Kirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com

     

Islamiy.com

Situs konsultasi Islam online.

Hukum nikah ulang tajdid nikah

Hukum nikah ulang tajdid nikah apakah berpengaruh pada akad nikah sebelumnya?

Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yang terhormat,
Dewan Pengasuh dan Majelis Fatwa
Pondok Pesantren Alkhoirot

Maaf, saya ada beberapa pertanyaan. Tiga pertanyaan sudah sempat saya kirimkan sebagai pertanyan susulan pada topik lain, namun saya tanyakan ulang di sini agar berada pada topik yang sama.

1. Saat kemarin terjadi salah paham tentang pernikahan kami, saat kepala KUA lokal menyatakan nikah kami syubhat, (karana beranggapan ayah mertua tidak memiliki hak wali saat menikahkan kami) beliau secara tegas menyatakan pernikahan saya dan istri (menurut beliau) fasid, sehingga kami pun secara salah paham sempat berpendapat begitu (mungkin kami juga sempat beranggapan terjadi fasakh otomatis), hingga kemudian melakukan tajdidun nikah.

Kemudian hari, setelah berkonsultasi dengan Al-Khoirot, ditemukan bahwa akad nikah kami yang diadakan dulu tersebut sah, tidak fasid. Namun karena kepala KUA tersebut dan kami sempat beranggapan bahwa pernikahan tersebut fasid, apakah ada fasakh yang terjadi dan dianggap (sebelum terjadi tajdidun nikah)? Walau kemudian ditemukan (oleh Al-Khoirot) bahwa secara hakiki nya pernikahan kami sah, bukan nikah syubhat. Sebagai informasi, kami belum pernah sampai menghadap Pengadilan Agama sama sekali. Baru sampai KUA saja.

Untuk rujukan, kasus ini pernah saya tanyakan (dan diperiksa secara teliti oleh pihak Al-Khoirot) pada konsultasi bertopik ‘Nasab anak nikah syubhat’. (27/05/18) Bagaimana dampak hukumnya pada bpernikahan kami? Bagaimana pula dampak hukumnya tajdidun nikah itu sendiri pada pernikahan kami? Mohon penjelasan lengkap nya.

2. Bila suami murtad ba’da dukhul, apakah status nya talak atau fasakh? Saya baca dari penjelasan KSIA bahwa Imam An-Nawawi berpendapat yang terjadi adalah fasakh, tapi saya juga mendapat penjelasan ini dari Al-Khoirot

Suami yang murtad dalam madzhab Syafi’i dirinci: a) apabila murtadnya sebelum dukhul (hubungan intim) maka otomatis tertalak tanpa ada iddah; b) apabila murtadnya setelah dukhul maka sama dengan suami yang menyatakan talak (yakni status istri menjadi tertalak raj’i), maka suami diberi waktu selama masa iddah untuk bertaubat dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Apabila dia taubat, maka dia boleh kembali ke istri. Apabila dia tidak masuk Islam lagi sampai masa iddah habis, maka hilang status istri dan menjadi talak bain sughro.

Pertanyaannya,
2A. Bila suami tersebut bertaubat selama masa iddah dan pernikahan dilanjutkan, apakah jatah talaknya berkurang?

2B. Bagaimana bila seorang suami beberapa kali melakukan murtad tanpa sadar, lalu bersyahadat lagi sebelum masa iddah habis? Misalnya dia murtad tanpa sadar pada malam hari, bangun tidur esoknya dia mengucap syahadat dengan penuh keyakinan. Minggu depannya terjadi sesuatu yang sejenis, lalu ia mengucap syahadat segera. Lalu terulang bulan depannya, juga langsung bersyahadat dan istighfar. Apakah jatah talaknya habis?

2C. Bagaimana bila suami khawatir, merasa, mengira, atau bahkan berkeyakinan melakukan kemurtadan karena was-was atau karena salah mengerti hukum, sampai bersyahadat ulang? Karena kadang orang gampang takut murtad bila terlalu sering membaca artikel Wahabi.
Apakah dihitung sebagai kemurtadan yang berdampak hukum pada pernikahan?

2D. Bagaimana bila istri yang murtad, dan kembali bertaubat dan bersyahadat sebelum masa iddah habis?

3. Bagaimana hukumnya menggunakan lafadz sharih di luar konteks perceraian. Misalnya bercerita tentang atau menyebut nama orang yang bernama sarah, atau menggunakannya dalam konteks seperti lepas dari masalah atau dari ketergantungan, (tanpa menyebut kata masalah atau ketergantungan tersebut), atau pada kata berserah pada Allah (tanpa menyebut nama Allah nya), atau pada kata perpisahan sekolah (tanpa menyebut kata sekolah), atau pada kata pasrah atas keadaan, (tanpa menyebut kata keadaan).

Seluruh kata ini tidak menempatkan istri sebagai objek, tapi diucapkan dalam pembicaraan dengan istri, dan konteks dan objek dari kalimat tersebut dipahami baik oleh suami dan istri, karena disebutkan sebelum atau sesudah kalimat tersebut, atau karena sedang melihat/mendengar/mengerjakan sesuatu bersama-sama, walaupun tidak dibicarakan. Seperti sedang bersama-sama mengganti baju anak, atau bergulat dengan anak untuk dibawa ke kamar mandi. Dan tidak dalam kondisi pertengkaran. Bagaimana dampak hukumnya?

Terima kasih banyak, mohon penjelasannya.

JAWABAN

1. Kasus ini sudah pernah ditanyakan dan sudah dijawab dengan lengkap. Jadi tidak akan kami ulangi jawabannya. Silahkan merujuk pada jawaban tersebut. Baca detail: Nasab anak nikah syubhat

Akan halnya tajdidun nikah, maka itu tidak masalah. Tajdidun nikah dilakukan untuk kehati-hatian saja. Apabila nikah sebelumnya sah, maka tajdidun nikah ini tidak ada dampak hukumnya. Apabila nikah sebelumnya fasih (seperti kata KUA), maka tajdidun nikah ini berfungsi untuk mengoreksi (tashih) nikah sebelumnya. Jadi, apapun itu, adanya tajdidun nikah ini tidak ada masalah. Sama dengan orang sudah shalat wajib, lalu shalat lagi. Baca detail: Akad Nikah Dua Kali

2a. Ya, jatah talak berkurang kalau ikut pendapat yang menyatakan talak; dan tidak berkurang jatah talaknya apabila ikut pendapat yang menyatakan fasakh. (tapi dalam kasus anda, bisa jadi anda tidak murtad, hanya was-was saja)

2b. Kalau ikut pendapat kedua (berakibat fasakh) maka tidak berkurang jatah talaknya. Namun sekali lagi, dalam kasus anda, anda sedang was-was. Maka, pada dasarnya tidak terjadi apapun dalam pernikahan anda. Artinya, nikah anda tetap sah. Baca detail: Suami Murtad

2c. Was-was tidak berdampak hukum. Baca detail: Was-was karena OCD

2d. Sama saja bisa fasakh atau talak (tergantung pendapat yang mau diikuti). Namun harus diingat, bahwa jawaban kami hanya untuk menjawab pertanyaan untuk pengetahuan. Dalam kasus anda, kami meyakini tidak ada talak/fasakh yg terjadi karena anda sedang menderita was-was akut saja. Baca detail: Was-was karena OCD

3. Tidak ada dampak hukum. Sama dengan bercerita memakai kata talak atau bercerita tentang talak orang lain. Baca detail: Cerita Talak

Kembali ke Atas