Putus Hubungan Karena Tak Direstui Ortu Pihak Lelaki
PUTUS HUBUNGAN KARENA TAK DIRESTUI ORTU PIHAK LELAKI
Assalamualaikum ustadz
Saya risa umur saya 22 tahun. Saya berkenalan dengan seorang laki-laki berumur 27 tahun dan memang sudah bekerja dan mapan. Saya masih baru lulus dan baru ingin menitih karir. Laki-laki mendatangi saya dengan beribu keyakinan dan mengajak saya untuk menikah. Laki-laki dari sumatra dan saya asli orang jawa. Saya mengiyakan atas ajakan menikah karena saya ingin terhindar dari harapan dan dosa.
Berbulan” kami menjalani hubungan hanya sebatas menanyakan kabar dan sebagainya, karena saya dulu diajak pacaran dan saya menolak. Beberapa waktu sebelum ia akan menemui keluargaku, laki” ini membatalkan rencana kami menikah hanya karena orang tuanya tidak menyetujui jika bersama saya.
Betapa hancur hati saya, dia berkali” minta maaf dan menangis karena masalah ini. Dengan alasan jarak dan juga orang tua tidak mengizinkan menikah dengan orang jawa. Saya berfikir mungkin karena saya masih belum bekerja jadi mereka tidak menyetujui kami.
Apakah saya pantas masih memperjuangkan meskipun hanya lewat doa pak ustadz? Apakah saya harus mengikhlaskan ini semua? Saya harus bagaimana pak ustadz? Saya memang benar” mencintainya karena dia selalu merubah saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Terimakasih sebelumnya, wassalamualaikum .
JAWABAN
Pertama, sikap anda yang menjaga jarak dalam bergaul dengan ‘calon tunangan’ patut diapresiasi. Menjauhi perbuatan zina harus dimulai dengan tidak melakukan pertemuan fisik berduaan yang hukumnya haram. Baca detail: Hukum Kholwat
Berdoa agar dia bisa menjadi jodoh anda, itu bisa saja. Itu bagian dari usaha. Namun, tidak perlu berharap terlalu banyak. Karena, ketika orang tuanya tidak merestui dan dia taat pada orangtuanya, maka itu artinya harapan telah tertutup. Kecuali apabila terjadi perubahan sikap orangtuanya suatu saat kelak.
Oleh karena itu, ada baiknya kalau anda move on. Berusaha keras melupakannya. Cara termudah melupakan itu apabila anda menemukan penggantinya yang lebih baik, paling tidak sama dengannya. Jangan lupa, dalam memilih jodoh, kebaikan karakter dan ketaatan pada agama harus diprioritaskan melebihi kriteria yg lain.
Baca juga:
– Cara Memilih Jodoh
– Cara Mendapat Jodoh
ISTRI GUGAT CERAI SUAMI
Assalamualaikum wr. wb,
Mohon masukannya. Bagaimana syariat yang benar dalam islam untuk menggugat cerai suami?
Saya dan suami sudah menikah 6 tahun dan belum dikaruniai anak. Sebelum menikah kami sudah pacaran selama hampir 6 tahun. Selama kami menikah, hanya 1-2 tahun pertama harmonis, setelah itu kami mulai merenggang. Saya merasa saya tidak bisa mengandalkan suami saya sebagai imam karena ibadah pun jarang ia lakukan, sementara suami saya menganggap saya istri yang kurang mengurus suami.
Setahun terakhir kami merasa pernikahan kami mulai goyah, sering terjadi perselisihan di antara kami dan pada puncaknya sebulan kemarin saya mengetahui adanya WIL yang ternyata adalah mantan pacarnya saat SMA-kuliah. Yang saya tahu dari bukti-bukti yang ada, perselingkuhan ini sudah berlangsung 5 bulan bahkan mungkin lebih. Pada awalnya dia masih menutup-nutupi dan masih berbohong, kemudian setelah saya menyodori beberapa bukti, suami saya mengakui adanya perselingkuhan tapi tidak mau jujur secara terbuka mengakui adanya perzinahan. Pada saat disodori lagi bukti-bukti yang lebih kuat, suami saya diam seribu bahasa.
