Menghina Nabi menyebabkan murtad
Menghina Nabi menyebabkan murtad
Yang terhormat,
Dewan Pengasuh dan Majelis Fatwa
Pondok Pesantren Al-Khoirot, Malang
1 Maaf, saya masih sangat terganggu dengan kata-kata saya saat terpikir memberi nama tempat iga bakar yang saya rancang dengan nama Adam’s Ribs. Hal ini memang pernah saya konsultasikan pada topik Was-was Murtad tanpa sadar (03/06/18). Namun ada ingatan yang sungguh membuat saya takut.
Saya terpikir nama tersebut karena teringat cerita Allah menciptakan Siti Hawa dari rusuk Nabi Adam a.s. Yang terpikir berarti Nabi Adam kekurangan satu rusuk. Yang terlintas adalah merek tersebut sensasional, karena bisa membuat kesan seakan pelanggan sedang atau akan… (maaf saya tidak berani melanjutkan). Awalnya sempat saya terbawa godaan, hingga dalam hati menganggapnya lucu.
Tapi saya sungguh takut menghina Nabi Adam a.s., oleh karenanya saya tanyakan pada istri saya, dengan kalimat “Apakah merek Adam’s Ribs blasphemic atau tidak”. Yang kemudian ia katakan memang blasphemic. Lalu sempat saya coba alihkan agar nama Adam tersebut merujuk hanya seorang tokoh fiktif yang kebetulan bernama Adam.
Apakah saya sempat murtad saat itu karena menghina Nabi Adam a.s.?
Baru lama kemudian saya bersyahadat ulang. Apakah terjadi sesuatu pada pernikahan saya saat itu?
2. Keburukan orang zalim di antaranya adalah mencari-cari alasan. Saat saya dan istri masih sering tidak mengerjakan shalat, kadang kami mengucapkan alasan-alasan (excuses) seperti sakit, sibuk, sedang tanggung mengerjakan sesuatu, tidak terkejar, masih kecapean, dan lainnya. Kami tidak bermaksud mengingkari wajibnya shalat (atau ibadah wajib lainnya, atau kewajiban berhijab dll.), baik secara zhahir maupun batin, tapi tetap saja dulu kami memiliki kebiasaan untuk menyatakan excuse-excuse ini. Dulu tidak terpikir bahwa membuat excuse itu sendiri mungkin berakibat amat fatal.
2A. Apakah termasuk perbuatan murtad?
2B. Apakah terjadi na’udzubillahi mindzalik fasakh pada pernikahan kami? Karena baru lama kemudian hingga kami bertaubat.
3. Maaf, mendalami pertanyaan pada konsultasi bertopik [Segera] Khawatir murtad dan syirik tanpa sadar, no 12C. (03/06/18) tentang saat saya secara tanpa ilmu melarang menggunakan nama Lathif pada manusia karena keliru berpikir termasuk nama yang khusus untuk Allah.
Yang terjadi adalah sebenarnya saya pernah membaca di buku Asma’ul Husna yang ditulis Prof. Quraish Shihab, di sana dituliskan bahwa nama lathif digunakan pada orang dengan karakter tertentu. Yang terjadi, saat saya mengobrol dengan istri pada 4 Mei 2018 tersebut, saya teringat samar-samar mengenai keterangan tersebut, tidak bisa ingat dengan jelas. Dan karena hari-hari itu saya masih dalam keadaan penyakit was-was kronis, saya cenderung ketakutan berlebihan.
Sebelum hari itu saya sempat mencari-cari di internet tentang nama Lathif tersebut dan tidak pernah menemukan keterangannya. Saya selalu melihat orang memiliki/memakai nama Abdul di depan nama Lathif/Latif. Istri saya sempat menyatakan bahwa ia tahu beberapa orang bernama Lathif, tapi saya tidak berani memutuskan. Sesudahnya saya mencari keterangan lagi dan tidak pernah mendapati nama Latif di antara nama yang boleh digunakan manusia.
Tapi memang saya membaca lagi buku Asmaul Husna tersebut dan terbaca oleh saya keterangan tentang karakter orang yang dijuluki latif tersebut. Hanya dalam buku tersebut tidak dituliskan nama tersebut sebenarnya boleh dipakai manusia. Dan karena tidak ada sumber lain yang mengizinkan penggunaan nama Lathif tersebut, saya tidak berubah pendapat saat itu.
