Perbuatan murtad tanda sadar
Perbuatan murtad tanda sadar
16d. KSIA mengajarkan saya bahwa tidak ada murtad tanpa sadar, dan itu hanya pemikiran Wahabi saja.
Ini sangat melegakan.
Hal ini mengingatkan saya pada pertanyaan saya pada topik ‘[Segera] Khawatir murtad tanpa sadar”. Pada pertanyaan no. 2, yaitu tentang kekhawatiran saya terkena dosa murtad akibat menyanyikan lagu REM berjudul “Losing my Religion”.
Di mana saya mendapat jawaban dari KSIA sbb.
Kalimat ‘losing my religion’ tidak merubah keyakinan anda pada
Islam sedang yang berakibat hukum apabila istimror atau dawam
(menetapkan diri keluar dari Islam).
Al-Syarbini dalam Mughnil Muhtaj, hlm. 4/133, menjelaskan definisi murtad sbb:
قطع استمرار الإسلام ودوامه أو هي الكفر بعد الإسلام أحكام الرِّدّة
Artinya: Memutuskan diri dari berislam secara terus menerus, atau
kufur setelah Islam
Setelah mendapat jawaban KSIA untuk no. 16d pada konsultasi ini, saya juga memberanikan diri berpikir bahwa pada kasus lagu di atas, saya dan istri juga mendapat udzur jahil/tersalah karena tidak tahu hukumnya.
Namun sedikit menggali klaim Wahabi tentang pemikiran mereka ‘murtad tanpa sadar’, bahwa orang bisa murtad karena melakukan amaliyah murtad, walau masih beriman pada Al-Qur’an. Mereka selalu mengambil dalil dari hadits yang kurang lebih berbunyi bahwa orang bisa murtad/kufur (maaf saya kurang ingat) karena mengrjakan sesuatu, walau mereka bahkan tidak menanggapnya suatu dosa; Dan juga ayat Al- Qur’an tentang orang yang beralasan mereka hanya berolok-olok saja, dan alasannya tidak diterima Allah.
Tampaknya (sepengertian saya), kaum Wahabi beranggapan bahwa udzur jahil hanya bagi mereka yang sudah mencari ilmu tapi tidak mendapat ilmu tsb. Dan bila orang sudah bercuriga akan haramnya sesuatu tapi masih dikerjakan, maka tidak mendapat udzur jahil, karena tidak mencari tahu.
Bila memakai pendapat Wahabi tersebut, saya mungkin tidak termasuk yang mendapat udzur jahil, karena saya jelas pernah merasa tidak nyaman mengatakan kalimat ‘losing my religuon’ tersebut, namun masih saya kerjakan. Pada faktanya, saat itu saya benar-benar tidak tahu definisi murtad di luar keluar dari Islam secara sengaja lahir batin, dan/atau menghina Allah atau Rasul, atau tidak mengimani salah satu dari rukun Iman/rukun Islam.
Saya sudah melihat kebiasaan orang wahabi mengambil teks hadits secara zhahir nya saja.
Boleh minta penjelasan KSIA tentang dalil-dalil ‘andalan’ Wahabi tersebut, dan pengertian sebenarnya?
Supaya saya tidak terus terseret-seret pemikiran mereka.
Saya pikir ini juga penting untuk diketahui banyak muslim awam lainnya di luar sana, supaya jangan jadi radikal tanpa sadar seperti saya kemarin-kemarin.
Jazakumullahu khairan katsiiran
JAWABAN
Pemikiran dasar wahabi itu dirintis dari pemikiran pencetusnya yakni Muhammad bin Abdul Wahab terkait 10 Pembatal Keislaman. Di situ dia mengatakan pelaku salah satu dari 10 hal tersebut hukumnya kafir baik sengaja atau tidak, tau hukumnya atau awam. Baca artikel berikut dan bantahannya:
– 10 Pembatal Keislaman : Syirik
– 10 Pembatal Keislaman : tawasul
– 10 Pembatal Keislaman : 3 s/d 10
– Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah 1
– Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah 2 /
– Al-Wala’ wal Bara’
Prinsipnya, seorang muslim tidak bisa dianggap murtad apabila dia tidak tahu bahwa perbuatannya itu berakibat murtad. Baca detail: Hukum Melakukan Perkara Haram karena Tidak Tahu atau Lupa
Menurut ulama Ahlussunnah, ada tiga penyebab utama dari murtad/kufur. Baca detail: Tiga Penyebab Murtad
Dan itupun baru terjadi apabila dilakukan dalam keadaan sadar dan mengerti hukumnya, tidak terpaksa dan atas kemauan sendiri. Baca detail: Syarat Sahnya Murtad
Hukum meniru gaya retorika orang lain, apakah berdosa?
XVI. Seorang teman pernah menirukan retorika seorang ustadz terkenal yang memang punya gaya retorika yang khas. Kami menganggapnya lucu tanpa bermaksud merendahkan, dan kami juga tidak bermaksud merendahkan isi ceramahnya yang jelas benar dan penting.
Saya pun pernah menirukan retorika tersebut secara setengah bercanda (setengah, karena memaksudkan isinya secara serius) ketika menasihati istri untuk bersabar dan bersyukur (memang dikutip dari nasihat dengan isi yang sama) hanya untuk membuat nasihatnya lebih mudah didengar, sementara saya benar-benar serius dengan isinya. Bagaimana hukumnya? Apakah saya berdosa?
XVIII. Tepat sesudah mengucapkan kata yang saya tulis dengan font italic (pada kalimat yang saya tuliskan pada pertanyaan utama nomor ini), saya sempat terhenti saat berbicara, dikarenakan saya terkejut atas ketidaksengajaan saya menggunakan kata tersebut. Saya tahu pasti saat itu niat saya adalah membicarakan rencana bisnis dan murni tidak ada niat aneh-aneh.
Apakah berhentinya saya bicara pada kalimat tersebut tepat sesudah mengucapkan kata lafadz kinayah tersebut sebelum sempat menyebutkan keterangan sesudahnya (yang jadi penunjuk konteks secara verbal) berdampak hukum?
Apakah dianggap lafadz muallaq kinayah?
Ataukah pembicaraan sebelumnya (sempat cukup panjang tentang rencana bisnis ini) bertindak sebagai penunjuk konteks secara verbal?
JAWABAN
XVI. Tidak berdosa kecuali kalau anda tampilkan gaya tersebut di depan orang yang bersangkutan. Karena (kalau meniru seperti itu di depan orangnya) termasuk kategori membully yang dilarang.
XVII. Ucapan kinayah yang diucapkan di luar konteks menceraikan istri itu tidak ada dampak hukumnya secara mutlak. Baik dengan niat atau tanpa niat. Baik berhenti saat bicara atau bersambung bicaranya. Juga, tidak dianggap lafaz muallaq. Baca detail: Talak kinayah
Tidak dianggap talak muallaq kinayah. Baca: Mencabut talak muallaq
Ya, pembahasan sebelumnya itu menjadi konteks ucapan yg anda anggap kinayah itu. Baca detail: Cerita Talak
Satu tanggapan pada “Perbuatan murtad tanda sadar”
Komentar ditutup.