Hukum darah dan nanah yang dimaafkan
Hukum darah dan nanah yang dimaafkan menurut sejumlah pendapat ulama fikih (fuqaha) dalam berbagai kitabnya
Kitab Asbah wan Nadhair, berikut kutipannya:
تقسيم النجاسات
أقسامأحدها : ما يعفى عن قليله وكثيره في الثوب والبدن وهو : دم البراغيث والقمل والبعوض والبثرات والصديد والدماميل والقروح وموضع الفصد والحجامة ولذلك شرطان أحدهما : أن لا يكون بفعله ، فلو قتل برغوثا فتلوث به وكثر : لم يعف عنه والآخر : أن لا يتفاحش بالإهمال فإن للناس عادة في غسل الثياب ، فلو تركه سنة مثلا وهو متراكم لم يعف عنه قال
Pembagian najis diantaranya adalah najis-najis yang dimaafkan baik sedikit maupun banyak jumlahnya, baik di baju maupun di badan, contohnya yaitu : darah kutu loncat, kutu rambut, nyamuk, jerawat, nanah, bisul, cacar dan darah pada tempat bekas bekam. Najis-najis tersebut dimaafkan dengan dua syarat :
pertama: tidak terjadi karena perbuatan dirinya sendiri, sehingga jika sengaja membunuh kutu kemudian darahnya mengotori baju dan banyak darahnya maka darah tersebut tidak dimaafkan.
kedua: tidak melampaui batas dalam membiarkannya, karena manusia mempunyai kebiasaan mencuci baju, jika baju ditinggalkan tanpa dicuci selama setahun misalnya, dan dibiarkan bertumpuk-tumpuk maka tidak dimaafkan. [Asbah wan Nadhair]
Dalam kitab Kifayah al-Akhyar dijelaskan:
“Menurut qal asah, termasuk najis yang di-ma’fu adalah darah dan nanah jerawat. Baik sedikit atau banyak dan meski keluar dengan cara dipencet.” (Kifayah al-Akhyar, Juz 1: 91)
kitab Mughni al-Muhtaj dijelaskan, bahwa:
“Ke-ma’fu-an dari semua darah itu bilamana tidak tercampur dengan perkara lain. Jika darah bercampur dengan benda lain, walaupun darahnya sendiri semisal dari matanya keluar darah atau gusinya berdasah, maka darah tersebut tidak di-ma’fu.”
Dalam kitab Hasyiyah I’anah at-Thalibin dijelaskan, bahwa:
“Ibnu Hajar berfatwa, mengenai ke-ma’fu-an cairan ambeien baik berupa darah atau yang lain. Maksudnya, cairan tersebut statusnya najis yang di-ma’fu.” (Hasyiyah I’anah at-Thalibin, Juz 1: 87)
Dalam kitab Kifayah al-Akhyar dijelaskan:
“Air cacar dan bisul bilamana berbaul, maka najis. Jika tidak, maka menurut qaul mazhab dihukumi suci. Apabila ada banyak darah lain mengenai air tersebut, maka tidak di-ma’fu karena mudah untuk menghindarinya.” (Kifayah al-Akhyar, Juz 1: 91)
Dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj juga dijelaskan:
“Nanah murni atau yang bercampur darah sama dengan darah dalam segala hukumnya. Karena darah merupakan asal keduanya. Begitu pula air cacar dan bisul, baik yang berbau dan berwarna atau tidak. Menurutku, air cacar dan bisul yang tidak berbau dan berwarna hukumnya suci.” (Tuhfah al-Muhtaj, Juz 1: 227)
Dalam hal ini dua pendapat : Menurut pendapat yang ashoh hukumnya di ma’fu (dimaafkan), sekalipun darah yang keluar itu banyak. Sedangkan menurut qoul mu’tamad (pendapat yang bisa dijadikan pegangan hukum) hukumnya di ma’fu (dimaafkan) apabila darah yang keluar itu sedikit, dan tidak di ma’fu apabila darah yang keluar banyak dan hasil dari perbuatannya (dipencet).
Keterangan diatas dijelaskan dalam Kitab Roudhotut Tholibin, “Darah jerawat, nanah dan nanah yang bercampur dengan darah itu hukumnya adalah sama dengan darah nyamuk, hukumnya di ma’fu baik darah itu sedikit atau banyak sesuai dengan pendapat qoul ashoh. dan jika seseorang memecah jerawatnya kemudian mengeluarkan darah, hukumnya juga di ma’fu (dimaafkan).”
