا يجري
Artinya: “Dikecualikan dari benda najis (tidak termasuk najis), bangkai binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir ketika dilukai, baik karena tidak memiliki darah sama sekali atau memliki darah, namun tidak mengalir.”
Pendapat kedua: Cicak termasuk binatang yang mengalir darahnya
Imam Nawawi dalam al-Majmuk, hlm. 1/129 menjelaskan:
وَنَقَلَ الْمَاوَرْدِيُّ فِيهِ وَجْهَيْنِ كَالْحَيَّةِ وَقَطَعَ الشَّيْخُ نَصْرٌ الْمَقْدِسِيُّ بِأَنَّ لَهُ نَفْسًا سَائِلَةً
Artinya: “Al-Mawardi menukil pendapat mengenai cicak ada dua pendapat ulama syafiiyah. Pendapat pertama cicak dianggap sebagaimana ular (tidak mengalir darahnya). Sementara Syaikh Nasr al-Maqdisi menegaskan bahwa cicak termasuk hewan yang memiliki darah merah mengalir.
Al-Mardawi (Madzhab Hanbali) dalam al-Inshaf, hlm. 2/28, mengatakan:
والصحيح من المذهب: أن الوزغ لها نفس سائلة. نص عليه كالحية
Artinya: “Pendapat yang benar dalam Madzhab Hanbali bahwa cicak memliki darah merah yang mengalir. Hal ini telah ditegaskan, sebagaimana ular.”
Kesimpulan:
- Apabila mengikuti pendapat pertama, maka bangkai cicak dan kotorannya adalah suci atau dimakfu.
- Sedangkan kalau mengikuti pendapat kedua, maka bangkai cicak adalah najis sedangkan kotorannya dimakfu kalau sedikit atau banyak yang sulit menjaganya.
Zakaria Al-Anshari dalam Asnal Mathalib, hlm. 1/170, menyatakan:
(ﻗﻮﻟﻪ: اﻟﺮاﺑﻊ ﻃﻬﺎﺭﺓ اﻟﻨﺠﺲ) ﻳﺴﺘﺜﻨﻰ ﻣﻦ اﻟﻤﻜﺎﻥ ﻣﺎ ﻟﻮ ﻛﺜﺮ ﺫﺭﻕ اﻟﻄﻴﺮ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻌﻔﻰ ﻋﻨﻪ ﻟﻠﻤﺸﻘﺔ ﻓﻲ اﻻﺣﺘﺮاﺯ ﻣﻨﻪ ﻛﻤﺎ ﻧﻘﻠﻪ ﻓﻲ اﻟﺨﺎﺩﻡ ﻋﻦ اﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻲ ﺇﺳﺤﺎﻕ ﻓﻲ اﻟﺘﺬﻛﺮﺓ ﻓﻲ اﻟﺨﻼﻑ
Artinya: Dikecualikan dari tempat yang banyak kotoran burung, maka dimaafkan karena kesulitan menjaga darinya sebagaimana dinukil dari Abu Ishaq dalam kitab Al-Tadzkirah fil Khilaf
Baca juga: Cara konsultasi agama
2 tanggapan pada “Hukum Bangkai dan Kotoran Cicak”
Komentar ditutup.