Orang kaya tidak punya uang tunai apa wajib zakat fitrah
Orang kaya tidak punya uang tunai apa wajib zakat fitrah
TUBUH BERKERINGAT TERKENA NAJIS
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Kepada Yang Terhormat
Pengasuh Konsultasi Syariah Islam Al-Khoirot dan
Majelis Fatwa Pondok Pesantren Al-Khoirot
Dengan Hormat,
Saya memiliki beberapa pertanyaan yang saya ingin mohon jawaban, penjelasan, dan solusi nya.
1. Bila seseorang memiliki harta yang tidak bisa langsung dicairkan (aset, tanah, rumah, saham dll) yang memerlukan proses panjang untuk mencairkannya, dan tidak memiliki harta cair yang mencukupi bagi diri dan tanggungannya untuk Hari Raya, baik berupa uang tunai, tabungan, maupun makanan pokok, apakah masih terkena kewajiban zakat fitrah?
Saya berfikir masih terkena kewajiban, namun ada teman yang bertanya
2. Bila bagian tubuh yang sedang berkeringat terkena najis/mutanajjis kemudian dicuci dengan air saja, tanpa sabun dan tidak digosok, hingga najis atau mutanajjis nya hilang, namun lapisan keringat yang sebelumnya terkena najis/mutanajjis tersebut masih ada berupa lapisan minyak di kulit, apakah bagian tubuh tersebut dihukumi masih najis, ataukah sudah suci?
Ini sering terjadi pada saya, dan karena saya khawatir dan kemudian mencari sabun untuk membersihkan keringatnya, yang terjadi air limpasannya menyebar ke mana-mana, sehingga tidak jarang saya berakhir mandi akibat satu tetesan mutanajjus yang memercik mengenai wajah,sebagai contoh.
3. Saya sedang mengalami luka di pergelangan dan punggung kaki yang terus menerus mengeluarkan darah. Suatu saat saya mencuci darah tersebut dengan air. Setelahnya saya menemukan bahwa di bagian tersebut masih ada sisa darah, namun saya punya dugaan bahwa air ghusalah dr pencucian sebelumnya sudah bening. Saya menggunakan pendapat madzhab Maliki dalam soal air dan najis untuk memudahkan saya melawan was-was, tapi saya masih khawatir bekas terinjak oleh kaki saya dalam keadaan najis akibat saya masih ragu apakah sisa air ghusalah di telapak kaki saya suci atau najis. Akhir nya saya menyiram bekas lantai yang terinjak, namun bekas limpasan di bawah alirannya terinjak lagi oleh saya, dan saya langsung berfikir najis. Tapi kemudian saya ingat bahwa dari awal pikiran lantai tersebut najis pun karena ketakutan saya atas status hukum air ghusalah di telapak kaki saya, yang dari awal sudah ada dugaan suci (setidaknya menurut standar madzhab Maliki), namun saya sudah terlanjur berpikir ‘najis’ saat menginjak lantai di bawah limpasan air, dan saat saya ingin memeriksa faktanya, sudah kering dan tidak berbekas, sehingga tidak bisa dikonfirmasi
Bagaimana saya harus menghukuminya, apakah kaki saya dan hal-hal yang terinjak kemudian dihukumi dalam keadaan najis? Bila memungkinkan saya mohon penjelasan rici dari tiap hal dan kejadian yang terlibat dalam kasus ini
Demikian pertanyaan-pertanyaan saya. Mohon jawaban dan solusi nya.
Atas segala kekurangan, saya mohon maaf, dan saya haturkan terima kasih banyak.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
JAWABAN
1. Wajib zakat fitrah. Karena, dalam definisi kaya dan wajib zakat fitrah adalah orang yang punya harta dalam jenis apapun pada malam hari raya sampai besoknya. Tidak hanya terbatas pada makanan pokok dan uang saja.
Imam Nawawi dalam kitab Roudotut Tolibin, hlm. 2/299, menjelaskan:
الأمر الثالث : اليسار . فالمعسر لا فطرة عليه ، وكل من لم يفضل عن قوته وقوت من في نفقته ، ليلة العيد ويومه ، ما يخرجه في الفطرة ، فهو معسر ، ومن فضل عنه ما يخرجه في الفطرة من أي جنس كان من المال ، فهو موسر .
Artinya: syarat ketiga (wajibnya zakat fitrah) adalah kaya. Orang miskin tidak wajib zakat fitrah. Setiap orang yang tidak punya kelebihan makanan pokok untuk dirinya dan orang yang wajib dia nafkahi, pada malam hari raya dan siangnya (hari raya pagi), sejumlah harta untuk zakat fitrah, maka dia termasuk miskin. Dan barangsiapa yang memiliki kelebihan untuk zakat fitrah dari jenis harta apapun, maka dia dianggap kaya (dan wajib bayar zakat).
Baca detail: Zakat Fitrah
2. Kalau benda najisnya hilang oleh siraman air tersebut, maka status lokasi yang terkena najis menjadi suci. Selain itu, tidak ada kewajiban mencuci dengan sabun. Dan air cipratan saat mencuci najis hukmiyah hukumnya suci. Sedangkan air cipratan bekas mencuci najis ainiyah hukumnya dirinci: najis apabila banyak, dan najis tapi dimakfu apabila sedikit. Baca detail: Air Cipratan Menyiram Najis
3. Air ghusalah bekas menyucikan najis hukmiyah adalah suci. Menurut mazhab Syafi’i termasuk Maliki.
Sedangkan air ghusalah bekas menyucikan najis ainiyah hukumnya suci apabila tidak berubah. Ini menurut Maliki dan Al-Ghazali (mazhab Syafi’i). Apabila demikian, maka kaki anda suci. Baca detail: Najis menurut Imam Ghazali