Selanjutnya dalam kitab Fiqh al-Islam Wa Adilaltuh Dr. Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa “Menurut madzhab syafi’iyah tidak di ma’fu hukumnya sesuatu dari beberapa najis, kecuali najis yang tidak bisa dilihat oleh padangan mata orang umum, seperti darah yang sedikit, percikan air kencing dan darah yang sedikit dan banyak dari jerawat. Namun jika seseorang memecah jerawatnya, bisulnya, atau membunuh nyamuk, membuat alas atau membawa pakaian yang ada najis maka dimaafkan hukumnya jika najis tersebut sedikit, karena tidak ada kesulitan (masyaqoh) untuk menjauhinya.
Ibn Hajar Al Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj. Beliau mengatakan sebagai berikut:
وَلَا تَبْطُلُ بِدَمِ نَحْوِ بُرْغُوثٍ وَبَثْرَتِه مَا لَمْ يَكْثُرْ بِقَتْلٍ وَعَصْرٍ ا هـ
shalat tidak batal akibat darah semacam kutu atau jerawat selagi tidak mebunuhnya atau memencet jerawat tersebut
تحفة المحتاح ..
وَلَا تَبْطُلُ بِدَمِ نَحْوِ بُرْغُوثٍ وَبَثْرَتِه مَا لَمْ يَكْثُرْ بِقَتْلٍ وَعَصْرٍ ا هـ .
Artinya
shalat tidak batal akibat darah semacam kutu atau jerawat selagi tidak banyak yang akibat ia bunuh dari kutu, atau pencet dari jerawatnya
Ibaroh yang menjelaskan Harus tidak bercampur dengan materi yang lain
نهاية الزين ٤٢
قوله (ودمل) و فصد و حجم و قروح و بواسير و نحو ذلك (و ان كثر) الدم في ذلك و لو تفاحش فى الصورة الاولى على المعتمد مالم يختلط باجنبي مطلقا هذا اذا كان الكثير ( بغير فعله) فلا يعفى عن ذلك اذا كان بفعله
Fokus pada yang ditebalkan
*فإن كثر بفعله قصدا* كأن قتل نحو برغوث في ثوبه أو عصر نحو دمل أو حمل ثوبا فيه دم براغيث مثلا وصلى فيه أو فرشه وصلى عليه أو زاد على ملبوسه لا لغرض كتجمل *فلا يعفى إلا عن القليل على الأصح*
Artinya:
Bila keluarnya akibat ulahnya seperti ia sengaja membunuh kutu di bajunya atau sengaja memencet bisulnya atau ia shalat dengan memakai pakaian atau beralaskan perkara yang ada darah kutunya atau ia mengenakan pakaian berlebih tanpa ada tujuan maka darah-darah yang semacam ini tidak lagi diampuni kecuali bila sedikit menurut pendapat yang ashoh.
b. Batal apabila sengaja.
ويعفى عن دم نحو برغوث ) مما لا نفس له سائلة كبعوض وقمل لا عن جلده
( قوله عن دم نحو برغوث ) الإضافة فيه لأدنى ملابسة لأنه ليس له دم في نفسه وإنما دمه رشحات يمصها من بدن الإنسان ثم يمجها
… ( بغير فعله )
فإن كثر بفعله قصدا كأن قتل نحو برغوث في ثوبه أو عصر نحو دمل أو حمل ثوبا فيه دم براغيث مثلا وصلى فيه أو فرشه وصلى عليه أو زاد على ملبوسه لا لغرض كتجمل فلا يعفى إلا عن القليل على الأصح كما في التحقيق والمجموع
Dan dima’fu (diampuni) darah yang keluar dari binatang semacam kutu, nyamuk yaitu binatang-binatang yang pada dasarnya tidak memiliki darah yang mengalir melainkan berasal dari yang ia hisap dari badan manusia kemudian ia muntahkan tapi tidak kulit binatang tersebut… bila darah tersebut bukan akibat pekerjaannya.
Bila keluarnya akibat ulahnya seperti ia sengaja membunuh kutu di bajunya atau sengaja memencet bisulnya atau ia shalat dengan memakai pakaian atau beralaskan perkara yang ada darah kutunya atau ia mengenakan pakaian berlebih tanpa ada tujuan maka darah- darah yang semacam ini tidak lagi diampuni kecuali bila sedikit menurut pendapat yang shahih seperti keterangan dalam kitab at-Tahqiiq dan al-Majmuu’.