Sehingga kekeliruan saya diluruskan oleh KSIA pada tanggal 03 Juni 2018, hampir satu bulan sesudah kejadian.
Mungkin kekeliruan pikir saya ini sudah mulai terjadi beberapa waktu sebelum tanggal 4 Mei 2018 tersebut, namun baru pada tanggal 4 Mei itulah saya secara samar teringat (dan akhirnya) membaca lagi keterangan yang terlupa tentang nama Lathif tersebut.
3A. Apakah udzur jahil masih berlaku pada saya seperti difatwakan pada saya pada tanggal 3 Juni 2018 tersebut? Atau saya terhitung sudah melakukan kemurtadan?
3B. Karena baru jelas pada tanggal 3 Juni tersebut, saya baru bertaubat hari itu (dan hari ini, ketika saya lupa mengenai pertaubatan saya tanggal 3 Juni). Sementara beberapa hari sebelum tanggal 3 Juni tersebut saya merujuk istri saya. Apakah rujuk tersebut masih sah? Sebelum bertaubat atas dosa tersebut, seperti saya sampaikan, saya bersyahadat tiap hari sejak bulan Februari. Kadang lebih dari 8-10 kali sehari. Apakah teranggap untuk saya kembali masuk Islam walau baru bertaubat tanggal 3 Juni tersebut?
4A. Kadang setelah mengerjakan dosa atau terlewat ibadah wajib, saya dan istri berkata ‘ya sudah lah’.Maksudnya dosanya sudah terjadi dan kami harus menanggungnya. Tapi apakah termasuk menghalalkan yang haram?
4B. Kadang kami juga mengatakan kata-kata ini pada satu sama lain untuk menenangkan saat ada yang sadar mengerjakan dosa. Maksudnya sudahlah jangan panik, Allah Maha Pengampun, bertaubat dan minta ampun saja sekarang.
Apakah kata-kata ini juga berakibat murtad karena dianggap mencoba mengubah-ubah hukum Allah?
5. Apakah mengatakan ‘tidak apa-apa’ pada orang yang merasa berbuat dosa juga berdosa besar? Maksudnya, menenangkan sambil mengingatkan bahwa Allah Maha Pengampun. Bukan bermaksud mengingkari hukum. Atau sebaliknya untuk menyatakan pada orang lain, ‘sudah kuterima, aku harus tanggung dosanya, sudah terjadi’ saat diri sendiri yang berbuat dosa. Bukan bermaksud mengingkari atau melecehkan hukum. Apakah berakibat murtad?
6. Salah satu hari kemarin, saya mandi junub di tengah malam. Besoknya saya memang pilek. Istri bertanya kenapa saya pilek, dan saya jawab ‘mungkin karena saya mandi air dingin malam-malam.” Maksud saya, saya menyalahkan keputusan saya sendiri menggunakan air dingin, bukan ibadah mandi junub nya itu sendiri. Tapi saya khawatir, apakah kata-kata saya merupakan suatu dosa? Seburuk apakah?
7. Saya cukup sering cemas bahwa ada tindakan saya atau istri yang termasuk murtad di masa lalu, tapi kami tidak tahu. Mungkin kami sadar hal tersebut termasuk dosa saat mengerjakannya, tapi tidak tahu bahwa mungkin termasuk murtad. Dan sekarang saya dan istri sudah kesulitan ingat detail perbuatan dan ucapan kami. Apakah kami pernah mengerjakan atau mengucapkan ini itu atau tidak.
Bagaimana saya harus menyikapinya? Dahulu, kadang untuk waktu yang lama sekali, istri saya tidak shalat, saya sendiri pernah hanya shalat Jum’at saja selama masa yang panjang.
Kami sempat hidup cukup ‘tersesat’ jaman dulu, sehingga kadang lurus, tapi lebih banyaknya lalai. Walau kami tidak sampai minum minuman keras, berjudi, atau sebangsanya.
Baru setahun atau dua tahun ini kami sama-sama bertaubat sesungguh-sungguhnya dan bertekad lebih istiqamah memperbaiki diri dengan serius. Tapi kadang saya khawatir apakah pernah murtad? Dan bagaimana status pernikahan kami sebagai akibatnya? Bagaimana saya harus melihatnya?
