Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

     

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Memberitahu kakak soal mentalak istri apa berakibat cerai

Memberitahu kakak soal mentalak istri apa berakibat cerai

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yang terhormat,
Dewan Pengasuh dan Majelis Fatwa
Pondok Pesantren Al-Khoirot, Malang

1A. Setelah peristiwa tanggal 5 Mei 2018, saya memberi tahu kedua kakak saya tentang apa yang terjadi dengan kalimat “[Nama saya] dan [nama istri] (baru saja) ber[kata sharih].”

Sekali saya kirimkan via whatsapp, selanjutnya via telepon dan pembicaraan langsung.

Saat lewat telepon dan pembicaraan langsung, kata dalam tanda ( ) mungkin tidak saya ucapkan.

Apakah berdampak?

1B. Saat menuliskan kalimat dalam tanda “…” di atas, saya meneguhkan niat saya bercerita dan mempertahankan pernikahan saya. Hanya saya merasa ada was-was syaithan yang mencoba mengganggu, dan saya lawan habis-habisan.

Apakah berdampak?

2A. Masih pada sesi-sesi yang sama, sempat terlontar kalimat “Kalau almarhum Ayah tahu aku/kita ber[kata sharih], aku pasti dibunuh.”

Apakah berdampak?

2B. Pada poin ini, saya sempat meneguhkan niat saya untuk mempertahankan pernikahan lebih kuat, tapi lafal niat bertanya/berceritanya dilintaskan beberapa detik sebelumnya, dan saat menjawab, pikiran sangat fokus pada niat mempertahankan pernikahan itu sendiri. Apakah berdampak?

Menanyakan dua nomor (1 dan 2) di atas benar-benar pengalaman menakutkan untuk saya.

3. Apakah menjawab pertanyaan dengan kata lafadz kinayah di dalamnya, di mana pertanyaan tersebut jelas berada pada konteks aman, mutlak tidak berdampak? Maksudnya apapun kondisi internal penjawab? Tentunya jawaban juga diucapkan dalam konteks aman, atau tidak menggunakan lafadz kinayah sama sekali.

4A. Karena sempat salah berpikir, sehingga sebagian besar bulan Mei 2018 berpikir dalam kondisi bain shugra, saya melamar ulang istri saya (sebelum diberi penjelasan oleh KSIA tentang kondisi sebenarnya), dan dilakukan sebelum saya mengucapkan rujuk resmi pada istri pada awal Juni 2018. Apakah lamaran tersebut dianggap rujuk?

4B. Sesudah lamaran tersebutlah (sebelum ada kalimat rujuk resmi tersebut) saya memberikan uang mut’ah dengan kalimat yang saya sampaikan pada konsultasi sebelumnya ([Penting] Usaha sembuh dari was-was qahriyah). Apakah pemberian uang mut’ah dan kalimat tersebut berdampak?

5. Apakah melakukan tindakan mengklik atau menekan sesuatu sebagai jawaban atas pertanyaan (ditanyakan oleh sistem) pada game/software yang menggunakan kata lafadz kinayah (baik pertanyaan atau pada opsi jawaban) dapat berdampak pada pernikahan?

6A. Apakah menyengaja menonton/membaca sesuatu yang ada lafadz sharih/kinayah d dalamnya bisa berdampak?

6B. Sebelum mulai berkonsultasi dengan Al Khoirot, dulu saya sering menggoogling informasi seputar was-was saya dengan mengetikkan kata lafadz sharih di google search. Kadang tanpa kata tanya sebelumnya. Apakah berdampak

7. Saat puncak penyakit was-was saya ca. Maret/April 2018, istri saya pernah menebak apa isi was-was saya dengan berkata yang dia tangkap bahwa saya takut murtad dan takut saya (maaf saya terlalu takut).

Saya mengiyakan. Apakah berdampak?

8A. Apakah memuji/menyebut lawan jenis bukan mahram dengan sebutan ‘cantik’ atau ‘atraktif’, atau bahkan ‘seksi’ berdampak pada pernikahan? Saya tahu hal ini termasuk dosa.

8B. Saat masih buruk kelakuan, saya pernah beberapa kali melihat materi ‘dewasa’. Baik berupa film atau komik. Pernah terucap kalimat tidak senonoh, baik berupa omongan kotor maupun kalimat keinginan melakukan hal kotor. Saya tidak pernah ada maksud apa-apa, apalagi berkaitan dengan status hukum (Tidak pernah ada tersebut kata lafadz sharih/kinayah). Saya tahu ini dosa besar dan saya sudah lama bertaubat.

Apakah kata-kata tersebut bisa berdampak pads pernikahan?

9. Boleh mohon jelaskan hukum jual beli kucing? Saya pernah diberi tahu bahwa hal tersebut tidak dibolehkan dalam agama. Apakah benar?

Maaf pendalaman

No. 4A. Maaf, masalahnya pada tanggal 5 Mei 2018 ,tersebut karena didesak istri, saya memang sempat mengucapkan lafadz sharih. Maka itu bukan was-was. Tajdidun nikahnya sendiri terjadi sehari sebelumnya, dan saya tahu tidak berdampak.

Masalahnya, apakah lamaran ulang saya sesudah tanggal 5 Mei (sebelum diberi tahu oleh KSIA tentang status sebenarnya, yaitu bukan ba’in shugra) dianggap rujuk?

Dan apakah pemberian uang mut’ah dan kalimat yang saya ucapkan (“ini mut’ah nya”) sesudah lamaran tersebut dan sebelum saya diberi penjelasan oleh pihak KSIA tentang status sebenarnya (yaitu masih dalam masa iddah, sehingga cukup rujuk tanpa nikah ulang) berdampak hukum?

JAWABAN

1A. Tidak berdampak. Itu termasuk bercerita yang mengandung kata talak sharih. Hukumnya tidak ada efek hukum. Baca detail: Cerita talak apa berdampak cerai?
1b. Tidak ada dampak.

2a. Tidak berdampak.
2b. Tidak berdampak.

3. Ya, tidak berdampak secara mutlak.

4a. Tidak dianggap rujuk. Karena talak tidak terjadi, maka rujuknya tidak perlu. Sama dengan orang yang nikahnya sah tapi masih nikah lagi. Maka nikah yang kedua tidak dianggap dan secara hukum tidak merusak status nikah sebelumnya. Baca detail: Akad Nikah Dua Kali

4b. Tidak ada dampak.

5. Tidak ada dampak (sudah berapa kali harus kami jawab pertanyaan yg sama seperti ini?)
6a. Tidak.
6b. Tidak.

7. Tidak.

8a. Tidak berdampak.
8b. Tida.

9. Baca detail: Hukum Jual Beli   Kucing

Kembali ke Atas