Akhirnya kami berbicara dan sepakat bahwa tidak bisa mempertahankan pernikahan lagi dikarenakan saya sudah tidak bisa percaya dia lagi, dan dia pun tidak tahan karena saya selalu penasaran dan mengorek-ngorek terus kesalahannya yang belum diakui secara menyeluruh (tidak hanya WIL tersebut, namun ada beberapa perempuan lain yang sering ditemuinya namun tidak bermesraan—dari pengakuannya yang setengah-setengah).
Setelah sepakat tersebut, saya mencari kontrakan baru agar cepat-cepat keluar dari rumah, tujuannya agar kami tidak bertemu lagi sebelum proses cerai berlangsung. Mengapa seperti itu, karena setelah kesepakatan itu sikap suami saya seperti tidak terjadi apa-apa (masih mesra bahkan kami melakukan jima’ sesekali, walaupun pada awalnya badan saya menolak secara otomatis tidak bisa melayaninya, tapi juga kami masih sering bertengkar perihal perselingkuhannya), padahal saya ingin permasalahan ini cepat selesai. Namun saya mengurungkan niat untuk meninggalkan rumah setelah saya baca hukum islam bagi istri yang meninggalkan rumah, baik sudah ditalak 1 atau ditalak 2 apalagi belum adalah haram. Akhirnya saya meminta suami untuk sama-sama pindah ke kontrakan yang baru karena sudah terlanjur saya bayar mahal (namun sesekali kami akan bolak-balik ke rumah karena masih ada ayahnya di sana).
Suami saya belum menjatuhkan talak secara eksplisit kepada saya…setahun terakhir saat kami sedang bertengkar beberapa kali dia memang pernah bilang “sudah lah kita hidup masing-masing aja” tapi kami tidak menganggap itu talak, dan besoknya kami berbaikan lagi…bagaimana hukumnya apakah ucapan seperti itu sudah masuk talak kinayah? Dan apakah sebenarnya sudah masuk talak tiga (karena kejadiannya mungkin sudah pernah 2-3x, terus terang kami tidak begitu ingat)?
Lalu saya membaca tentang khulu’. Apakah dengan situasi ini saya dapat melakukan khulu’? Saat ini saya masih mencintai suami namun membenci perilaku suami dengan segala hal yang terjadi (hampir tidak pernah shalat, kadang minum minuman keras, dan terutama perselingkuhannya). Dan saya takut karena perasaan saya ini membuat saya tidak bisa menunaikan hak-hak suami saya seperti menolak saat ia mengajak jima’, tidak mengurusi keperluannya, tidak mematuhi perintahnya, dan lain sebagainya. Alasan lain yang sangat kuat adalah suami pernah 1x melakukan tes (maaf) sperma dan hasilnya sangat buruk, saya takut apabila saya tetap bersama dia, saya tidak bisa memiliki keturunan sementara usia saya sudah hampir 35 tahun.
Apabila saya boleh melakukan khulu’, apa hukumnya dan bagaimana syariatnya? Apakah boleh hanya mengembalikan sebagian mahar berupa perhiasan (karena sebagian mahar lagi yang berupa uang sudah lama terpakai) dan dilakukan diantara kami berdua saja (tanpa saksi)? Dan apakah setelah saya khulu’, suami berhak merujuk saya secara sepihak (tanpa keridhaan saya)?
Atau bolehkah saya mengajukannya langsung ke pengadilan agama? Apabila menggugat ke pengadilan, alasan apa yang paling memungkinkan untuk diterima agar gugatan cerai saya dikabulkan?
Mohon masukannya mengenai hal ini karena saya ingin bercerai tanpa melanggar syariat islam.
Terima kasih sebelumnya.
Wassalam.
JAWABAN
Anda bisa melakukan gugat cerai ke pengadilan agama. Gugat cerai dibolehkan dalam agama bahkan hanya dengan alasan istri sudah tak lagi mencintai suami. Baca detail: Istri Minta Cerai karena Tak Cinta
Apalagi dalam kasus anda suami terbukti melakukan perselingkuhan dan ketidaktaatan lainnya pada agama. Baca detail: Menyikapi Pasangan Selingkuh