8A. Waktu muda saya agak emosional dan mulut saya tidak terjaga, sehingga kadang keluar kata ‘bunuh’ atau sebangsanya saat marah. Saya tidak benar-benar berniat melakukannyai, hanya ekspresi kemarahan saja. Saat itu saya benar-benar tidak terlintas hukumnya, bahwa muslim haram darahnya. Apakah saya berdosa murtad menghalalkan darah muslim?
8B. Pernah juga saya terbawa pihak yang mendukung perang saat Indonesia bersitegang dengan Malaysia. Saya tidak terlintas sama sekali bahwa orang Malaysia juga kebanyakan muslim, darahnya tidak boleh ditumpahkan. Pertanyaannya sama, apakah saya berdosa murtad menghalalkan darah muslim?
9. Bila seseorang berpikir atau merasa pernah murtad, atau bahkan pernah berkali-kali murtad, padahal sesungguhnya tidak, bagaimana hal tersebut dihukumi?
10A. Saya sempat satu kali berpikir, bahwa saya selama ini membaca satu huruf kelebihan saat membaca syahadat. Ternyata tidak. Apakah pikiran salah tersebut ada dampaknya?
10B. Sebelum diedit, pertanyaan 8A di atas sempat saya tulis dengan cara lain, tapi ujungnya kalimatnya berkesan seakan saya menyalahkan syahadatnya, padahal tidak ada maksud begitu, yang saya salahkan dari awal adalah saya sendiri. Bagaimana dampak hukumnya?
11. Saat saya mengaplikasikan aturan-aturan ngawur saya yang berlebihan akibat salah persepsi atas haram halal, istri saya pernah mengeluh dua kali dengan kalimat, “koq rasanya berat sekali menjadi muslim”. Saya tahu yang dia keluhkan adalah peraturan saya, bukan agama Islam, karena kenudian dia berkata setahu dia Islam itu mudah dan memudahkan. Apakah kata-kata dia termasuk perkataan murtad? Saya yakin dia tidak tahu/sadar bila kata-katanya bisa berdampak bahaya.
12. Maaf bila pertanyaannya membingungkan.
Saat awal terkena penyakit was-was hampir 6 bulan yang lalu, saya mencoba menjejak pelajaran agama yang saya terima selama ini, dan menemukan cukup banyak di antaranya diajarkan pada saya menurut pendapat madzhab Hambali. Di saat yang sama, karena tidak mengerti, saya mengambil pendapat Ibnu Qayyim soal dampak murtad pada pernikahan.
Terus terang saat itu saya merasa/khawatir telah berulang kali murtad. Sementara madzhab Hambali dan Wahabi punya pandangan yang jauh berbeda soal dampak murtad pada pernikahan.
Kemudian hari saya menjauhi paham Wahabi dan mengikuti madzhab Syafi’i, lengkap dengan pandangannya tentang dampak murtad pada pernikahan.
Saya tidak tahu, apakah selama 5 bulan lebih masa penyakit was-was akut kemarin tersebut, pernah benar-benar terjadi kemurtadan atau tidak pada saya, entah secara pikiran atau lisan (terutama saya mengkhawatirkan isi pikiran kacau akibat gangguan syaithan, beberapa kalimat blasphemic dalam hati yang segera saya sesali, juga pikiran-pikiran syirik yang juga segera saya taubati, dan pengharaman hal yang halal karena persepsi berlebihan).
Yang saya ingin tanyakan, bagaimana status pernikahan saya? Apakah masih sah? Yang saya ketahui, selama lima bulan lebih tersebut saya terus bersyahadat karena takut murtad.
13. Apakah mengucapkan permintaan maaf untuk kesopanan saat menolak melakukan sesuatu yang haram dalam Islam, nisalnya menolak bekerja di pekerjaan yang melibatkan khamr, termasuk perbuatan dosa? Sampai separah apa derajat dosanya? Karena saya sering meminta maaf untuk basa-basi saat tidak mau mengambil pekerjaan haram.
14A. Apakah orang murtad perlu melafalkan niat sebelum bersyahadat untuk masuk kembali ke dalam Islam? Atau cukup dengan melafalkan dengan pengetahuan artinya dan meyakini isinya saja?
