Lubang kemaluan kemasukan air batal puasa?
Lubang kemaluan kemasukan air batal puasa?
Assalamualaikum pak ustad
1. Saat istinja dari buang air kecil, biasanya saya (laki laki) tidak cuma membasuh bagian luar saja tapi juga membuka lubang depan dan menyiramkan air kedalamnya. Lalu setelah selesai saya percikkan air ke kemaluan agar mengurangi waswas. Dan ini cukup efektif. Tapi sekarang ini waswas saya adalah tentang air yang saya masukkan kedalam kemaluan itu, apakah kalau keluar lagi itu najis, serta membatalkan wudhu dan puasa? Baik keluarnya ketika istinja atau setelah istinja (sudah pakai celana).
Daftar isi
- Lubang kemaluan kemasukan air, batal puasa atau tidak?
- Air yang masuk kemaluan setelah istinjak, najis atau suci?
- Yang wajib dibasuh adalah tubuh bagian luar saja
- Cara Konsultasi Syariah Islam
2. Sekarang ini sedang saya biasakan untuk tidak membasuh bagian dalam ketika beristinja dari kencing. Hanya bagian luar saja. Masalahnya, yang namanya lubang, air tetap bisa masuk, apalagi kalau saya sedang mandi. apakah air yang masuk ke lubang kemaluan lalu keluar itu dima’fu ataukah najis.
3. Saya punya penyakit wasir. Kalau istinja buang air besar saya bersihkan juga bagian dalam. Saya tau itu tidak wajib, tapi misalkan saya tidak bersihkan nanti beresiko masih ada sisa yang belum bersih. Meskipun saya tidak melihat sisa kotorannya menempel di pakaian dalam. Tapi beberapa waktu kemudian kalau saya buang angin, dan saya lap pakai tisu kering, kadang ada sedikit bekasnya. Dari pengalaman saya, ini tidak terjadi kalau ketika istinja saya bersihkan juga bagian dalamnya. Jadi sebaiknya saya bersihkan bagian dalamnya atau tidak ? Kalau iya beresiko batal puasa, kalau tidak maka beresiko tersisanya najis.
Lubang kemaluan kemasukan air, batal puasa atau tidak?
1. Memasukkan air ke dalam lubang kemaluan itu tidak diperlukan. Karena yang wajib dibasuh adalah bagian luar saja. Namun kalau itu dilakukan saat puasa, maka tidak membatalkan puasa menurut mazhab Maliki dan sebagian pendapat dalam mazhab Syafi’i.
Al-Hattab dalam Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashar Al-Khalil, hlm. 3/275, menjelaskan:
ولا قضاء في غالب قيء أو ذباب أو غبار طريق أو دقيق أو كيل أو جبس لصانعه أو حقنة من إحليل.
Artinya: Tidak batal puasa apabila mengeluarkan muntah yang biasa, kemasukan serangga atau debu jalanan, tepung, suntikan dari lubang kemaluan.
Adapun menurut pandangan mazhab Syafi’i mayoritas menyatakan batal, walaupun ada sebagian pendapat menyatakan tidak batal.
Imam Nawawi dalam Al-Majmuk menjelaskan:
وأما الحقنة فتفطر على المذهب . وبه قطع المصنف والجمهور، وفيه وجه قاله القاضي حسين: لا تفطر وهو شاذ، إن كان منقاسا فعلى المذهب. قال أصحابنا سواء كانت الحقنة قليلة أو كثيرة، وسواء وصلت إلى المعدة أم لا ، فهي مفطرة بكل حال عندنا :انتهى
Artinya: Adapun suntikan maka itu membatalkan puasa. Ini pendapat Syirazi dalam Al-Muhadzab dan mayoritas ulama Syafi’iyah. Ada juga pendapat yang dikatakan Qadhi Husain bahwa tidak batal. Tapi ini pendapat syadz (langka)… Ulama Syafi’iyah berkata: sama saja suntikan itu sedikit atau banyak. Baik sampai ke maiddah atau tidak. Ia membatalkan dalam segala kondisi.
Baca detail: Puasa Ramadan
Air yang masuk kemaluan setelah istinjak, najis atau suci?
2. Hukum air yang masuk ke dalam dzakar (kemaluan) setelah bersuci (istinjak) dan keluar lagi adalah suci karena ia terpisah dari najis setelah hilangnya najis. Secara lahiriah air itu berasal dari air sisa dari bersuci, bukan air dari dalam tubuh.
