Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Hukum Pindah-pindah mazhab

NAJIS

Assalamualaikum Wr. Wb.

1. Ustadz, selama ini saya bermadzhab thaharah & shalat mengikuti imam syafii. Sedangkan muamalah khususnya hukum jual beli online saya ikuti madzhab lain yg membolehkan. Karena setahu saya, hukum bermadzhab ada yg mewajibkan di satu imam saja, ada yg membolehkan ganti-ganti selama beda bidang. Seperti thaharah & shalat itu tidak bisa terpisah hukumnya sehingga wajib satu imam. Tapi di muamalah boleh ganti imam. Saat shalat pun selama wudhu dan rukun syarat shalatnya istiqamah di satu waktu maka di waktu lain boleh beda. Misal, shubuh saya ikuti imam syafii, dhuzur saya ikuti imam malik. Ada juga hukum yg membolehkan mencampur madhab. Karena buku agama yg umum nya dijual untuk pendidikan dini kebanyakan tidak menyebutkan bermadzhab. Kalau ada buku khusus madzhab biasanya harganya mahal. Saya mencoba istiqamah di satu madzhab walau saat tangan di perban saya pindah madzab karna imam syafii wajib membasuh luka saat wudhu. Lalu apakah yg saya lakukan sudah benar? Jika saya ikuti imam hambali sampai luka sembuh misal dari dhuhur sampai maghrib. Lalu luka saya sudah sembuh, isya saya kembali ikuti lagi imam syafii. Apakah witir yg diwajibkan imam hambali wajib saya lakukan atau tidak?

2. Najis cicak menurut jumhur ulama najis karena ada penelitian yg mengatakan cicak darahnya mengalir. Hanya imam syafii yg tidak menganggap najis kotoran cicak. Saya ikuti imam syafii karna memang sangat lelah membersihkan kotoran cicak. Walau untuk kebersihan saya tetep membersihkannya. Caranya kotoran cicak diambil dengan tisu sampai wujudnya tidak ada. Untuk bau hidung saya anosmia, tidak peka. Setelah jadi hukmiyah, saya bersihkan bekas tempat kotoran tadi dengan tisu basah lalu dikeringkan dengan tisu kering. Walau saya sendiri tidak menganggap cicak najis.

3. Bangkai tikus sangat jelas hukum najisnya. Lalu bagaimana ketika ada kucing liar yg suka main atau mencari makan di halaman rumah saya yg kebetulan membawa tikus. Jika saya usir, kucingnya bisa meninggalkan bangkai tikus & saya jijik untuk membersihkannya. Apalagi kalau masih hidup. Akhirnya saya biarkan kucingnya makan di lantai halaman rumah. Setelah selesai makan, dengan memakai keresek sebagai alas kaki, saya ambil selang lalu siram lantai, rumput, garasi yg kebetulan dilewati kucing dan sempat menyimpan bangkainya di garasi & rumput. Termasuk kotoran cicak pun ikut tersiram ke garasi. Saya pun berniat untuk mencuci sendal yg mungkin terkena kotoran cicak atau terinjak kucing. Tapi saat bangkai tikusnya disimpan di garasi atau rumput, saya pikir hanya ada najis hukmiah. Karna bulu tikus biasanya tidak rontok. Saat itu belum dimakan tikusnya. Saat kucing membawa tikus sebelum dimakan pun, buntut tikusnya menempel ke halaman rumah. Menurut saya juga ikut najis hukmiyah. Makanya saya langsung siram semuanya tanpa mengecek apakah masih ada bau bangkainya atau wujudnya. Karna, maaf bau kentut orang lain atau darah haid saya saja tidak tercium. Apakah cara saya untuk menyucikan najis tikus di sekitar rumah sudah benar? Lalu bagaimana jika kucingnya main ke rumah lagi. Mengingat kaki kucingnya menyentuh najis tikus, juga mulutnya. Tapi tidak mungkin saya siram tikusnya kan

4. Terakhir, bagaimana sikap saya dengan orang2 disekitar saya yg cenderung tidak bermadzhab. Bahkan yg sudah jelas najis pun seperti kotoran burung terkadang tidak diperhatikan. Saya melihat sendiri tapi tidak bisa memberitahu karna takut dimarahi, disindir, diledek. Hanya memberitahu sedikit tapi tidak bisa sampai meminta untuk menyucikan najisnya. Memang saya tidak melihat langsung tapi ada kemungkinan terkena najis orang tersebut. Apakah saya berdosa? Apakah lantai yg diinjak orang tersebut jadi najis dan kejadiannya sudah lama, akhirnya seiisi rumah jadi najis?

Saya sangat memohon maaf jika ada kesalahan dalam pertanyaan saya yg sangat panjang ini. Terima kasih banyak atas jawabannya.

JAWABAN

1. Anda mengikuti beberapa madzhab tanpa paham betul hukum setiap madzhabnya. Contohnya, masalah tangan diperban, di madzhab Syafi’i tangan yang terkena perban itu cukup diusap (Arab: al-masah) bukan dibasuh (al-ghasl). Untuk hal ini anda tidak perlu pindah-pindah madzhab karena di madzhab Syafi’i sendiri sudah cukup ringan hukumnya. Baca detail: Shalat Pemakai Infus / Perban

Secara prinsipnya, pindah-pindah madzhab itu tidak masalah kalau memang dibutuhkan. Termasuk dalam masalah yang sama. Baca detail: Hukum Ikut Beberapa Madzhab

Karena, pada dasarnya bagi orang awam tidak ada kewajiban untuk ikut satu madzhab saja. Baca detail: Orang Awam tidak Wajib ikut satu mazhab

2. Dalam madzhab Syafi’i cicak juga najis. Hanya saja najis yang dimaafkan (dimakfu). Apa yang anda lakukan tidak masalah.
Baca detail:
Kotoran Lalat, Kelelawar Najis Makfu
Najis yang Dimaafkan (Makfu)
Najis Makfu dan Kaitannya dg Shalat

3. Kalau memang benda najisnya tidak ada, maka sekali siram itu sudah cukup. Baca detail: Najis dan Cara Menyucikan

4. Kalau anda tidak melihat langsung ada najis di orang tersebut, maka status orang itu suci karena kembali pada status asal seorang manusia yakni suci. Dalam kaidah fikih dikatakan: “Status benda (suci dan najisnya) itu kembali pada hukum asalnya” Maksudnya: dalam situasi yg meragukan atas seseorang atau suatu benda, maka kembali pada hukum asal benda tersebut. Baca detail: Kaidah Fikih

Kembali ke Atas