14B. Sering karena takut telah melakukan perbuatan murtad, saya bersyahadat dengan sebelumnya berniat masuk kembali ke dalam Islam. Bila sebelumnya saya sebenarnya tidak murtad, apakah niat tersebut malah mengakibatkan murtad? Saya takutnya niat tersebut malah jadi pengakuan telah murtad. Sebetulnya yang terjadi adalah saya merasa/khawatir telah terlanjur melakukan kemurtadan.
15. Saat mengkhawatirkan perbuatan murtad di masa lalu, saya kadang menenangkan diri sendiri dengan dua ingatan, bahwa mungkin hal tersebut sebenarnya bukan kemurtadan, dan/atau karena saya sudah bertaubat. Tapi kemudian sering timbul panik bahwa saya sudah menganggap enteng dosa murtad, dan saya malah jadi khawatir telah murtad saat itu juga. Apa yang harus saya pikirkan?
16. Bolehkah memelihara ikan koi? Saya sempat berpikir tidak boleh, karena orang shinto/zen memelihara koi sebagai bagian dari ritual agama mereka sebagai semacam jimat keberuntungan.
Apabila ternyata boleh, apakah saya sudah murtad karena mengharamkan yang halal? Apakah kenyataan saya selalu bersyahadat selama masa saya mengharamkan memelihara koi tersebut, ada berefek baik bagi saya?
17. Saat mendengar cerita dibalik syariat puasa Daud, saya dan istri menganggap cerita tersebut lucu. Tapi kami tidak ada keinginan merendahkan atau menghina Nabi Daud ‘alaihi salam. Apakah kami berdosa? Hal yang sama juga timbul saat mendengar cerita Fatimah Az-Zahra yang tidak ridha dipoligami. Kami juga tidak bermaksud mentertawakan Sayyidina Fatimah. Apakah kami berdosa?
18. Saat mempraktikkan ‘sihir’ (yang menurut penelitian KSIA tidak termasuk kategori sihir) 17 tahun yang lalu, saya sering menyebut diri sebagai bagian kaum ‘magi’. Saya tidak ingat apakah saya paham atau tidak saat itu bahwa magi adalah sebutan untuk orang majusi. Namun saat itu saya tidak menggunakan kata magi dalam pengertian majusi, melainkan penguna/pelajar ilmu ‘gaib’ (wizard/sorcerer), yang merupakan definisi populer kata magi di industri cerita fantasi.
Apakah sudah teranggap pengakuan murtad?
19. Beberapa tahun lalu kadang saya menyanyikan lagu ‘imagine’ karya john lennon. Kadang saya menyanyikan bagian syair ‘imagine there’s no religion’, tapi berbeda dengan maksud lennon, saya selalu menyanyikannya dalam bayangan negatif. Maksudnya selalu memahami keadaan ‘…there’s no religion’ tersebut sebagai keadaan yang sangat buruk yang saya bersyukur tidak terjadi. Bagaimana hukumnya? Apakah saya terap berdosa besar? Sampai derajat apa?
20A. Bagaimana hukumnya menyebut seorang muslim yang sudah Islam dari lahir sebagai muallaf untuk bercanda?
20B. Bagaimana hukumnya menyebut kemustahilan dengan frase ‘sampai lebaran kuda…’
JAWABAN
1. Menghina Nabi yang berakibat murtad itu apabila disengaja untuk menghina. Menghina yang jelas (sharih) itu adalah dalam bentuk mencaci maki salah satu Nabi. Kasus di atas tidak memenuhi unsur itu.