I’aanah at-Thoolibiin I/100
Adapun darah mimisan, bisul Ditafsil :
Bila darahnya sedikit, maka tidak membatalkan shalat. Apabila darah yang keluar banyak dan mengenai sebagian dari badan dan pakaiannya, maka wajib membatalkan shalatnya, meskipun shalat jumat.
فائدة : قال في التحفة : ولو رعف في الصلاة ولم يصبه إلا القليل لم يقطعها ، وإن كثر نزوله على منفصل عنه ، فإن كثر ما أصابه لزمه قطعها ولو جمعة ، وإن رعف قبلها واستمر فإن رجى انقطاعه والوقت متسع انتظره وإلا تحفظ كالسلس اهـ.
“Faidah: Mushannif (pengarang kitab) berkata dalam kitab Tuhfah: “Andai seseorang mimisan didalam shalat, dan darah yang keluar hanya sedikit, maka tidak membatalkan shalatnya. Apabila darah yang keluar banyak hingga mengenai bagian badan yang lain. Apabila darah yang mengenai bagian badan lain sangat banyak, maka seseorang yang sedang shalat itu harus membatalkan shalatnya meski dia sedang shalat jumat. Bila mimisan keluar sebelum shalat dan keluar terus, namun dimungkinkan mimisan berhenti dan waktu shalat masih cukup, maka dianjurkan untuk ditunggu hingga berhenti, apabila tidak mungkin ditunggu hingga berhenti, maka hidung disumpal saat shalat sebagaimana orang yang beser”.
Bughyat al Musytarsyidin Halaman 53
ولو رعف في الصلاة لم تبطل و إن لوث بدنه مالم يكثر
بشرى الكريم 1 /91
Keluar darah dari hidung/mimisan pada waktu shalat tidak membatalkan shalat sekalipun mengenai anggota badan. Dengan sarat darah yang keluar tidak banyak.
Busyral karim 1 /91]
2. Dimakfu baik banyak atau sedikit.
Adapun yang menjelaskan tentang di makfunya darah baik sedikit atau banyak sebagai berikut :
Darah yang keluar dari diri seseorang di waktu shalat karena disebabkan luka seperti jerawat, bisul dan yang lainnya baik sedikit ataupun banyak maka najisnya dima’fu dan shalatnya tetap sah. sebagai mana Abiy Syuja’ berkata dalam kitabnya Al-Iqna’ Juz 1. H.78, sebagaimana berikut.
أما دم الشخص نفسه الذي لم ينفصل كدم الدماميل والقروح وموضع الفصد والحجامة فيعفى عن قليله وكثيره انتشر بعرق أم لا ويعفى عن دم البراغيث والقمل والبقّ ونم الذباب وعن قليل بول الحفاش وعن روثه وبول الذباب لأن ذلك مما تعم به البلوى ويشق الإحترازه عنه ودم البراغيث والقمل رشحات تمصّها من بدن الإنسان وليس لها دم فى نفسها ذد، ذكره الإمام وغيره فى دم البراغيث ومثلها القمل.
Tentang ukuran Sedikit dan banyaknya darah :
Yaitu di kembalikan pada adat kebiasaan,
Jika pada uruf masyarakat di anggap sedikit maka dihukumi sedikit, jika biasanya dianggap banyak maka dihukumi banyak. Jika masih ragu apakah darahnya banyak atau sedikit maka dihukumi sedikit.
Berikut pendapt para ulamak :
– waqila ukuran banyak adalah jika sudah mencapai batasan jelas bagi orang yg melihatnya tanpa perlu memikirkannya.
– waqila ukuranya lebih dari ukuran uang dinar.
– waqila ukuran banyak adalah seukuran telapak tangan keatas,
– waqila lebih daripada itu.
– waqila seukuran dirham bigholi.
– waqila lebih daripada itu.
– waqila ukuran banyak adalah lebih dari ukuran kuku. Wallohu a’lam.
– Kitab I’anah Al-tholibin (1/122) :
والمرجع في القلة والكثرة العرف، وما شك في كثرته له حكم القليل.
(قوله: والمرجع في القلة والكثرة العرف) أي فما عده العرف قليلا فهو قليل، وما عده كثيرا فهو كثير.
وقيل: الكثير ما بلغ حدا يظهر للناظر من غير تأمل وإمعان.
وقيل: إنه ما زاد على الدينار.
وقيل: إنه قدر الكف فصاعدا.
وقيل: ما زاد عليه.
وقيل: إن الدرهم البغلي، أي قدره.
وقيل: ما زاد عليه.
وقيل: ما زاد على الظفر.
اه شرح منظومة ابن العماد.