Al-Mardawi dalam kitab Al-Inshaf fi makrifatir Rajih minal Khilaf, hlm. 1/45, menjelaskan:
قَوْلُهُ: وَإِنْ أُزِيلَتْ بِهِ النَّجَاسَةُ، فَانْفَصَلَ مُتَغَيِّرًا، أَوْ قَبْلَ زَوَالِهَا، فَهُوَ نَجِسٌ ـ إذَا انْفَصَلَ الْمَاءُ عَنْ مَحَلِّ النَّجَاسَةِ مُتَغَيِّرًا فَلَا خِلَافَ فِي نَجَاسَتِهِ مُطْلَقًا، وَإِنْ انْفَصَلَ قَبْلَ زَوَالِهَا غَيْرَ مُتَغَيِّرٍ، وَكَانَ دُونَ الْقُلَّتَيْنِ انْبَنَى عَلَى تَنْجِيسِ الْقَلِيلِ بِمُجَرَّدِ مُلَاقَاةِ النَّجَاسَةِ، عَلَى مَا يَأْتِي فِي أَوَّلِ الْفَصْلِ الثَّالِثِ، وَقِيلَ بِطَهَارَتِهِ عَلَى مَحَلٍّ نَجِسٍ مَعَ عَدَمِ تَغَيُّرِهِ، لِأَنَّهُ وَارِدٌ، وَاخْتَارَهُ فِي الْحَاوِي الْكَبِيرِ، ذَكَرَهُ فِي بَابِ إزَالَةِ النَّجَاسَةِ، لِأَنَّهُ لَوْ كَانَ نَجِسًا لَمَا طَهُرَ الْمَحِلُّ، لِأَنَّ تَنْجِيسَهُ قَبْلَ الِانْفِصَالِ مُمْتَنِعٌ، وَعَقِيبَ الِانْفِصَالِ مُمْتَنِعٌ، لِأَنَّهُ لَمْ يَتَجَدَّدْ لَهُ مُلَاقَاةُ النَّجَاسَةِ، إلى أن قال: وإن انفصل غير متغير بعد زوالها, فهو طاهر. انتهى.
Artinya: Apabila najis telah dihilangkan (disucikan) lalu air itu berubah, atau sebelum menghilangkan najis, maka hukumnya najis. Apabila air terpisah dari tempat najis dalam kondisi berubah maka najis secara mutlak. Apabila air terpisah sebelum menghilangkan najis dalam keadaan tidak berubah dan air itu kurang dua qulah maka berakibat najisnya yang sedikit dengan menyentuh najis. Menurut pendapat lain dianggap suci apabila tidak berubah. Karena air itu datang. Ini juga pendapat Al-Mawardi di Al-Hawi Al-Kabir dalam bab menghilangkan najis. Sebab seandainya najis, niscaya tempatnya tidak suci. Karena najisnya sebelum berpisah itu tercegah. Dan setelah terpisah juga tercegah, karena pertemuan najis tidaklah baru…. apabila air it terpisah tanpa berubah setelah hilangnya najis, maka hukumnya suci.
Yang wajib dibasuh adalah tubuh bagian luar saja
3. Bagian dalam tidak perlu dibersihkan. Karena yang wajib adalah bagian luar saja.
Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshari dalam Asnal Matolib, hlm. 1/280, menjelaskan cara istinjak bagi wanita yang berlaku juga bagi lelaki:
ويكفي المرأة بكراً أو ثيباً في استنجائها بالماء غسل ما يظهر منها بجلوس على القدمين. انتهى
Artinya: Cukup bagi perempuan, perawan atau janda, yang bersuci (istinjak) dengan air untuk membasuh bagian yang tampak saat duduk dengan kedua kakinya.
Al-Bahuti dalam Kasyaful Qina’, hlm. 1/67, menjelaskan:
ولا يجب غسل ما أمكن من داخل فرج ثيب من نجاسة وجنابة، فلا تدخل يدها ولا إصبعها في فرجها، بل تغسل ما ظهر، لأنه ـ أي داخل الفرج ـ في حكم الباطن عند ابن عقيل وغيره. انتهى.
Artinya: Tidak wajib membasuh bagian dalam kemaluan wanita janda (sudah menikah) dari najis dan junub. Maka hendaknya tidak memasukkan tangan dan jarinya ke dalam kemaluannya. Cukup membasuh yang tampak saja. Karena bagian dalam kemaluan termasuk bagian dalam tubuh yang tidak wajib dibasuh.
Baca detail: Cara Bersuci (Istinjak) BAB dan Kencing
Baca detail: Empat Jenis Air
Satu tanggapan pada “Lubang kemaluan kemasukan air batal puasa?”
Komentar ditutup.
Jadi Hal itu Membatalkan atau tidak?