Al Jaziri dalam Al-Mazhahib Al Arba’ah, hlm. 4/108, dinyatakan pendapat madzhab Hanafi terkait hal ini:
ومن سب دين مسلم فإنه يحمل على أمرين : أحدهما سب نفس الشخص وأخلاقه التي يتخلق بها ومن أراد ذلك فإنه لا يكفر . ثانيها : سب نفس الدين وتحقيره ومن أراد ذلك فإنه يكفر وبذلك لا يمكن الجزم بتكفير من شتم الدين فلا يترتب عليه أحكام المرتدين …. ومن سب النبي صلى الله عليه و سلم صريحا أو عرض بمقامه الكريم أو سب نبيا من الأنبياء أو سب جبريل وميكائيل فقد اختلف فيه قولين
Artinya: “Sesiapa yang mencaci/memaki agama seorang muslim, maka ada dua kemungkinan: satu, mencaci individunya dan akhlaknya yang buruk, apabila demikian, maka si pencanci tidak kufur. Dua, mencaci dan menghina agama Islam. Dalam hal ini maka dia kufur. Oleh karena itu, tidak bisa dipastikan kafirnya seseorang yang mengumpat agama karena tidak otomatis berakibat murtad… Barangsiapa memaki/mencaci Nabi Muhammad secara sharih (eksplisit) atau mencaci salah satu Nabi atau memaki malaikat Jibrik dan Mikail maka ada dua pendapat …”
Inti dari kutipan di atas adalah mengumpat/menghina Nabi dihukumi murtad karena jelas adanya unsur kesengajaan. Ini berbeda dengan kasus anda. Baca detail: Tiga Penyebab Murtad
2a. Selagi masih mengakui wajibnya hukum shalat, maka tidak berakibat murtad. Ini sudah dijelaskan sebelumnya. Namun pelaku pelanggaran dihukumi berdosa. Baca detail: Tidak shalat karena murtad
2b. Tidak ada dampak hukum pada status pernikahan. Baca detail (relevansi: perzinahan tidak membatalkan pernikahan): Menyikapi Pasangan Selingkuh
3a. Kami ulangi jawaban sebelumnya sbb: “Latif bukan termasuk nama yang khusus untuk Allah, jadi boleh digunakan tanpa kata ‘abdu'” Oleh karena itu, tidak ada dampak murtad bagi anda.
3b. Karena tidak berakibat murtad, maka status pernikahan tidak terganggu dan tidak perlu rujuk. Kalaupun andQa melakukan rujuk, maka itu tidak ada pengaruh apapun. Seperti orang yang sah akad nikahnya lalu akad nikah lagi. Baca detail: Akad Nikah Dua Kali
4a. Tidak termasuk menghalalkan yang haram karena masih mengakui bahwa itu wajib. Diwajibkan segera taubat dengan cara mengqadha shalat yang tertinggal. Detail: Qadha shalat
4b. Tidak termasuk. Dengan sadar telah melakukan dosa, berarti tidak mengubah hukum Allah.
Prinsipnya selagi mengakui kewajiban. Dianjurkan bagi pelaku dosa untuk segera bertaubat dan tidak mengulangi sebisa mungkin. Baca detail: Cara Taubat Nasuha
5. Kalau maksudnya untuk menenangkan hati si pelaku, bukan menghalalkan yang haram, maka itu tidak masalah. malah itu perbuatan yang baik memberi motivasi agar tetap semangat dalam hidup. Quran sendiri memberi motivasi agar tidak mudah putus asa. Dan putus asa salah satunya karena dosa. Lihat QS Yusuf 12:87.
6. Tidak dosa. Anda bercerita tentang fakta fisik, tidak terkait urusan ibadah.
7. Hal ini sudah diterangkan panjang lebar: bahwa dosa masa lalu yang tidak diketahui itu dimaafkan. Sedangkan dosa yang diketahui adalah dosa, maka dirinci: a) dosa yang berupa kewajiban shalat, taubatnya harus dengan mengqadha shalat tersebut; b) dosa yang tidak terkait dengan pelanggaran pada Allah taubatnya dengan memohon ampun dan janji tidak mengulangi; c) dosa terkait sesama manusia dg cara meminta maaf pada individu terkait. Baca detail: Cara Taubat Nasuha
8a. Membunuh orang apabila dilakukan adalah dosa besar. Namun selagi mengakui dosa, maka tidak murtad. Sedangkan ucapan bunuh saja tanpa melakukannya, maka hukumnya tidak berdosa.
8b. Sama dg jawaban 8a. Selagi masih sebatas ucapan, belum dilakukan, maka tidak berdosa. Baca detail: Dosa yang belum dilakukan tidak dicatat
9. Tidak ada hukumnya. Itu tanda was-was. Dan was-was itu tidak baik karena akan menyiksa penderitanya. Terutama was-was OCD. Hindari was-was OCD sebisa mungkin dengan berkonsultasi pada ahlinya. Sementara belum sembuh, sebaiknya tidak menularkan penyakit ini pada lingkungan keluarga (anak dan istri). Baca detail: Was-was karena OCD
10a. Tidak ada dampak.
10b. Tidak ada dampak. Anda terlalu memperberat diri sendiri dalam beragama. Hal seperti ini sebaiknya tidak perlu terlalu difikirkan.
11. Istri anda justru benar. Nabi bersabda: Permudah jangan persulit. Beri berita gembira agar (umat) tidak lari. Bagaimana batasan dan makna hadits ini? Baca artikel berikut: Islam itu mudah
b) Kalau ada pendapat ulama yang menganggap suatu perbuatan menyebabkan murtad, maka selama ada pendapat lain yang menyatakan tidak murtad, maka pendapat terakhir itu yang diambil. Itu makna dari ucapan Aisyah bahwa “Nabi selalu memilih pendapat yang lebih ringan selagi tidak haram.” Baca detail: Toleran pada orang awam
13. Tidak masuk perbuatan dosa. Anda baru berdosa kalau melakukan pekerjaan yang haram itu. Bersopan santun itu bagian dari perintah Islam. Nabi dipuji Al-Quran karena akhlaknya yang baik (QS Al-Qalam 68:4). Dan mengikuti etika sopan santun sosial itu termasuk bagian dari akhlak Islam selagi tidak melanggar syariah.
Baca:
– Pendidikan akhlak 1
– Pendidikan akhlak 2
14a. Melafalkan kalimat syahadat dan meyakini kandungan maknanya.
Baca detail:
– Cara masuk Islam
– Syarat Syahadat untuk Masuk Islam
14b. Seorang muslim yang membaca kalimat syahadat akan mendapat pahala. Karena syahadat adalah termasuk dari kalimah tayyibah. Karena anda sudah muslim, maka kalimah syahadat yang anda baca itu menjadi dzikir bagi anda.
15. Yang harus anda lakukan adalah tidak terlalu memikirkan hukum masa lalu. Bagaimanapun besar dosa anda kalau anda bertaubat dengan sungguh-sungguh, maka dosa anda akan diampuni tentu dengan mengikuti tatacara taubat yang telah ditentukan di link berikut: Baca detail: Cara Taubat Nasuha
Maka dari itu, daripada memikirkan masa lalu sebaiknya fokuskan perbuatan dan pemikiran anda untuk berbuat baik di masa sekarang dan masa yang akan datang. Termasuk berusaha menghilangkan penyakit was-was yang sedang anda derita. Salah satu caranya adalah dengan mengikuti hukum madzhab empat yang bisa memberikan solusi pada kehidupan kita sehari-hari.
Yang jelas, ucapan syahadat anda tidak ada dampak buruk bagi anda. Yang sangat penting anda sadari adalah bahwa Hukum syariah itu tidak bergantung pada pemikiran anda, tapi berdasarkan pada pandangan ijtihad para ulama berdasarkan pemahaman ulama pada Quran dan hadits sahih. Jadi, walaupun anda berpikir anda murtad (entah karena was-was atau salah baca artikel Wahabi), tapi kalau ada pandangan ulama madzhab empat yang menyatakan tidak murtad, maka hukumnya tidak murtad. Dan status anda berdasarkan pandangan ulama sudah kami terangkan dengan detail pada konsultasi sebelumnya yang intinya, tidak ada perbuatan anda di masa lalu yang berakibat murtad.
16. Boleh memelihara ikan koi dan ikan apapun. Apabila ada kesamaan dengan tradisi penganut agama lain, maka itu tidak menghilangkan kebolehan tersebut. Kalau anda tidak memeliharanya, maka itu tidak berarti mengharamkan yang halal dan tidak berakibat murtad. Kalau anda mengharamkan karena dipengaruhi pandangan Wahabi, maka itu bukan kesalahan anda. Baca detail: Halal Haram Menyerupai Orang Kafir
17. Tidak berdosa karena tidak ada niat mengolok-olok atau menghina.
18. Tidak termasuk pengakuan murtad. Seperti disebut sebelumnya, mempelajari ilmu sihir tidak otomatis kafir menurut madzhab empat kecuali dalam proses mempelajarinya ada perilaku yang meniadakan Allah. Atau ilmu itu dibuat untuk mencelakakan sesama manusia. Baca detail: Hukum Ilmu Santet Sihir
19. Tidak berdosa karena bukan memaknainya sebagai pengingkaran adanya agama Islam.
20a. Tidak apa-apa.
20b. Tidak masalah.